Selasa, 25 Januari 2022

Pesantren IMMIM di Era Metaverse


Pesantren IMMIM di Era Metaverse
Oleh Abdul Haris Booegies


     Teknologi mengubah segalanya.  Sejak Facebook merancang Metaverse, dunia maya seolah dunia utama manusia.  Kita tidak butuh lagi tubuh untuk ke suatu tempat.
     "Manusia dapat hidup di bilik virtual menggunakan avatar tanpa perlu raga", urai futuris Gerd Leonhard.
     Dengan memasang Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR) dan Mixed Reality (MR) di badan, kita sontak terlontar ke Metaverse, dunia bertabur imajinasi.  Komposisi Metaverse terdiri empat kategori yaitu VR, AR, Life Logging serta Mirror Worlds.
     Metaverse merupakan kanal media sosial 3D berbasis Artificial Intelligence (AI).  Metaverse menggabungkan unsur media sosial, live-streaming, konferensi video, surel, game online, Fifth Generation (5G), AI, VR, AR dan cryptocurrency.  Metaverse dibuat dalam sistem Blockchain serta Web 3.0.  Blockchain memungkinkan barang dan identitas virtual dibeli serta ditransfer ke Metaverse.
     Metaverse terkait dengan aset kripto semacam Delentraland dan Sandbox.  Hubungan ini terpaut sebagai alat pembayaran jual-beli di Metaverse.  Non-Fungible Token (NFT) termaktub pula sebagai teknologi yang berperan besar dalam Metaverse.
     Metaverse merupakan 3D virtual worlds yang imersif.  Konsep Metaverse ialah mengaburkan batas antara dunia nyata dengan dunia maya.  Ini dinamakan dunia simulasi.  Arkian, pengguna merasa seolah di dunia nyata.
     Metaverse membuat orang yang tersebar secara global bisa menyatu. Terjalin kolaborasi tanpa batas geografis sekaligus tanpa akhir.  Mereka terkoneksi sebagai kumpulan komunitas virtual.  Penduduk maya ini berinteraksi bagai bertemu secara fisik di dunia nyata.
     Metaverse ibarat versi terbaru video call.  Di Metaverse, manusia berada di lokasi dalam wujud avatar, bukan lagi menatap layar gawai.

Akar Asal
     Metaverse terdiri atas dua kata.  Meta berarti melampaui.  Sedangkan verse bermakna jagat raya.  Jadi, Metaverse adalah ruang yang melampaui alam semesta.
     Istililah Metaverse diperkenalkan oleh Neal Town Stephenson di novel Snow Crash.  Novel bergenre distopia ini diterbitkan Bantam Books pada 1992.  Metaverse dalam novel dideskripsikan sebagai struktur fiksi yang terdiri atas serangkaian kode.  Dikisahkan jika manusia sebagai avatar sanggup berinteraksi dalam ruang virtual 3D dengan menggunakan metafora dunia nyata.
     Facebook yang alih citra perusahaan menjadi Meta Platforms Inc. di konferensi Connect pada Kamis, 28 Oktober 2021, merupakan awal gegap-gempita Metaverse.  Facebook yang menguasai seluruh saluran komunikasi virtual berada di balik eksodus manusia ke lingkungan digital.  Kehidupan hakiki hijrah ke dunia masa depan ala Facebook.
     Pada 2021, pengguna internet mencapai 4,6 miliar dari 7,8 miliar penduduk Bumi.  Dewasa ini, tertoreh tiga miliar pengguna Facebook tiap bulan.  Elemen ini memaparkan penetrasi internet yang masif.  Melihat ceruk emas ini, Mark Zuckerberg merancang Metaverse.  Ini fase Internet Web 3.0 yang lebih seru.  YouTube, Instagram, Twitter, TikTok, Facebook serta platform lain yang berbasis Web 2.0 dengan layar 2D, kini sudah usang.
     Metaverse menjadikan manusia berinteraksi secara 3D dengan sudut pandang 360 derajat.  Di Metaverse, suasana begitu nyata karena manusia bertransformasi sebagai avatar atau hologram.  Avatar merupakan representasi grafis dari figur pengguna yang menyelinap ke dunia virtual.  Metaverse menjelma ruang virtual yang dapat dimasuki, bukan sekedar dipelototi via monitor gadget.
     Metaverse memukau lantaran bersifat individual ownership.  Pengguna punya hak kepemilikan secara permanen.  Berbeda dengan community ownership.  Di platform ini, pengguna wajib mematuhi aturan komunitas.  Facebook, misalnya, akan memblokir akun bandel.

Avatar di Asqelon
     Definisi Pesantren IMMIM tetap stabil di era konvergensi digital.  Sekolah asrama bervisi religius ini tetap jaya memaksimalkan santri di zaman Metaverse.
     Ada dua persoalan pokok yang lazim dihadapi santri.  Pertama, rindu dengan orangtua, saudara dan suasana rumah.  Kedua, minim hiburan.  Dua masalah ini gampang dituntaskan oleh Metaverse.
     Di pesantren, waktu setelah Ashar kerap dihabiskan untuk nongkrong atau berolahraga.  Terkadang di waktu ini juga dipakai untuk belajar di kelas bila ada pelajaran esensial yang dibimbing guru.
     Ada durasi selama dua jam antara bakda Ashar serta menjelang Magrib.  Di tempo berkapasitas 120 menit itu, santri berkesempatan ke dunia maya.
     Pada tahun 2030, Pesantren IMMIM punya fasilitas Halaqah al-Qur'an (griya tahfiz), Laboratorium Bahasa, Badan Riset Angkasa, Dojo Black Panther dan Auditorium Metaverse.
     Di Auditorium Metaverse ini bergerombol santri untuk menunaikan hasrat.  Mereka saling antre untuk masuk ke ruang digital demi berkomunikasi dengan ayah, ibu atau saudara.  Sebelum memasang peranti Metaverse, santri melapor ke operator.  Sang operator lantas menghubungi orangtua santri bersangkutan.  Mengabarkan bahwa anaknya sedang menyematkan perangkat hologram.  Orangtua santri yang berada di suatu lokasi, kemudian memasang pula perkakas digital di tubuhnya.  Dalam hitungan detik, mereka pun bersua secara real-time di Metaverse.  Alam digital serta fisik saling berbaur.
     Tersedia 100 pasang peranti digital di Auditorium Metaverse demi mengakomodasi santri.  Mulai dari VR, AR, Smart Glasses, Google Glass, headset Oculus, headset Apple, Portal maupun sarung tangan untuk kontrol.
     Di Metaverse, santri leluasa menghibur diri dengan bertamasya ke mana saja, termasuk ke asteroid Psyche 16.  Obyek antariksa ini mengandung berton-ton emas dan aneka logam.  Nilainya mencapai USD 10 ribu kuadriliun.  USD 1 kuadriliun sebanding Rp 14,1 juta triliun dengan kurs satu dolar AS setara Rp 14.126.
     Santri tangkas menavigasikan Metaverse.  Mereka jeli mengadakan wisata religi ke Asqelon, wilayah antara Ashdad dengan Gaza.  Di lembah ini ratu semut pernah berseru kepada rakyatnya supaya menyingkir agar tak terinjak oleh balatentara Nabi Sulaiman.
     Santri dapat berteleportasi secara instan sebagai avatar untuk hadir di sejumlah arena tanpa meninggalkan tempat.  Santri berteleportasi dari petualangan ke petualangan.

Miss Teen
     Metaverse mampu mendayagunakan santri lebih fokus.  Ketika mata pelajaran Informatika (Teknologi Informasi Komunikasi), para santri belajar di Auditorium Metaverse.  Efek belajar di ekosistem digital bakal memacu imajinasi secara terstruktur serta intensif.  Ini mengarahkan santri andal berpikir komputasional dengan mempelajari aneka disiplin ilmu.  Konstruksi ini mampu memicu santri berpikir kritis dengan klasifikasi ide futuristis guna menciptakan aplikasi.  Hatta, saat tamat di Pesantren IMMIM, mereka bisa melamar di Google, Facebook, Twitter, Microsoft, Apple, Samsung atau Nvidia.
     Auditorium Metaverse di Tamalanrea, Moncongloe dan Minasa Tene membuat santri tidak perlu pulang kala libur.  Rindu dapat terlampiaskan di Metaverse berkat kondisi kehadiran yang realistis (realistic presence), begitu nyata kendati abstrak.  Sebagai contoh, santri asal Sidrap tak perlu lagi pulang kampung ketika libur.  Pasalnya, panorama desa Lawawoi dengan cawiwi (belibis) goreng bisa dirasakan di Metaverse yang menjadi simulasi area manusia di Internet.  Di perangkat ini terpampang persepsi secara fisik di dunia non-fisik.
     Santri mengubah libur dengan tetap tinggal di kampus untuk belajar di Metaverse.  Waktu dijadikan titian untuk tekun menganalisis fenomena-fenomena baru di zaman berikut.  Apalagi di Metaverse tersedia infrastruktur yang menunjang mobilitas.  Alhasil, aktivitas beralih secara fundamental dari offline ke online.  Ini membuktikan bahwa Metaverse tiada lain koloni masa depan untuk berkarya serta bersosialisasi.
     Warga global secara takzim berikrar bahwa Metaverse memiliki otonomi dan kebebasan.  Di Pesantren IMMIM pada tarikh 2030, ada satu akses Metaverse yang ditutup dengan gembok berlapis-lapis.  Segenap pembina mencemaskan terowongan digital tersebut dibobol santri peretas (hacker).  Sebab, dapat berakibat fatal bagi limitasi privasi.  Komponen yang haram dijamah itu yakni gerbang interaksi antara Pesantren IMMIM putra dengan Pesantren IMMIM putri.
     Di dunia nyata saja, santri rela berjalan kaki menemui santriwati di Miss Teen (Minasa Tene).  Apalagi di Metaverse yang no human touch, namun, enteng menghadirkan kehidupan digital secara holistik.  Tidak mustahil pimpinan kampus pesantren putri pusing 13 putaran tiap menit.  Semua gara-gara ada penyusup realitas virtual dari Tamalanrea atau Moncongloe.  Mana tahan...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People