20. Thaahaa
(Alamat Allah)
(Alamat Allah)
Dengan Nama Allah, Pemilik Kasih Sayang yang Mahapemurah
1. Thaa Haa.
2. Tiada Kami turunkan
al-Qur’an kepadamu (wahai Nabi Muhammad) untuk menanggung derita.
[Allah menurunkan ayat kedua ini terkait Abu Jahal dengan Nadhr bin
al-Harits. Keduanya berseru kepada Nabi
Muhammad yang tekun beribadah. “Kamu
pasti celaka! Kamu meninggalkan agama
kami!”]
3. Kami mewahyukannya
sebagai peringatan bagi manusia yang takut melanggar perintah Allah.
4. Al-Qur’an diturunkan
sebagai firman Tuhan. Dari Allah, pencipta
bumi serta langit nan tinggi.
5. Ia, Allah Sang
Mahapemurah. Bersemayam di Arasy.
[Ayat ini menjabarkan tempat tinggal Allah. Sebuah tulisan sangat menawan tentang ayat
ini dimuat di harian Tribun Timur
pada Rabu, 29 Juni 2011. Ditulis oleh Ayu Bella Fauziah.
Dalam terjemah ini diikutkan di akhir ayat]
6. Pemilik segala
yang di langit dan di bumi. Kemudian
yang berada di antara keduanya. Lantas
yang ada di bawah tanah.
7. Tak usah bersuara
nyaring dalam berdoa. Allah tahu segala
rahasia. Paham segenap yang lebih
tersembunyi.
8. Allah! Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Ia. Pemilik nama-nama paling indah.
9. Apakah telah
sampai kepadamu kisah Nabi Musa?
10. Tatkala ia
melihat api. Ia berkata kepada
isterinya: “Berhentilah di sini. Saya
melihat api. Semoga saya dapat membawa secercah
kepada kamu. Barangkali pula di sana ada
arah jalan”.
[Ayat ini bercerita tentang suatu malam. Saat Musa Alaihissalam bersama keluarganya menuju ke Mesir. Nabi Musa tergerak mengambil api untuk
menghangatkan badan kerabatnya. Ia pun
berharap di sekitar api itu ada orang yang bisa menuntunnya ke jalan tepat
menuju Mesir]
11. Ketika tiba di
sumber api. Terdengar seruan: “Hai Musa!”
12. “Aku Tuhanmu! Tanggalkan
terompahmu. Ini Thuwa, lembah suci!”
[Nabi Musa diminta membuka alas kaki sebagai penghormatan]
13. “Aku memilihmu
menjadi Rasul. Dengar yang akan
diwahyukan kepadamu”.
[Momen ini menunjukkan Musa dilantik sebagai Nabi Allah]
14. “Aku ini Allah. Tiada Tuhan selain Aku. Sembah Aku.
Laksanakan shalat demi mengingatKu”.
15. “Hari Kiamat pasti
datang. Aku sengaja merahasiakan waktunya. Arkian, tiap diri dibalas selaras yang ia
usahakan”.
[Nabi Muhammad bersabda: “Hari Kiamat tidak terjadi sebelum sungai
Eufrat menyingkap gunung emas. Manusia
saling membunuh untuk menguasainya.
Terbunuh 99 orang dari 100. Semua
berharap selamat dalam perang memperebutkan emas”]
16. “Jangan kamu
dipalingkan oleh manusia yang tidak percaya Kiamat. Lalu diperbudak hawa nafsunya. Akibatnya, kamu celaka”.
17. “Apa itu di tangan
kananmu, Musa?”
18. Nabi Musa
menjawab: “Ini tongkatku. Saya bertumpu padanya. Saya merontokkan dedaunan di pohon untuk ternakku. Bermacam kegunaan pada tongkat ini”.
19. Allah berfirman:
“Lempar tongkatmu, Musa!”
20. Ia campakkan tongkat. Mendadak menjelma seekor ular yang merayap cepat.
21. Allah berfirman:
“Tangkaplah. Jangan takut. Kami akan mengembalikannya pada keadaan
semula”.
22. “Kepit tanganmu
di ketiak. Tanganmu niscaya menjadi
putih cemerlang, tanpa cacat. Hal itu
merupakan mujizat lain”.
[Tangan Nabi Musa bercahaya.
Menjadi obor dalam mengembara]
23. “Kami perlihatkan
kepadamu sebagian tanda kekuasaan Kami yang sangat besar”.
24. “Pergilah ke Fir’aun. Ia berlaku sewenang-wenang”.
[Fir’aun merupakan gelar yang
disematkan kepada raja Mesir.
Sebelumnya, istilah Fir’aun
berarti istana raja Mesir]
25. Nabi Musa berdoa:
“Ya Tuhanku. Lapangkan dadaku”.
26. “Mudahkan tugasku”.
27. “Lepaskan kekakuan
lidahku”.
[Ayat ini menjabarkan kalau Nabi Musa gagap]
28. “Supaya mereka
mengerti perkataanku”.
29. “Jadikan bagiku
seorang penyokong dari keluargaku”.
[Nabi Musa menghendaki ada yang membantunya dalam mengemban tugas-tugas
kenabian]
30. “Harun, saudaraku”.
31. “Teguhkan
pendirianku dengan dukungannya”.
32. “Jadikan ia sekutu
dalam tugasku”.
33. “Agar kami banyak
memujiMu”.
34. “Kemudian banyak
mengingatMu”.
35. “Engkau senantiasa
mengawasi kami”.
36. Allah berfirman:
“Permohonanmu dikabulkan, hai Musa!”
[Ayat ini menegaskan kalau gagap Nabi Musa sudah hilang]
37. “Kami pun
memberimu nikmat sebelum ini”.
[Karunia yang diperoleh Nabi Musa ialah tinggal di istana sejak bayi]
38. “Kala itu, Kami ilhamkan kepada ibumu suatu
perintah”.
39. “Letakkan anakmu dalam
peti. Hanyutkan ke Sungai Nil. Pasti terdampar ke tepi. Nanti ia dipungut Fir’aun, musuhKu dan
musuhnya. Aku melimpahkan kasih sayang
kepadamu. Kamu diasuh di bawah
pengawasanKu”.
40. Ketika saudarimu menelusur
mencari tahu. Ia berkata kepada kerabat
Fir’aun: ”Maukah kutunjukkan orang yang layak memeliharanya?” Kami mengembalikan kamu kepada ibumu supaya
girang hatinya. Tiada pula ia berdukacita.
Kamu pernah membunuh
seorang pria. Kami menyelamatkanmu dari
masalah atas pembunuhan itu. Kami
berkali-kali mengujimu dengan cobaan. Kemudian
kamu menetap beberapa tahun di Kota Madyan.
Kini, kamu tiba dari sana di waktu yang ditetapkan, hai Musa!”
[Seorang keturunan Israil berkelahi dengan seorang bangsa Qibti. Nabi Musa melayangkan satu pukulan yang
mengakibatkan orang Qibti itu tewas]
41. “Aku memilihmu menjadi
RasulKu”.
42. “Pergilah bersama
saudaramu membawa ayat-ayatKu. Jangan lalai
mengingatKu!”
43. “Pergilah berdua
kepada Fir’aun. Kekafirannya sudah
sangat keterlaluan”.
44. “Berbicaralah kepadanya
dengan ucapan lemah-lembut. Semoga ia insaf
atau takut kepada Tuhan”.
45. Keduanya berkata:
“Wahai Tuhan kami! Kami takut ia menindak
kami secara semena-mena atau kekafirannya makin jadi-jadi”.
46. Allah berfirman:
“Jangan khawatir! Aku bersamamu. Aku mendengar. Aku melihat”.
47. “Pergilah berdua
kepada Fir’aun. Katakan, kami utusan
Tuhanmu. Bebaskan bani lsrail agar ikut
kami. Jangan menyiksanya. Kami datang membawa bukti kerasulan dari
Tuhanmu! Sejahtera segenap manusia yang
mengikuti petunjuk”.
[Di Mesir, bani Israil menjalani kerja paksa. Mereka menjadi kuli bangunan]
48. “Diwahyukan
kepada kami. Azab pedih ditimpakan
kepada pendusta para Rasul. Kemudian orang
yang berpaling dari ayat-ayat Allah”.
49. Fir’aun bertanya:
“Siapa Tuhanmu berdua, hai Nabi Musa?”
50. Nabi Musa menjawab:
“Tuhan kami ialah yang memberikan kepada tiap sesuatu bentuk kejadian. Lantas membimbingnya”.
51. Fir’aun bertanya:
“Bagaimana keadaan generasi-generasi bahari?”
52. Nabi Musa menjawab: “Pengetahuan perihal itu ada pada
Tuhanku. Termaktub dalam sebuah Kitab (Lauh al-Mahfuz). Tuhanku mustahil keliru. Tak pernah lupa”.
53. Tuhan mendesain
bumi untuk kalian sebagai hamparan. Ia
menjadikan jalan-jalan supaya kalian berjalan di atasnya. Dari langit Ia turunkan hujan. Dengan hujan, Kami tumbuhkan aneka jenis tanaman.
54. Makanlah itu. Biarkan ternak-ternakmu merumput. Semua itu mengandung tanda-tanda bagi manusia
berakal perihal kemurahan Allah.
55. Dari bumi Kami menciptakan
kalian. Kemudian Kami mengembalikanmu ke
dalamnya. Dari bumi pula, sekali lagi
Kami bakal mengeluarkan kalian.
56. Kami menunjukkan
kepada Fir’aun tanda kebesaran Kami. Ia
mendustakan. Enggan beriman.
57. Fir’aun sesumbar:
“Tidak pantas kamu datang untuk mengusir kami dari negeri kami dengan sihirmu,
hai Nabi Musa?”
58. “Kami akan pamerkan
kepadamu sihir serupa untuk melawanmu! Tetapkan tempo pertemuan antara kami dengan kamu. Kita sepakat tidak memungkirinya. Pelaksanaannya di tempat netral”.
59. Nabi Musa
menjawab: “Waktu pertemuan ialah di hari perayaan. Hendaklah khalayak berhimpun pada pagi”.
60. Fir’aun
meninggalkan majelis. Lantas merancang siasat. Ia pun datang ke arena.
61. Nabi Musa berkata
kepada para pesihir: “Celaka kalian! Jangan mendakwa secara dusta kepada Allah. Gara-gara begitu, kalian bakal dibinasakan
dengan azab. Rugi orang yang mengumbar
kebohongan tentang Allah”.
62. Mendengar ancaman
Nabi Musa. Mereka bersengketa mengenai
perkara yang dihadapi. Mereka
merahasiakan yang dirundingkan.
63. Sebagian pesihir
berkata: “Dua orang ini pasti pesihir lihai.
Hendak mengusirmu, hai Fir’aun. Dari
negerimu dengan sihirnya. Keduanya ingin
melenyapkan adat-istiadatmu yang utama”.
64. “Satukan seluruh trik
sihir kalian. Kemudian datanglah dalam
satu barisan. Berjaya orang yang menang
hari ini”.
65. Pesihir berseru:
“Hai Nabi Musa! Kamu yang lebih dulu melempar
atau kami?”
66. Nabi Musa
menjawab: “Silakan melempar lebih dulu”.
Tiba-tiba tali-temali dan tongkat-tongkat mereka terbayang di mata Nabi
Musa seolah ular-ular yang menggeletar gesit karena kehebatan sihir.
67. Terlintas rasa
takut di hati Nabi Musa.
68. Kami berfirman:
“Jangan takut! Kamu lebih unggul”.
69. “Lempar yang ada
di tangan kananmu, niscaya ia menelan segala benda sihir mereka. Apa yang mereka lakukan sekedar ilusi. Pesihir tidak akan menang, dari mana pun ia
datang”.
70. Para pesihir
rebah bersujud sambil berucap: ”Kami beriman kepada Tuhan yang mengutus Nabi
Harun dan Nabi Musa”.
71. Fir’aun berkata:
“Tidak patut kalian beriman kepada Nabi Musa sebelum saya izinkan. Ia pemimpinmu yang mengajarkanmu sihir. Saya akan potong tangan dan kakimu secara silang-menyilang. Kemudian menyalib kalian pada pangkal pohon kurma. Kelak kalian tahu siapa di antara kami yang
paling keras sekaligus lebih kekal azabnya”.
72. Para pesihir menanggapi
Fir’aun: “Kami tidak akan tunduk kepadamu dengan menafikan mukjizat yang datang
kepada kami. Tuhan menciptakan kami. Hukumlah sesuai yang kau putuskan. Kau hanya dapat menghukum dalam kehidupan
dunia ini saja”.
73. “Kami beriman
kepada Tuhan kami. Semoga Ia memaafkan
kesalahan-kesalahan kami. Mengampuni
dosa-dosa sihir yang kau paksakan pada kami untuk melakukannya. Allah paling baik pahalaNya. Lebih kekal azabNya”.
74. Siapa datang berlumur
dosa kepada Tuhannya di Hari Akhirat.
Tersedia baginya Neraka Jahanam.
Di sana, ia tidak mati agar terhindar dari siksa. Tidak pula hidup untuk mengenyam kehidupan
layak.
75. Siapa datang
kepada Allah. Sebagai orang beriman. Kemudian telah mengerjakan perbuatan bajik. Mereka ditempatkan di kediaman yang tinggi derajatnya.
76. Tempat mulia itu
yakni Surga Aden. Di situ mengalir
beberapa sungai. Mereka abadi di
dalamnya. Begitulah imbalan bagi insan
yang menyucikan diri.
77. Kami mewahyukan
kepada Nabi Musa: “Bawa hamba-hambaKu (bani Israil) di waktu malam. Pukul Laut Merah dengan tongkatmu untuk membuat
jalan kering bagi mereka di dasar laut.
Jangan cemas tersusul oleh musuh.
Tak usah pula takut tenggelam”.
78. Fir’aun memburu dengan
serdadunya. Ia bersama laskarnya tergulung
gelombang. Mereka tenggelam!
79. Fir’aun menjerumuskan
kaumnya pada kebinasaan. Bukan memberinya
petunjuk.
80. Hai bani lsrail! Kami menyelamatkan kalian dari musuhmu. Kami buat perjanjian dengan kalian agar bermunajat
di lereng sebelah kanan Thur Sina. Kami turunkan untukmu Manna serta Salwa.
[Thur berarti gunung gersang
alias tandus]
81. “Makanlah rezeki
baik yang Kami karuniakan kepada kalian.
Jangan berlebihan yang memicu amarahKu menimpamu. Siapa ditimpa murkaKu. Pasti celaka!”
82. Aku Mahapengampun
bagi orang bertobat, beriman maupun beramal saleh. Lalu teguh dalam petunjuk.
83. (Allah berfirman
kala Nabi Musa berada di pucuk gunung).
“Mengapa kamu datang lebih cepat ketimbang kaummu, hai Musa?”
84. Nabi Musa merayu
Allah: “Mereka sedang menyusul jejakku.
Saya bergegas datang kepadaMu, wahai Tuhanku. Supaya Engkau senang padaku”.
85. Allah berfirman:
“Kami uji kaummu ketika kamu tinggalkan.
Samiri menyesatkannya”.
86. Nabi Musa kembali
kepada kaumnya dengan rasa marah dan sedih: “Hai kaumku! Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan satu janji
baik? Apakah terasa lama waktu
kepergianku bagimu atau kalian mau murka Tuhanmu menimpamu. Mengapa kalian melanggar perjanjianmu
denganku?”
87. Mereka menjawab:
“Kami tidak melanggarnya atas kemauan sendiri.
Kami membawa beban berat berupa perhiasan-perhiasan pengikut Fir’aun. Lantas kami diperintahkan melemparnya ke api. Kami melakukannya. Begitu juga Samiri”.
[Bani Israil mengambil harta Fir’aun yang berserakan di pantai Laut Merah]
88. “Kemudian Samiri merancang
dari leburan perhiasan-perhiasan itu patung seekor anak lembu yang bertubuh
lagi dapat melenguh. Mereka lalu berkata:
“Inilah tuhanmu dan tuhan Nabi Musa, tetapi, Nabi Musa lupa jika tuhannya ada
di sini!”
89. Apakah mereka
tidak berpikir. Patung tidak dapat
menjawab. Tak berdaya merugikan
mereka. Tidak pula memberi manfaat.
90. Sebelumnya, Nabi
Harun mengingatkan: “Hai kaumku, kalian
diperdaya oleh patung itu. Tuhan kalian
ialah Allah yang melimpah-ruah rahmatNya.
Ikutlah saya. Taati perintahku!”
91. Mereka menjawab:
“Kami tetap menyembah patung anak lembu ini sampai Nabi Musa kembali”.
92. Nabi Musa menghardik:
“Hai Harun! Apa yang menghalangimu bertindak
ketika kamu melihatnya berkubang kesesatan?”
93. “Kamu tidak
mengikutiku. Apa kamu sengaja melanggar perintahku?”
94. Nabi Harun
menjawab: “Hai putra ibuku! Jangan menjambak
janggutku. Jangan merenggut rambutku. Saya khawatir kamu akan berkata. Kamu memecah-belah keturunan lsrail! Tidak menjaga amanahku!”
[Nabi Harun tidak menggunakan istilah “hai saudaraku” kendati ia
saudara kandung Nabi Musa. Ia mengucap
“hai putra ibuku” untuk melunakkan hati Nabi Musa yang dibakar emosi]
95. Nabi Musa
bertanya: “Apa yang mendoronngmu berulah
begitu, hai Samiri?”
96. Ia menjawab: ”Saya
tahu sesuatu yang tidak diketahui mereka.
Saya ambil segenggam tanah pijakan Rasul. Kemudian kulemparkan. Begitulah, saya terhasut hawa nafsu”.
[Ada laporan bahwa “segenggam tanah jejak Rasul” yaitu ajaran Nabi
Musa. Samiri menjadikannya mantra dengan
memungut bekas kaki kuda yang ditunggangi Jibril. Pijakan itu tercetak di tanah ketika Jibril
membantu membinasakan Fir’aun di Laut Merah]
97. Nabi Musa berkata:
“Pergi kau! Hukumanmu dalam kehidupan
dunia ini yakni kau cuma bisa berujar kepada manusia: “Jangan menyentuhku”. Ditetapkan pula untukmu balasan Akhirat. Tiada sanggup kau menghindarinya. Kini, tatap tuhanmu yang tekun kau sembah. Kami pasti membakarnya. Kemudian menabur serbuknya di laut”.
[Samiri diasingkan di suatu pulau terpencil. Kalimat Samiri jika bertemu seseorang yakni: “Jangan menyentuhku. Saya pun tidak akan menyentuhmu”]
98. “Tuhanmu hanya
Allah. Tiada Tuhan selain Ia. IlmuNya merangkum segala sesuatu”.
99. Demikianlah Kami
paparkan kepadamu (wahai Nabi Muhammad).
Sebagian peristiwa generasi lampau.
Kami memberimu dari sisi Kami. Al-Qur’an
yang menjadi peringatan.
100. Siapa berpaling
dari al-Qur’an. Di Hari Kiamat ia
memikul dosa berat.
101. Mereka kekal dengan
azab dosa itu. Sangat buruk dosa
tersebut sebagai beban pada Hari Kiamat.
102. Hari ketika Sangkakala
dibunyikan untuk kedua kalinya. Kami
himpun pelanggar hukum. Wajah mereka biru
lebam karena takut.
[Mata para pedosa buram karena teramat takut. Mereka pun dibekap rasa sesal]
103. Mereka saling berbisik. “Kau menetap di dunia hanya sepuluh hari”.
104. “Kami lebih tahu
kadar masa yang dikatakannya. Orang paling
lurus pikirannya di antara pedosa berpendapat.
Kau tinggal di dunia cuma sehari”.
105. Cecunguk kafir bertanya
kepadamu (wahai Nabi Muhammad) soal gunung-ganang. Jawab.
“Tuhanku akan menghancurkan sampai ludes”.
[Ayat ini terkait dengan pertanyaan musyrik Mekkah kepada Nabi
Muhammad. “Bagaimana Tuhanmu
memperlakukan gunung pada Hari Kiamat?”]
106. “Ia menjadikan
bekas gunung-ganang itu sebagai padang datar lagi licin”.
[Ayat ini menandaskan kalau bumi adalah Padang Mahsyar. Pasca Kiamat, bumi rata tanpa gundukan bukit
atau gunung]
107. Kamu tidak bakal
melihat pada bekas gunung itu lekak-lekuk.
108. Pada hari itu
manusia menuju suara panggilan. Mereka
bergerak tidak berbelok-belok. Segala
suara merendah kepada Allah yang melimpah-ruah rahmatNya. Tiada terdengar suara kecuali bisikan.
[Semua orang ke arah sumber suara tanpa melenceng atau membantah]
109. Hari itu, tidak
berfaedah syafaat kecuali orang yang diizinkan oleh Allah, Sang Mahapemurah. Tuhan memperkenankan perkataannya.
110. Allah mengerti
yang di hadapan mereka mengenai ihwal yang bakal terjadi. Ia paham yang di belakang mereka perihal perkara
yang sudah terjadi. Sedangkan pengetahuan
mereka tidak sanggup meliputi ilmu Allah.
111. Segala wajah tertunduk
merendah di hadapan Allah yang Mahakekal.
Tuhan yang tercipta sendiri.
Hampa bagi manusia yang menanggung dosa-dosa kejahatan.
112. Siapa
mengerjakan perbuatan bajik. Ia pun
beriman. Tiada pantas cemas oleh
perlakuan zalim. Tidak pula haknya
dikurangi.
113. Kami menurunkan
al-Qur’an sebagai bacaan dalam bahasa Arab.
Di dalamnya Kami terangkan berulang kali sebagian ancaman supaya manusia
bertakwa. Al-Qur’an itu memberi
pelajaran.
114. Mahatinggi Allah! Penguasa alam semesta yang sejati. Ia Mahabenar.
Jangan kamu (wahai Nabi Muhammad) tergesa-gesa membaca al-Quran sebelum
selesai dibacakan oleh Jibril. Berdoalah:
“Wahai Tuhanku, tambahlah ilmuku”.
[“Ketika tidur, saya mimpi didatangkan segelas susu. Saya minum sebagian. Saya melihat cairan mengalir keluar lewat
kuku-kukuku. Lalu sebagian susu saya
berikan kepada Umar bin Khattab. Sahabat
bertanya, apa takwil mimpi itu, ya Rasulullah?
Nabi Muhammad menjawab, ilmu”]
115. Kami berpesan
kepada Nabi Adam di era lampau. Ia lupa
perintah itu. Tiada Kami temukan padanya
hasrat teguh.
[Ayat ini menjabarkan kalau Nabi Adam minim dalam ketetapan hati kala
digoda iblis]
116. Ingat tatkala
Kami bertitah kepada malaikat: “Sujudlah kepada Adam”. Mereka sujud.
Sementara iblis membangkang.
117. Kami berfirman:
“Hai Adam! Iblis ini musuhmu. Musuh istrimu. Jangan ia mengeluarkanmu berdua dari Surga. Kalian niscaya menderita”.
118. Ada jaminan di
Surga. Kamu tidak kelaparan. Tidak telanjang.
119. Kamu pun tidak
dahaga. Tak pula diterpa terik mentari.
120. Setan
membisikkan hasutan. “Hai Adam! Mau kutunjukkan pohon keabadian serta kerajaan
yang mustahil sirna?”
121. Mereka berdua
memakan buah pohon tersebut. Mendadak aurat
mereka tampak. Keduanya menutup kelamin
dengan merangkai dedaunan dari Surga. Adam
durhaka kepada Tuhannya. Ia salah jalan!
122. Ia terseleksi
oleh Tuhan. Allah menerima tobatnya. Ia dibimbing.
[Allah memilih Nabi Adam sebagai hamba dengan derajat tinggi]
123. Allah berfirman:
“Turunlah bersama berdua dari Surga.
Sebagian keturunanmu menjadi musuh bagi yang lain. Kelak datang petunjukKu. Siapa mengikutinya, pasti tidak sesat. Tiada kesengsaraan dideritanya”.
124. “Siapa ingkar
dari petunjukKu, maka, baginya kehidupan yang sempit. Kami halau mereka dalam keadaan buta pada
Hari Kiamat”.
125. Ia berkata:
“Wahai Tuhanku! Mengapa Engkau
bangkitkan saya dalam keadaan buta. Dulu
saya melihat”.
126. Allah berfirman:
“Demikianlah ketetapannya! Telah datang ayat-ayat Kami kepadamu. Kau mengabaikannya. Hari ini, kau pun diabaikan!”
127. Kami membalas
orang yang melampaui batas. Tidak
percaya kepada ayat-ayat Tuhannya.
Camkan, azab Akhirat sungguh berat dan kekal.
128. Adakah
tersembunyi serta belum jelas bagi pedurhaka?
Berapa banyak Kami binasakan kaum terdahulu. Padahal, mereka bolak-balik di bekas-bekas
tempat tinggal umat-umat itu. Pada aspek
tersebut, terdapat tanda-tanda bagi manusia bernalar.
129. Sekiranya tiada
ketetapan terdahulu dari Allah. Pasti
siksa sudah menimpanya. Azab pun segera
berlaku andai ajal tak ditetapkan.
130. Bersabarlah
(wahai Nabi Muhammad) terhadap cemooh
mereka. Beribadahlah memuji Tuhanmu
sebelum terbit dan terbenam matahari.
Bertasbihlah di tengah malam serta di pengujung siang. Hingga, kamu merasa puas.
131. Jangan layangkan
pandangmu terhadap pemberian Kami yang menyenangkan kepada gerombolan kafir. Hal tersebut sekedar kembang kehidupan dunia. Kami sekedar menguji mereka. Rezeki Tuhanmu di Akhirat paling baik serta
lebih kekal.
132. Perintahkan keluargamu
shalat. Bersabarlah menunaikannya. Kami tak meminta rezeki kepadamu. Kami justru yang memberimu rezeki. Ingat!
Akhir yang baik cuma bagi insan yang menghias diri dengan ketakwaan.
133. Cecunguk kafir
berceloteh: “Mengapa ia (Nabi Muhammad) tidak membawa kepada kami bukti dari
Tuhannya?” Padahal, telah datang pelbagai
bukti otentik yang termaktub dalam Kitab-kitab bahari?
134. Andai Kami binasakan
mereka dengan azab sebelum datang Rasul Kami membawa al-Qur’an. Tentu mereka memprotes di Hari Kiamat: “Wahai
Tuhan kami! Mengapa Engkau tidak utus seorang
Rasul agar kami ikut ayat-ayatMu. Sebelum
kami terhina dengan siksa dunia. Sebelum
kami direndahkan oleh azab Akhirat”.
135. Jawab (wahai
Nabi Muhammad): “Tiap orang di antara kita sedang menunggu. Kalian nantikanlah! Kamu kelak tahu siapa yang menempuh jalan
lurus. Siapa memperoleh petunjuk”.
Alamat
Allah di Arasy
Oleh Ayu
Bella Fauziah
“Sesungguhnya,
Aku ini Allah. Tiada Tuhan kecuali Aku. Sembahlah Aku. Dirikan shalat untuk
mengingat-Ku” (Thaha: 14).
Di suatu
malam, Nabi Muhammad melakoni jour de l'ascension (mi’raj) menuju
ke Arasy. Di kawasan bertabur cahaya tersebut, Rasulullah menerima perintah
shalat lima waktu. Shalat merupakan kewajiban bagi umat Islam.
Para
hamba Allah pun taat dan ikhlas menunaikan shalat. Mereka memohon diberi rahmat
dalam mengarungi kompetisi kehidupan yang kian kompleks.
Di mana
sebetulnya alamat Tuhan di alam raya ini? Kalau tempat berdomisili Allah
diketahui, tentu orang makin leluasa bertandang meminta hidayah.
Kaum
Muslim haqqul yaqin jika Tuhan bersemayam di Arasy. Tahta Suci Allah itu
terletak di pucuk langit ketujuh. Al-Quran secara transparan menjelaskan alamat
Allah. Zat Maha Agung tersebut beralamat di Thaha No. 5. “Tuhan yang Maha
Pemurah bertahta di Arasy” (Thaha: 5).
Bila
alamat Allah telah diketahui, maka, dibutuhkan wahana antariksa super mutakhir
untuk ke sana. Problem yang membelit selama ini yaitu ketiadaan pesawat berkecepatan
tinggi. Pesawat cahaya (starship), umpamanya, muskil dipakai menuju ke
alamat Thaha No. 5. Sebab, untuk sampai ke planet Gliese 581 e saja teramat
repot.
Andai
pesawat cahaya sudah ada, berarti manusia memerlukan 20 tahun dari bumi ke
Gliese 581 e. Durasi 20 tahun itu buat menempuh jarak sekitar 193 triliun
kilometer. Sebagaimana dipahami, satu tahun cahaya setara 9,5 triliun
kilometer.
Jarak
Gliese 581 e masih tergolong dekat. Teleskop Hubble justru ditaksir mampu
merekam objek-objek yang berjarak di atas 700 juta tahun cahaya. Peralatan
canggih Hubble telah dibawa pesawat ulang-alik Atlantis yang diluncurkan pada
11 Mei 2009.
Hubble
dilengkapi Wide Field Camera 3. Kamera pankromatik tersebut punya sudut pandang
lebar guna menangkap gelombang cahaya.
Kalau
saja alamat Allah di Thaha No. 5 berjarak 1.000 tahun cahaya, maka, seorang
hamba memerlukan tambahan usia seribu tahun. Sesuatu yang mustahil bagi
manusia.
Teleskop
Hubble sebenarnya hanya dapat meneropong langit pertama. Pembatas antara langit
pertama dengan langit kedua muskil ditembus. Maklum, dijaga pasukan khusus dari
kalangan malaikat.
Luas langit pertama yang triliunan cahaya pasti
rumit dijelajahi. Apalagi mau ke alamat Thaha No. 5 yang berada di kawasan
puncak langit ketujuh.
Misteri Angka 5
“Ya
Tuhanku, jadikan saya bersama anak-cucuku sebagai insan yang tetap mendirikan
shalat” (Ibrahim: 40).
Angka 5
dalam Islam sangat populer. Rukun Islam ada lima. Shalat yang dilakukan
sehari-semalam juga berjumlah lima.
Ada dua
nama indah (les noms les plus beaux) Allah yang senantiasa dilantunkan
saban waktu. Kedua nama yang termaktub dalam basmalah itu ialah ar-Rahman
serta ar-Rahim. Dalam alfabet Hijayyah, ar-Rahman terdiri lima
huruf (alif, ra, ha, mim, nun). Elemen serupa tertoreh pula pada ar-Rahim
(alif, ra, ha, ya, mim).
Nama
Tuhan yang kelima dalam Asmaul Husna yakni as-Salam (Sang
Penyelamat). Dalam bahasa Arab, kata “as-salam” menjadi muasal istilah
Islam.
Johann
Volfgang von Goethe menganggap jika 5 adalah angka indah dan suci. Sementara
Johann Christoph Friedrich von Schiller menegaskan bahwa 5 merupakan bilangan
pertama dari hasil penjumlahan angka genap serta ganjil.
Dalam
tubuh manusia, bilangan lima begitu akrab. Dua tangan masing-masing dilengkapi
lima jari. Kaki pun demikian, memiliki lima jari. Secara umum, diketahui bila
raga punya lima indera. Kelimanya yaitu mengecap, mencium, mendengar, melihat
dan meraba.
Angka 5
selalu dikaitkan dengan kehidupan manusia. Bangsa Cina berpendirian kalau
bilangan 5 mempengaruhi seluruh konstruksi kehidupan. Pentagram Tiongkok pun
mendeskripsikan lima unsur bumi. Kelimanya ialah tanah, air, api, logam serta
kayu.
Dalam
keseharian, 5 acap dihubungkan dengan cinta dan perkawinan. 5 malahan
digolongkan angka kenikmatan seksual. 5 dinilai sebagai paduan antara 3
(maskulin) dengan 2 (feminin).
Thaha
No. 5 pasti terlampau jauh bagi kecerdasan akal. Biarpun jauh, tetapi, umat
Islam bisa enteng berkomunikasi transendental dengan Allah.
Kaum
Muslim tidak membutuhkan pesawat cahaya untuk tiba di Arasy. Keandalan umat
Islam untuk sampai ke Thaha No. 5 tiada lain berkat shalat lima waktu. Shalat
yang berkode 34244 merupakan alat transmisi ke Arasy. 34244 adalah bilangan
terpisah yang menunjukkan jumlah rakaat shalat Maghrib, Isya, Subuh, Zuhur
berikut Ashar.
Rahasia Shalat
“Ingatlah
Allah di saat berdiri, tatkala duduk maupun ketika berbaring” (an-Nisa’:
103).
Shalat
merupakan penghormatan seorang hamba kepada Sang Khalik. Zat yang disembah tak
pernah terlintas dalam tatapan mata, namun, sekujur badan ikhlas bersimpuh.
Sujud dalam shalat merupakan inti Islam. Sujud juga menjadi simbol jika manusia
semata-mata makhluk lemah.
Dalam
shalat, orang dilarang menengadah ke atas. Mereka cuma diperintahkan menengok
ke bawah. Fase tersebut menjabarkan bila manusia tidak sepatutnya bertingkah
angkuh serta aniaya. Dengan menatap ke bawah, maka, manusia diharap mengingat
kalau ia berasal dari tanah.
Shalat
merupakan aktivitas jiwa. Pasalnya, sarat unsur psikologis. Shalat mengaktifkan
sistem dalam jasad. Kemudian melatih keandalan otot dan susunan saraf. Hingga,
menjadikan emosi stabil. Dengan demikian, winning mentality (mental
juara) terus-menerus terasah dalam menghadapi kompetisi global.
Shalat
menjadi sumber energi karena merangsang fisik bergerak. Bahkan, melatih keuletan.
Di samping itu, melancarkan sirkulasi darah dalam organ jasmani.
Shalat
memiliki kontribusi guna mencegah kekeroposan tulang. Dengan shalat yang
teratur sekaligus tepat waktu, maka, kesehatan tulang terjaga.
Shalat
yang berlainan rakaatnya menandaskan ada penyesuaian intensitas. Jumlah ruku
selaras dengan perbedaan waktu, biosistem otot serta saraf. Jadwal shalat yang
tepat bakal mengatur rutinitas. Soalnya, waktu shalat menunjang kegiatan dan
aktivitas sehari-hari.
Shalat
pada akhirnya bermuara ke Arasy. Di pusat komando semesta tersebut berjejer Muqarrabin
(malaikat di sisi Allah). “Kamu (Muhammad) akan menatap malaikat-malaikat
berlingkar di sekeliling Arasy. Mereka bertasbih memuji Tuhannya” (az-Zumar:
75).
Puja-puji
menggema di segenap pelosok Arasy. “Dari berbagai penjuru terdengar suara:
Segala puji bagi Allah! Tuhan semesta alam” (az-Zumar: 75).
Di
tengah senandung pujian, bertebar doa shalat dari umat Nabi Muhammad. Rentetan
doa itu bergemuruh menuju ke alamat Thaha No. 5.
“Tiada
Tuhan kecuali Ia. Kepada-Nya saya berserah diri. Ia adalah Allah pemilik Arasy
nan Agung” (at-Taubah: 129).
Derajat Terjemahan
Terjemah
al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.
Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maharasul Muhammad. Al-Qur’an senantiasa berbahasa Arab
klasik. Tidak dinamakan al-Qur’an jika
firman-firman Allah tersebut disadur ke bahasa Bugis atau Perancis. Soalnya, terjemahan muskil menampung seratus
persen maksud al-Qur’an. Alih bahasa
mustahil sepadan dengan arti hakiki yang dimaksud Allah. Apalagi, bahasa al-Qur’an bernas, ringkas,
puitis sekaligus sarat makna. Sedangkan aneka
bahasa yang digunakan dalam terjemahan tak efektif serta efisien.
Terjemah
al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz. Hingga, terjemah al-Qur’an tidak hidup, tak
punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.
Terjemah al-Qur’an selalu kaku dan acap membingungkan. Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar
“pengantar” untuk membaca al-Qur’an.
Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.
Terjemah
al-Qur’an tidak pernah serupa.
Terjemahan senantiasa tampil beda.
Aspek itu menandaskan bahwa terjemahan tak mungkin setara dengan
al-Qur’an. Maklum, Kalam Ilahi tersebut
memiliki irama dalam teks, kejelasan arti, sintaks kalimat serta penggunaan
kata.
Terjemah
al-Qur’an secara harfiah (letterlejk) termasuk
repot diaplikasikan. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa terjemahan harfiah rumit lantaran membutuhkan persyaratan
yang berat direalisasikan. Terjemahan
harfiah susah karena ada mufradat
(sinonim) per huruf antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an. Kemudian ada tanda baca yang sama pada bahasa
penerjemah terhadap tanda baca pada bahasa al-Qur’an. Tanda baca tersebut minimal mirip. Selain itu, terjemahan secara harfiah
menuntut kesamaan susunan kata antara bahasa penerjemah dengan bahasa
al-Qur’an. Kesamaan tersebut mencakup
kalimat, sifat atau tambahan-tambahannya.
Terjemahan
harfiah diharamkan ulama akibat makna yang dikandungnya kurang sempurna. Hatta, jauh dari maksud al-Qur’an.
Walau sukar,
tetapi, ada terjemahan yang benar-benar setia pada kata-kata dalam
al-Qur’an. Mereka berusaha selaras
dengan wahyu. Sebab, khawatir
mengaburkan arti. Mereka menjaga
interpolasi pikiran.
Terjemahan tidak
lepas pula dari platform sastra.
Terjemahan berdimensi puitis itu diperkaya dengan nuansa keindahan
bahasa si penerjemah. Dalam kasus ini,
penerjemah dapat digolongkan sebagai figur liberal. Pasalnya, menyuntikkan semangat bahasa ibu si
penerjemah ke dalam terjemahan. Mereka
tak menyukai kesetiaan pada tiap kata-kata Arab. Penerjemah semacam ini memakai kebebasan
dengan kata-kata pilihan.
Di berbagai
bentala, ada terjemahan yang benar-benar akademis. Ada juga sekedar informatif dengan bumbu
bahasa jurnalistik sastrawi. Tiap
kalimat tidak setia dengan kata per kata al-Qur’an. Spirit yang diemban ialah bagaimana al-Qur’an
cepat diserap dan tak membosankan ditelaah.
Pada akhirnya,
seluruh terjemahan dilandasi vitalitas agar Kalam Ilahi tersebut membuncah di
hati. Tiada seorang pun ingin
menampilkan terjemahan ala kadarnya. Elemen
itu pula yang membuat segenap terjemahan wajib dilengkapi di sisi kanan atau
atasnya teks al-Qur’an yang berbahasa Arab.
Alhasil, bila ada yang salah atau keliru, maka, pembaca segera mengecek
ke al-Qur’an asli.
Terjemahan apa
saja terasa sempurna kalau dilampiri teks tulen al-Qur’an. Soalnya, al-Qur’an berbahasa Arab tersebut
sanggup berpengaruh secara psikologis terhadap pembacanya, biarpun ia tidak
mengerti bahasa Arab.
Di luar
negara-negara Arab, istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata nahnu.
Dhamir (kata ganti) nahnu bermakna “kita” atau “kami”. Dalam ilmu Nahwu (sintaksis), nahnu
bisa diterjemahkan “kita”, “kami”, “saya” atau yang lain tergantung konteks
kalimat.
Dalam bahasa
Arab, istilah serta kata tak selalu berarti zahir atau apa adanya. Sebagai contoh, kata antum (kalian). Antum sering digunakan untuk menyapa
lawan bicara kendati cuma satu orang.
Tidak dipakai kata anta
(kamu). Penggunaan antum yang plural dipandang lebih sopan sembari menghargai lawan bicara.
Di Indonesia,
orang menyapa lawan bicara dengan kamu, Anda atau tuan. Kamu, Anda dan tuan punya rasa bahasa yang
berbeda. Kamu biasa dipakai untuk lawan
bicara yang lebih muda atau di kalangan sebaya.
Anda digunakan kepada lawan bicara yang dituakan. Sementara tuan buat orang yang
dimuliakan. Anda serta tuan dalam
sosio-linguistik Arab bermakna ta’zim
alias kata beradab terhadap lawan bicara yang memiliki derajat tinggi atau
kepada khalayak.
“Kami” merupakan
sebutan Allah untuk diriNya. Dalam
bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas. Jamak kuantitas (al-mutakallim ma’a ghairihi) menunjukkan jumlah banyak atau kata
ganti orang pertama plural. Sedangkan
jamak kualitas (al-mutakallim al-muazzim
li nafsih) menerangkan pola tunggal dengan banyak predikat atau berarti
keagungan atas dirinya.
Dalam tata bahasa
Arab, terdapat kata ganti pertama singular “ana”
(saya). Lantas ada kata ganti pertama
plural “nahnu” (kami atau kita). Lazim terjadi pada bahasa lain jika kata
ganti pertama plural bisa berperan sebagai singular. Dalam nahwu
sharaf (Arabic grammar), inilah
yang dinamakan al-mutakallim al-muazzim
li nafsih (kata ganti pertama yang mengagungkan diri sendiri).
Allah menegaskan
diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak. Zat Esa itu tercantum sebagai pencipta,
pengatur, pemelihara, pemaaf, penyayang serta Raja Diraja alam semesta. Allah tak tidur! Ia sibuk terus mencipta seraya mendengar doa
insan saleh.
“Semua makhluk di
langit dan bumi senantiasa memohon kepada-Nya.
Tiap waktu Ia sibuk (mencipta serta memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).
Saat membaca
al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam Kitab Suci. Harap dimafhumi bahwa nama asli penguasa
langit dan bumi tiada lain Allah. “Aku
ini Allah. Tiada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).
Allah sendiri
memaklumatkan bila nama-Nya adalah Allah.
Allah merupakan nama diri (proper
name) dari Zat Mahakuasa. Dalam
kaidah bahasa Arab, kata Allah berwujud ism
jamid. Kategori tersebut menjabarkan
kalau kata Allah bukan ism (kata
benda) yang diambil dari kata kerja.
Arkian, tidak boleh diubah dalam bentuk apa pun! Ini berbeda dengan kata rabbun (tuhan). Rabbun modelnya ism musytaq (kata benda yang dibentuk dari kata lain dengan arti
berbeda dari kata pembentuknya). Rabbun terambil dari kata kerja rabba, rabbi atau tarbiyatan.
Istilah Allah bagi
umat Islam teramat jelas posisinya.
Berbeda dengan Yahudi. Mereka tak
mengerti bagaimana mengucapkan fonem יהוה (YHVH) dalam Perjanjian Lama. Ini gara-gara tidak ada tradisi sanad (rentetan
jalur sumber) yang sampai kepada Nabi Musa.
Akibatnya, Yahudi bingung bin bimbang membaca YHWH (tetragrammaton alias empat huruf nama tuhan). Bahkan, Yahudi Ortodoks ogah
melafalkannya. Mereka terpaksa
membacanya adonai (tuhan atau tuan). Di kamus tersua bahwa adonai ialah a Hebrew name
for God, usually translated in the Old Testament by the word “Lord”.
Untuk mengibuli
umatnya serta penduduk planet biru ini, maka, YHWH diinformasikan sebagai
sebutan dalam bentuk orang ketiga tunggal.
YHWH dicelotehkan sebagai “Dialah yang ada, Dialah Dia”.
Pada esensinya, empat
konsonan itu sekedar ditebak pengucapannya.
Kadang dibaca Yahweh, Yahuweh,
Yehuwa, Yahavah, Yaheveh, Yahaveh atau apa saja sesuai selera. Dengan demikian, Yahweh atau Yehovah
sekedar nama jadi-jadian bagi tuhan mereka.
Ini sungguh aneh. Sebab, nama
tuhan mereka sendiri tak diketahui secara pasti.
Di kalangan
Kristen, istilah Allah bukan nama diri sebagaimana konsep Islam. Kristen menganggap jika Allah merupakan
sebutan untuk “wujud yang disembah” (al-ilah). Hingga, tuhan boleh dipanggil Allah, Yahweh, God atau Lord. Mereka cuma paham bahwa nama tersebut merujuk
pada sesuatu yang disembah.
Terkutuk
sekawanan agen Thaghut (sesembahan
paling nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada
tuhan selain Tuhan”.