Minggu, 27 Juni 2021

Meluruskan Sejarah Rasulullah



Meluruskan Sejarah Rasulullah
Oleh Abdul Haris Booegies


     Dari seluruh utusan Allah, maka, Maharasul Muhammad yang paling gamblang riwayatnya.  Sejak lahir sampai mangkat, jejak Rasulullah enteng ditelusuri.  Kendati saganya terang-benderang bagai purnama, namun, ada beberapa sumber asing berbaur dengan fakta perihal sang Mahanabi.
     Bertahun-tahun kita dijejali hikayat bahwa Abdullah merupakan putra bungsu Abdul Muthalib.  Faktanya tidak begitu.
     Di subuh pada Senin, 12 Rabiul Awal di Tahun Gajah (8 Juni 570 Masehi), Abdul Muthalib tergopoh-gopoh menyusuri lorong pasir menuju griya Abi Thalib di bukit Bani Hasyim.  Wali kota Mekah tersebut hendak melihat cucunya yang baru lahir.
     Abdul Muthalib lalu membopong sang cucu masuk ke Kabah seraya menamakannya Muhammad.  Nama itu dipilih agar cucunya terpuji di langit dan di Bumi.  Sebelum membawa pulang bayi mungil tersebut ke ibunya, Abdul Muthalib singgah di keratonnya.  Ia bergegas memanggil Abbas, putranya yang berusia dua tahun.
     Di dekat pintu, Abdul Muthalib memperlihatkan paras Muhammad al-Mustafa kepada Abbas.  "Ini adikmu.  Cium adikmu".
     Adegan ini memupus teori bahwa Abdullah adalah putra bungsu Abdul Muthalib.  Bahkan, lahir lagi putra Abdul Muthalib bernama Hamzah yang seumur Maharasul Muhammad.
     Sebagian cendekiawan Muslim serta ulama akhirnya mengambil jalan tengah gara-gara keteledoran sejarah memverifikasi fakta.  Mereka menguraikan bahwa betul Abdullah putra bungsu Abdul Muthalib dari istri bernama Fatimah binti Amr.  Perempuan dari bani Makhzum ini melahirkan Abu Thalib, Zubair, Haris dan Abdullah.

Rahib Bahira
     Ketika Rasulullah berusia 10 tahun, ia mendampingi Abi Thalib dalam ekspedisi bisnis ke Syam.  Keduanya lantas bersua rahib Nasrani sekte Airus Nasthuri (Nestorian) bernama Bahira atau Buhaira.
     Bahira mengajak mereka ke kuilnya yang berada di Busra, dekat Roman Theatre.  Ia berniat memandang secara saksama rupa keponakan Abi Thalib.
     Benarkah petapa itu bernama Bahira?  Mungkinkah tak ada distorsi historis?  Kita mengenal Bahira dari para sejarawan kuno.  Masalahnya, dari mana ahli sejarah tersebut memperoleh seonggok teks tentang Bahira.  Ini abad ke 6 Masehi.  Sumber informasi sangat terbatas.  Tidak ada media cetak kecuali komunikasi verbal.
     Sebagian menyangsikan Bahira sebagai nama asli.  Barangkali itu sekedar gelar.  Resi ini dianggap memiliki pengetahuan nan luas.  Pasalnya, mampu menerawang identitas kenabian seorang bocah Mekah.  Asal kata Bahira diduga dari al-bahr (laut).  Laut dideskripsikan luas sebagaimana ilmu rahib ini.

Umur 40 Tahun
     Maharasul Muhammad berusia 25 tahun tatkala menikah dengan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid yang berumur 40 tahun.  Benarkah Khadijah setua itu?
     Bertahun-tahun saya terobsesi dengan usia Khadijah.  Dari mana angka 40 tahun ini?  Sebuah informasi mendadak tersembul.  Puak Quraisy suka membanggakan wanita-wanitanya yang masih sanggup melahirkan di umur 50 tahun.
     Khadijah berasal dari keluarga ningrat.  Ia juga jelita bak haur.  Karakternya terpuji.  Hatta, dijuluki ath-Thahirah (suci).  Sosialita ini bergelar pula Princess of Quraisy serta Princess of Mecca berkat harta nan berlimpah.  Dengan latar belakang menakjubkan, pasti banyak pria mengidamkan selebritas dari Lembah Bakkah ini sebagai istri.  Di usia berapa Khadijah pertama kali menikah?
     Tiada data resmi di umur berapa Khadijah menikah dengan Abu Halah bin Zararah at-Tamim.  Ia kemudian menjadi istri Atiq bin Abid bin Abdullah al-Makhzum.  Mengingat bangsa Arab yang lazim dengan budaya kawin muda, besar kemungkinan Khadijah juga menikah di usia belia.
     Kalau Khadijah menikah muda, berarti umurnya sekitar 27 tahun saat menikahi Rasulullah.  Maklum, kala meminang Maharasul Muhammad, Khadijah punya anak gadis dan putra berusia tiga tahun.  Dari pernikahan dengan Abu Halah, ia dikaruniai putri bernama Hindun serta Zainab.  Dari Atiq, lahir putra Khadijah bernama Abdullah dan Jariyah.

Mentari di Tangan Kanan
     Senator-senator Mekah yang bermarkas di Dar an-Nadwah gundah-gulana.  Mereka gelisah lantaran dakwah Rasulullah dari hari ke hari kian berkembang.  Tumbuh seperti jamur di musim hujan.
     Mereka lalu mengutus delegasi menemui Abi Thalib.  Dewan Senator Mekah berharap supaya sang paman membujuk Maharasul Muhammad.  Pimpinan Dar an-Nadwah berharap selekasnya penghentian total aktivitas subversif Rasulullah yang mencemari agama nenek moyang Quraisy.
     Maharasul Muhammad spontan menolak keras permintaan anggota Parlemen Jahiliah tersebut.  "Saya tak akan berhenti sekalipun Matahari diletakkan di tangan kananku serta Bulan di tangan kiriku".
     Benarkah Rasulullah mengucapkan kata-kata yang teramat terkenal itu?  Muhammad bin Abdullah al-Ausyan berargumentasi bahwa Maharasul Muhammad tidak mengatakan Surya di tangan kanan dan Rembulan di tangan kiri.
     Rasulullah menampik hasrat anggota Dewan Musyrik Mekah dengan jawaban tegas tak bakal meninggalkan dakwah ilahi!  Biarpun mereka "menyalakan api besar sebagai gantinya untuk saya".  Api besar di sini maksudnya Matahari.

Abi Thalib Kafir
     Sebagian umat Islam kontemporer meyakini Abi Thalib di detik-detik terakhir ajal sempat mengucap syahadat.  Ini berarti ia Muslim.
     Faktanya, Ali bin Abi Thalib tidak memperoleh warisan dari ayahnya.  Soalnya, Islam melarang menerima harta pusaka dari orang kafir.
     Fakta lain, ketika Maharasul Muhammad duduk-duduk bersama Hamzah di Medinah.  Sang paman dengan suara lembut bertanya.  "Apa pertolonganmu nanti di Akhirat untuk Abi Thalib yang bertahun-tahun membelamu?"  Rasulullah menjawab bahwa kelak ia cuma diazab di pinggir Neraka.  Api sekedar membakarnya sebatas tumit.
     Apa hikmah kekafiran Abi Thalib?  Andai ia masuk Islam, maka, siapa gerangan yang melindungi Maharasul Muhammad?  Bila Abi Thalib masuk Islam, pasti segenap tokoh mafia Quraisy menyerangnya.  Ibarat kata, sekali mendayung, dua tiga pulau terlampau.  Menyerang Abi Thalib, otomatis Rasulullah kena pula rentetan serangan.  Tamat syiar Islam jika begitu!  Sebab, semua dibombardir oleh Abu Jahal and his gang.

360 Arca
     Sejarah populer menampilkan bahwa Baitullah berisi 360 patung sesembahan di masa pra-Islam.  Ada dua pertanyaan kalau betul Kabah dijejali 360 dewa.
     Pertama, bagaimana mengatur tempat berhala di Baitullah.  Dimensi struktur Kabah bertinggi 13,10 meter.  Sementara ukuran sisi bervariasi; 12,11 meter, 11,52 meter, 12,84 meter serta 11,28 meter.
     Baitullah pasti sempit sebagai altar arca.  360 patung bukan jumlah sedikit.  Di mana tempat Hubal, berhala utama penganut politeis Arab.  Kabah bisa jebol bila arca ukuran jumbo ini diangkut masuk.
     Kedua, jika ada 360 patung, berarti, seluruh bangsa Arab kafir leluasa melenggang ke dalam Baitullah untuk beribadah.  Padahal, tak semua orang diperkenankan masuk Kabah.  Alasan inilah yang menyebabkan pintu Baitullah tidak rata dengan lantai.  Letak pintu agak tinggi agar merepotkan penyusup mendobrak.  Bagi yang nekat menerobos, akan dilempar batu sampai terbirit-birit pergi.
     Siapa yang memanipulasi sejarah sampai muncul 360 berhala milik aneka klan dan suku Arab?  Menurut penulis teologi Lesley Hazleton, ini bermula dari seorang sejarawan Damaskus.  Para sejarawan modern lantas berlomba mengutip fiksi tersebut sebagai fakta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People