Al-Qur'an Salah Data
Oleh Abdul Haris Booegies
Ada beberapa bagian al-Qur'an yang sering diolok-olok oleh gerombolan anti-Islam. Mereka menilai al-Qur'an tidak jeli. Musababnya, berisi data amburadul.
Dari sejumlah kasus, pembenci Islam paling doyan mengejek ayat 86 Surah al-Kahfi. Mereka menuding bahwa ini termaktub kekeliruan fatal sekaligus menggelikan. Soalnya, al-Qur'an menegaskan bahwa Matahari tenggelam di lumpur hitam. Umat Muslim pun tergagap-gagap membela diri. Menyesalkan mengapa ada ayat berbunyi begitu.
Bagaimana bisa Matahari terbenam di lumpur hitam. Matahari lebih besar 50 kali dibandingkan Bumi. Begitu dahsyat kesalahan al-Qur'an. Bahkan, mereka mencela jika Tuhan umat Islam tak paham astronomi.
Sesungguhnya, ayat tersebut tidak memiliki cacat-cela bila dibaca ala kadarnya atau disimak serius. Pasalnya, ayat itu secara gamblang menukilkan ekspedisi global seorang maharaja. "Tatkala Zulqarnain sampai di kawasan Matahari terbenam. Ia menemukan sang Surya tenggelam di laut berlumpur hitam".
Ayat ini menginformasikan bahwa Zulqarnain menyaksikan Surya terbenam di lumpur hitam. Pandangan Zulqarnain yang dideskripsikan . "Ia melihat Mentari tenggelam di lumpur hitam". Bukan Allah yang melihat Matahari tenggelam, namun, Zulqarnain.
Dalam karya-karya sastra, Matahari acap digambarkan terbenam di gunung, di sungai atau di laut. Sebait lirik lagu Bukit Berbunga yang populer di awal 1980 berbunyi: "Mentari tenggelam di gunung yang biru".
Kidung ini tak menuai protes. Padahal, teramat kentara menerangkan bahwa Matahari terbenam di gunung. Apakah pencipta lagu tersebut tahu ilmu falak serta geografi, khususnya vulkanologi?
Bumi Bulat
Orang kafir menuduh bahwa al-Qur"an membenarkan kalau Bumi itu datar. Mereka kemudian mengutip ayat yang berbunyi: "Kami menghamparkan Bumi" (al-Hijr: 19). Kata "menghamparkan" diterjemahkan dari "wal ardha madadnahaa".
"Menghamparkan" dalam bahasa Indonesia dapat diartikan "membentangkan merata, menggelar, menerangkan panjang lebar dan memaparkan".
Abdullah Yusuf Ali dalam Holy Qur'an menerjemahkan "wal ardha madadnahaa" dengan "and the earth We have spread out (like a carpet)". Spread out punya enam arti yaitu menyebar, membeberkan, membentang, mendasar, menggelar serta tergelar.
"Wal ardha madadnahaa" dalam Le Saint Coran diterjemahkan dengan "et quant à la terre, Nous l'avons étalée". Kalimat dalam bahasa Perancis ini bermakna "Kami menampilkan Bumi".
Dalam bahasa Denmark, "wal ardha madadnahaa" diterjemahkan dengan "angående jorden vi konstruerede". Kalimat ini merujuk bahwa "ada pun Bumi yang Kami bangun".
Makna "wal ardha madadnahaa" dalam bahasa Perancis maupun Denmark tidak menunjukkan jika Bumi datar. Ini selaras dengan pengertian para sahabat Rasulullah.
Sebuah surah al-Qur'an berjudul at-Takwir atau menggulung. Kelak Matahari dan Bumi digulung pada Hari Kiamat. Para sahabat tentu mengerti bahwa yang digulung pasti bulat. Mustahil menggunakan istilah "menggulung" untuk kubus atau benda pipih.
Kuliner Neraka
"Tiada minuman bagi penghuni Neraka kecuali nanah bercampur darah" (al-Haqqah: 36). Jus yang terbuat dari nanah serta darah ini dinamakan ghislin.
Ayat ini dicerna oleh kelompok anti-Islam bahwa di Neraka hanya ada satu minuman. Ini sesuai bunyi ayat 36 Surah al-Haqqah. Di sisi lain, ternyata masih ada minuman untuk warga Neraka. Ada mahl (minyak mendidih), hamim (air mendidih), shadid (nanah orang kafir) dan ghassaq (minuman dingin). Ini berarti al-Qur'an tak konsisten. Kacau dalam menampilkan data.
Neraka ada tujuh bagian. Tiap Neraka memiliki karakteristik dengan menu istimewa bagi penduduknya. Bahkan, ada musim panas serta musim dingin (zamharir).
Ketika al-Qur'an berkisah bahwa cuma ada satu minuman di Neraka, maka, maksudnya bukan di seluruh tujuh Neraka. Secara khusus, narasi tersebut menunjuk ke sebuah Neraka. Contohnya, di Neraka Jahanam hanya ada shadid. Penghuni memperolehnya secara gratis. Shadid satu-satunya minuman di Jahanam.
Memuji Rasulullah
"Allah dan para malaikat bershalawat untuk Maharasul Muhammad. Wahai insan beriman! Bershalawatlah untuk Maharasul Muhammad. Ucapkan baginya salam takzim" (al-Ahzab: 56).
Ash-shalawat merupakan jamak dari kata ash-shalat (berdoa). Ini lantas disambar oleh golongan kafir. Bila Allah bershalawat (berdoa), berarti masih ada tuhan selain Allah. Teks ini terang benderang memaparkan bahwa "Allah bershalawat".
Kata shalawat di ayat 56 pada Surah al-Ahzab ini tidak diterjemahkan sebagai berdoa. Shalawat di sini artinya memuji. "Allah bersama para malaikat memuji Maharasul Muhammad".
Penempatan kata dalam al-Qur'an terkadang membingungkan kalau konteks tak dimafhumi. Sebagai umpama, Allah menyebut diri dengan kata "Kami" (nahnu). Padahal, Allah itu Mahaesa. Sementara "kami" bermakna plural, lebih dari satu.
Dalam bahasa Arab, ada jamak kualitas (al-mutakallim al-muazzim li nafsih), ada pula jamak kuantitas (al-mutakallim ma'a ghairihi). Saat Allah menyebut diri dengan "Kami", maka, Ia tetap wujud tunggal dengan segenap atribut keagungan. Segala predikat terbaik di sisi Allah termanifestasi lewat kata "Kami". Jadi, istilah "Kami" tidak menerangkan jumlah, tetapi, derajat. Ini dinamakan jamak kualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar