Alumnus Gadungan
Oleh Abdul Haris Booegies
20 jam setelah Kau Bukan Alumnus diposting di blog serta Facebook, muncul komentar dari seorang alumnus jadi-jadian. Komentar amburadul menjijikkan tersebut memuat sembilan poin.
Pertama, "sampai di mana kontribusi di IAPIM". Kalau ini ditujukan untuk saya, maka, kontribusi saya termuat di Kau Bukan Alumnus. Saya sembilan tahun di IAPIM sejak 1986 sampai 1994.
Tatkala Pesantren IMMIM diwartakan secara negatif di sebuah koran lokal, saya dipanggil direktur pesantren. Saya kemudian menulis di Pedoman Rakyat untuk menepis isu miring pesantren. Artikel berjudul Anatomi dan Sistem Baru Pesantren Modern IMMIM itu terpublikasi pada Ahad, 17 September 1989.
Pada pertengahan 1992, saya diamanahkan Ahmad Fathanah untuk meracik profil Haji Fadeli Luran. Selama tiga bulan saya mengerjakan biografi mini tersebut. Saya tidak dibayar karena ini proyek ikhlas sebagai warga IAPIM. Ketika profil Fadeli Luran dimuat bersambung di sebuah harian, saya juga tak dibayar. Maklum, berkah yang saya peroleh lebih indah dibandingkan materi.
Saya mau tanya ke si alumnus jadi-jadian. Apakah ini tergolong kontribusi atau bukan? Paham kau alumnus gadungan!
Kedua, si alumnus imitasi ini mendeklarasikan bila ia melibatkan diri dalam hal amar ma'ruf nahi munkar di IAPIM. Saya heran, bagaimana mungkin ada orang luar seenaknya berkiprah di IAPIM. Kau punya almamater tersendiri. Mengapa tidak ke situ berkhotbah amar ma'ruf nahi munkar supaya pendengarmu bertepuk tangan riuh.
Barangkali si alumnus palsu ini tak puas dengan almamaternya. Hingga, lompat pagar ke IAPIM. Seyogianya mengedepankan rasa malu untuk membatasi langkah ke wilayah lain. Jangan masuk ke rumah orang. Paham kau alumnus gadungan!
Ketiga, "Lucu, tiap ada kegiatan yang tidak tamat secara sukarela bersinergi jika diajak".
Menurut si alumnus imitasi, ia rela hati terlibat kalau ada perhelatan. Ini omong kosong.
Saya terangkan. Kau rajin terlibat kegiatan karena sesungguhnya ingin diakui eksistensimu sebagai alumnus. Ironisnya, seratus tahun pun turut membantu, kau tetap bukan alumnus. Kau kan tidak tamat. Jadi kau yang lucu. Baru dicolek sedikit untuk ikut, tiba-tiba bergegas tancap gas. "Kecian dech loh". Paham kau alumnus gadungan!
Keempat, "santri tak tamat memiliki hubungan emosional dengan IAPIM". Kau sebenarnya tidak punya keterkaitan emosional dengan IAPIM. Kau cuma memiliki hubungan emosional dengan rekan seangkatan. Kau doyan berkumpul karena mereka sesama angkatan. Paham kau alumnus gadungan!
Kelima, "dikerja bukan dicerita". Bila ditanya, mengapa sekarang saya tak mengabdi (bekerja) di IAPIM, hanya menulis (bercerita)? Di artikel Kau Bukan Alumnus, dipaparkan bahwa saya perlahan mundur di IAPIM pada 1994. Pasalnya, ada alumni baru yang lebih segar untuk berkarya. Saya bukan diktator yang berkehendak terus berada di lokomotif alumni. Ada regenerasi. Paham kau alumnus gadungan!
Keenam, si alumnus imitasi mempertanyakan apakah tidak merusak hubungan alumni lantaran menyenggol-nyenggol alumni jadi-jadian.
Saya tegaskan. IAPIM itu organisasi alumni. Dari alumni, oleh alumni dan untuk alumni. Alumni jadi-jadian tak direken. Tidak termasuk! Paham kau alumnus gadungan!
Jika bicara menyenggol-nyenggol, saya senantiasa tersenggol oleh ulah alumni palsu. Di linimasa Facebook, ada yang menerakan "pernah belajar di Pesantren IMMIM". Padahal, orang ini tak tamat di pesantren. Di mana ia tamat? Tidak diketahui! Soalnya, ia tak menulis nama SMP atau SMA-nya. Ia mengibuli penduduk dunia maya agar dikira tamat di Pesantren IMMIM. Paham kau alumnus gadungan!
Ketujuh, "omong tamat tidak tamat mesti seimbang". Sembur si alumnus jadi-jadian dengan menempel emoji terbahak sebagai aksentuasi kejengkelan.
Dalam produk jurnalistik, dikenal istilah cover both side. Prinsip ini untuk memetakan agar kedua belah pihak seimbang. Berita-berita dari media besar wajib mengaplikasikan metode ini.
Opini seseorang bukan berita. Ia tak mutlak mempraktikkan cover both side. Sebab, merupakan pandangan pribadi. Jadi, persepsi individual tidak wajib menerapkan cover both side. Paham kau alumnus gadungan!
Kedelapan, "seenak udel omong". Saya mau tanya, mana kata-kataku di Kau Bukan Alumnus yang dapat dikategorikan "seenak udel".
Kalau kau tak mampu membuktikan tuduhanmu, beginilah memang kualitasmu sebagai alumnus palsu. Paham kau alumnus gadungan!
Kesembilan, "entahlah besok bila terjadi sesuatu yang tidak diduga". Ini jelas ancaman karena didahului kalimat yang mempertanyakan sikap saya menyenggol-nyenggol alumni jadi-jadian.
Saya sudah screenshot ini sebagai bukti digital pengancaman. Ada yang bisa bantu saya berapa tahun kurungan penjara bagi pengancam di media sosial?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar