Inspirasi Perjuangan
Sang Maharasul
Oleh Abdul Haris Booegies
Deretan manusia
kudus zaman bahari selalu asyik ditelaah.
Riwayatnya menggugah nurani.
Legendanya menarik hati.
Bumbu-bumbu pengagungan dari pengagumnya menambah gairah untuk
menelisiknya secara saksama.
Orang suci paling
agung tentu Nabi Muhammad. Sosoknya
senantiasa dirindukan. Rasa cinta
terhadapnya melebihi wanita yang melahirkan kita. Padahal, “ia manusia biasa”, begitu klaim al-Qur’an. Rasulullah bukan anak tuhan, apalagi dewa
yang pantas disembah. Ia makan, minum
dan kawin.
Penghormatan
terhadap Nabi Muhammad sangat tinggi.
Jejak hidupnya pun teramat kentara, sejelas mengamati garis-garis pada
telapak tangan. Ia disusukan oleh Halimah
as-Sa’diyah bin Abu Zuaib Abdullah bin al-Haris. Ia istri Haris bin Abdul Uzza yang berjuluk
Abu Kabsyah, keturunan Sa’ad bin Bakar dari suku Hawazin. Klan Halimah tergolong seminomaden.
Sejatinya, kala
mencapai usia dua tahun, hak pemeliharaan sudah berada di tangan ibu kandung. Kalau sang ibu bersedia, ia bisa
memperpanjang sampai umur delapan tahun.
Halimah menolak
berpisah dengan Rasulullah. Ia merengek,
setengah memaksa. “Biarkan putramu kembali
bersama saya agar fisiknya lebih kuat”.
Halimah bermanis mulut bahwa gurun menjanjikan udara segar bagi
pernafasan. Kemudian memberi kebebasan
terhadap jiwa puak Quraisy yang suka berkelana.
Tidak kalah penting, padang pasir mengajarkan bahasa Arab yang belum
terkontaminasi dengan bahasa Aramaik.
Kelak, Nabi
Muhammad yang tinggal di daerah pedalaman (badiyah)
memang mahir mengucapkan kata-kata. Ia
fasih sekali mengucap huruf dhad.
Aminah akhirnya merelakan
Rasulullah balik lagi ke padang pasir yang jaraknya 50 mil dari Mekah. Di sana, ia dibimbing tata cara menggembala
domba serta unta.
Pagi hari, Nabi
Muhammad mengikuti asy-Syaima, putri Halimah yang biasa dipanggil Huzafah atau
Juzamah binti al-Haris. Syaima yang
menanjak gadis mengarahkan Rasulullah menggembala.
Dengan kaki yang
belum sempurna menapak hamparan pasir, Nabi Muhammad terkadang tertatih-tatih. “Ayo jalan, Quraisy!”, seru Syaima memberi
semangat. Quraisy menjadi panggilan Rasulullah
dalam keluarga Halimah.
Bila Nabi
Muhammad yang memasuki usia tiga tahun merasa letih, maka, Syaima menggendongnya. Lelah dan udara kering membuat Rasulullah acap
menggeliat dalam gendongan Syaima.
Sekali waktu,
saat digendong untuk bergabung dengan para penggembala domba di bukit Sarar. Nabi Muhammad menggigit lengan Syaima. Gadis belia tersebut melolong persis serigala
yang kakinya terkena anak panah. Dampak
gigitan si Quraisy ternyata lebih parah dari sengatan listrik atau
kalajengking.
57 tahun berlalu. Tatkala pasukan Islam mempecundangi musuh
pada perang Hunain. Seorang nenek
meronta ketika hendak ditawan. “Saya keluarga
Rasulullah!” Ia akhirnya digiring ke
tenda kulit merah Nabi Muhammad. Perempuan
tua itu diinterogasi. “Apa bukti kau
putri Halimah”, tanya Rasulullah.
Si nenek
menggulung baju. Mempertontonkan bekas
luka di lengannya yang masih tercetak pada kulit keriputnya. “Ini bekas gigitanmu”, tandas Syaima.
Episode paling
mematikan dalam hidup Nabi Muhammad yakni Perang Uhud. Ia nyaris terbunuh. Sesungguhnya adegan maut tersebut mustahil
terjadi. Kemenangan tinggal hitungan
detik. Semua berubah saat detasemen
khusus pemanah tergiur ghanimah (pampasan perang). Pesona duniawi mengalahkan tekad memenangkan
pertempuran demi keesaan Allah.
Titah Rasulullah
dilanggar. Dari 50 pemanah jitu di bukit
ar-Rumat, cuma 10 yang tak tergoda ghanimah. Perintah Abdullah bin Jubair sebagai komandan
divisi pemanah tidak digubris. Khalid
bin Walid selaku kapten sayap kanan barisan berkuda melacak celah garis
belakang pertahanan yang ditinggalkan satuan pemanah. Ia membawa kavalerinya mengelilingi
bukit. Tentara Khalid diikuti pasukan
Ikrimah bin Abu Jahal dari sayap kiri.
Mereka memacu 200 kuda melewati 10 pemanah yang kewalahan membidik.
Ketika menengok
ke belakang, 40 pemanah terkejut. Khalid
tinggal beberapa langkah. Sedekat itu
pula nyawa serdadu Islam menanti dicabut.
Kalah
tragis. Prajurit Hubal yang berjumlah
3.000 akhirnya merampas kemenangan 700 laskar Medinah. Mengapa malaikat tak membantu sebagaimana di
perang Badar? Al-Qur’an menuduh pasukan
Muslim lalai, tidak disiplin. Bukan
karena tentara malaikat ogah bergabung.
Perang Uhud tak
hanya menewaskan Hamzah. Bahkan,
menempatkan Nabi Muhammad pada posisi paling krusial. Di pucuk gunung Uhud, Rasulullah dilindungi
sembilan serdadu. Tujuh Anshar serta dua
Muhajirin; Thalhah bin Ubaidillah bersama Sa’ad bin Abu Waqqas.
Satu per satu
prajurit Anshar terbunuh. Nabi Muhammad
tinggal bertiga bahu-membahu melawan. Di
momen kritis tersebut, Utbah bin Abu Waqqas melempar batu ke arah Rasulullah. Sebuah batu mengenai lambung. Batu lain merobek bibir bawah. Gigi seri dekat gigi taring Nabi Muhammad
pecah. Serangan juga datang dari
Abdullah bin Syihab az-Zuhri yang menghantam kening Rasulullah.
Abdullah bin
Qum’ah, algojo dari Quraisy pinggiran, muncul.
Ia menebas Nabi Muhammad, namun, terhalang oleh Thalhah yang merelakan
diri sebagai perisai hidup. Jari-jari
tangannya putus. Tebasan kedua
menyerempet mahkota topi baja Rasulullah.
Dua rantai topi terlepas.
Akibatnya, merobek pelipis Nabi Muhammad. Hantaman itu malahan membentur kedua bahunya. Sakitnya terasa sebulan.
Nabi Muhammad
terdesak ke belakang. Kakinya
terkilir. Ia terperosok ke lubang. Pingsan.
Abu Bakar bersama Abu Ubaidillah bin Jarrah akhirnya tiba. Rasulullah mendadak siuman. Syamas dari klan Makhzum turut berjuang melindungi
Nabi Muhammad.
Rekam jejak Rasulullah
memaparkan jika ia tumbuh dari seorang gembala menjadi panglima perang. Bunga kehidupan merias hidupnya. Sementara beragam rintangan membentang membentuk
jalan hidupnya sangat manusiawi. “Ia
manusia biasa”, tandas al-Qur’an.
Nabi Muhammad
bukan anak tuhan atau dewa. Ia makan,
minum dan menikah. Bahkan, menggigit
kakaknya yang justru berniat melindunginya dari keletihan. Rasulullah seperti tentara yang lain. Kepalanya bocor oleh senjata lawan. Ia tidak kebal. Suara gemerincing pedang di tubuhnya
terdengar karena ia memakai dua baju besi di Perang Uhud. Andai saja satu, niscaya Islam tak pernah hinggap
ke pedalaman-pedalaman Sulawesi Selatan.
Islam kemungkinan cuma menjadi catatan kecil di buku bertema monoteisme.
Figur Nabi
Muhammad identik dengan perjuangan. Segala
yang digapai butuh perjuangan. Tiga
tahun belajar menggembala di gurun bersama Syaima. Di umur 40 tahun, ia direkomendasikan
menggembala masyarakat Quraisy yang angkuh serta keras kepala. Perlahan, ia menggembala seluruh umat dari
segenap belahan bumi.
makanya NABI ISA ( YESUS ) kedudukanya paling tinggi paling mulia di atas NABI 2 lainya di sisi TUHAN YME, udah jelas dan gamblang di ayat 2 islam di terangkan, jangan menutup-nutupi kebenaran bahwa nabi isa adalah perantara masuk surga, baca dengan teliti . . . . ! ! !
BalasHapus