Menghadang Dinasti dalam Islam
Oleh Abdul
Haris Booegies
Ada
aspek menarik mengenai orangtua Nabi Muhammad. Ayahnya meninggal di
Yatsrib dalam perjalanan bisnis. Bumbu hikayat tertoreh. Abdullah
adalah jejaka tampan berusia 18 tahun. Banyak cewek-cewek Mekah patah
hati binti putus asa begitu tahu Abdullah memilih Aminah sebagai pendamping
hidup.
Fatimah binti Mur,
dukun dari Khats’am, sempat memohon kepada Abdullah agar ia mengawininya.
Layla al-Adawiyah bersedia pula dijadikan istri. Sementara dara-dara
Quraisy yang lain berjejer antri demi menggapai cinta Abdullah.
Ketika Abdullah menuju
ke rumah Aminah untuk menikah, ia dipanggil oleh Qutailah. “Marry me”,
pinta Qutailah yang merupakan adik pendeta Waraqah bin Naufal.
Tentu saja Abdullah
tidak mau. Qutailah terpikat karena ada cahaya di kening Abdullah.
Alasan sebenarnya ia kepincut lantaran terbetik kabar jika akan lahir seorang
nabi di Mekah. Cahaya di kening Abdullah hilang setelah melewatkan
malam pertama.
Hikmah kematian
Abdullah ialah supaya Islam tak kacau-balau oleh perseteruan internal.
Bila Abdullah tetap hidup, pasti rahim Aminah berbuah. Adik-adik
Rasulullah bisa membahayakan masa depan Islam. Sebab, bakal muncul
dinasti-dinasti.
Elemen serupa terjadi
pada Aminah. Ia tidak kawin sesudah menjanda. Padahal, ia tergolong
kembang Mekah sebelum dipinang Abdullah. Ini di luar kelaziman.
Janda cantik umur 18 tahun tersebut seolah tak terdeteksi radar para pemuda
maupun pemuka Quraisy.
Hikmah di balik itu
yakni Islam tidak direpotkan oleh dinasti. Kalau Aminah menikah.
Besar kemungkinan ia punya anak. Adik tiri tersebut berpeluang mengusik
Islam dengan mendirikan dinasti. Mereka mendominasi kekuasaan atas nama
keturunan.
Anak pertama Nabi
Muhammad yaitu Abdul Manaf yang dijuluki al-Qasim atau at-Tayyid. Arkian,
Rasulullah dipanggil Abu al-Qasim (Ayahanda Qasim). Putra ini wafat
ketika masih bayi. Anak lelaki Nabi Muhammad yang juga dilahirkan
Khadijah ialah Abdullah yang dipanggil ath-Thahir. Seperti kakaknya, ia
meninggal di usia batita.
Anak ketujuh
Rasulullah ialah Ibrahim. Lahir dari rahim Mariyah al-Qibthiyah.
Nabi Muhammad acap mengajak Ibrahim jalan-jalan menyusuri Medinah.
Di sebuah kesempatan,
Rasulullah bersama Ibrahim bertandang ke rumah Aisyah. “Apa yang mirip
antara saya dengan Ibrahim”, tanya Nabi Muhammad bersemangat. Aisyah
menjawab ketus. “Saya tak melihat ada yang mirip”.
Rasulullah yang
mendengar suara Aisyah bernada dongkol, segera angkat kaki. Ia buru-buru
menggaet Ibrahim untuk meninggalkan Aisyah yang dibakar amarah dan
cemburu. Nabi Muhammad tidak ingin ada perang Medinah yang lebih heboh
dari perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq atau perang Hunain.
Ibrahim wassalam
dari planet biru ini menjelang umur dua tahun. Tatkala dimakamkan,
Rasulullah tak kuasa membendung rasa haru. Ia menangis. Usai
dikubur, terjadi gerhana matahari. Penduduk Medinah menghubungkan
kematian Ibrahim dengan gerhana. Nabi Muhammad menepis. Gerhana
tidak terkait dengan kelahiran atau kematian seseorang. Gerhana merupakan
tanda kekuasaan Allah.
Pada hakikatnya,
hikmah kematian tiga putra Rasulullah serupa dengan kematian kedua orangtuanya,
Abdullah serta Aminah. Mereka wafat agar Islam tak memiliki dinasti
langsung dari tokoh sentral. Dinasti berefek negatif untuk melemahkan
sendi-sendi Islam dari masa ke masa. Dinasti dinilai dapat menggoyahkan
fondasi utama Islam yang tengah ditata.
Tidak bisa dimungkiri
bahwa Fatimah punya keturunan. Bahkan, putranya yang bernama Husein akan
mewariskan Imam Mahdi menjelang hari kiamat. Fatimah berbeda dengan
Qasim, Abdullah dan Ibrahim.
Jika tiga putra Nabi
Muhammad mencapai usia dewasa, maka, mereka dapat langsung mendirikan
dinasti. Satu dinasti saja bisa membahayakan Islam, apalagi tiga.
Kemungkinan perang antara ketiga dinasti sulit dihindari.
Di zaman jahiliah (era
hukum barbar), anak laki-laki sangat dibanggakan. Ia penerus
generasi. Makin banyak putra, kian disegani. Tak heran bila
pengantin diberi ucapan bir rifa wal banin (selamat berbahagia semoga
dikarunia putra).
Kala Rasulullah
mendakwahkan Islam, segelintir tokoh Quraisy ogah peduli. Soalnya, Nabi
Muhammad itu abtar (terputus) alias tidak memiliki putra. Al-Ash
bin Wail berceloteh: “keturunannya terputus”.
Punggawa-punggawa
Quraisy berpedoman bahwa kalau Rasulullah mangkat, ia tak bakal dikenang.
Namanya pasti dilupakan, termasuk ajarannya. Maklum, tiada putra penerus
misinya.
Mereka sesungguhnya
berpikir kesukuan. Dakwah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad bukan hasil
permenungan dirinya. Kepemimpinan Islam tidak terkait keturunan.
Memandang sebelah mata
Rasulullah karena abtar akhirnya ditinggalkan. Pasalnya, syiar
Islam makin menggema di sekeliling Mekah. Nabi Muhammad lalu pindah ke
oasis subur. Walau belum ada dinasti Islam, tetapi, timbul permusuhan di
keluarga suci Rasulullah. Perang dingin tersebut melibatkan para istri
Nabi Muhammad.
Aisyah, Hafsah serta
Saudah merupakan kubu trio maut. Trisula lain terdiri atas Ummu Salamah
bersama Zainab binti Jahsy yang dipimpin Fatimah az-Zahra, putri
Rasulullah. Ketika Shafiyah menjadi istri Nabi Muhammad, ia bingung
melihat permusuhan sesama istri. Shafiyah yang keturunan ningrat Yahudi
dari bani Nadir lantas mendekati Fatimah. Shafiyah memberinya perhiasan
emas sebagai lambang persahabatan.
Pertentangan dan
persaingan berputar pada masalah rumah tangga. Fatimah ikut arus karena
geram. Syahdan, di suatu hari yang tak diketahui tanggalnya. Aisyah
masuk ke kamar Fatimah yang sedang keluar. Aisyah meloncati jendela yang
menghubungkan bilik Rasulullah dengan kamar Fatimah. Ultimatum Fatimah
kepada ayahnya: “Tutup jendela itu!” Nabi Muhammad akhirnya menutup
jendela supaya perang dingin mencair, tidak mendidih.
Sekali peristiwa,
Shafiyah menangis. Hati Shafiyah perih oleh ejekan Aisyah serta
Hafsah. Rasulullah menenangkan. “Katakan pada mereka. Suamiku
Nabi Muhammad. Ayahku Nabi Harun. Pamanku Nabi Musa”.
Saat Rasulullah
mangkat, maka, seluruh 11 istrinya dinyatakan janda seumur hidup. Ada dua
hikmah mengapa mereka tak diperkenankan kawin.
Pertama, kelak
suami terakhir yang menemani di Surga. Jika Nabi Muhammad menjadi
pendamping terakhir, berarti ia menjadi suami mereka di
Surga.
Kedua, janda
Rasulullah tidak boleh menikah guna menghindarkan mereka melahirkan anak.
Resiko terbesar yang dialami kaum Muslim yakni perpecahan akibat anak yang
dilahirkan. Kuat dugaan mereka mendirikan dinasti. Sebab, mengaku
punya pertalian dengan Nabi Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar