Rabu, 19 November 2025

Siapa Namanya?


Siapa Namanya?
Oleh Abdul Haris Booegies


     "Pernahkah pemuda tampan berbaju biru ini singgah di penglihatanmu?"  Hudhud menyodorkan sebuah potret ke gagak yang bertengger di ranting keropos saninten.
     "Mengapa kau menanyakannya?"  Gagak balik bertanya seolah hendak menghentikan angin yang menerpa bulu hitamnya.
     "Kau spesies unggas dengan banyak pengetahuan.  Kau paham hal-hal yang dibiarkan gelap", tukas hudhud yang membuat gagak berbinar, bangga.  Bulu hitam dan kegelapan memang suka dipuji.
     "Kau mau kisah ini disingkap dari mana?"
     "Dari awal.  Bukankah awal senantiasa murah hati?  Apalagi, waktu kita banyak", usul hudhud sembari menepuk angin dengan kepak ekor yang lirih.
     "Waktuku tipis, Sobat.  Saya mau ke rimba seberang.  Di sana ada rapat para unggas", keluh gagak yang hendak terbang.
     "Ceritakan saja kisah nan syahdu", pinta hudhud.
     "Itu episode tersembunyi", gumam gagak yang bulunya laksana arang.
     "Di situ pula letak pesona yang tiada terperi.  Bukankah yang tersembunyi selalu menggoda?"  Ucap hudhud sambil tersenyum seolah melihat mangga ranum yang disembunyikan semut rangrang.
     "Ia punya kisah cinta", celetuk gagak.  Suaranya mirip gergaji yang memotong kayu tebal.
     "Pasti indah", hudhud tersenyum seraya mengepakkan sayap satu kali.  Garis-garis hitam serta putih di sayap coklatnya terlihat bergetar.
     "Tidak, cintanya karam.  Retak berkeping-keping.  Terhempas badai realita", ujar gagak.
     "Apa penyebabnya?"  Senyum hudhud kontan lenyap diterpa kecewa.  Wajahnya layu seketika.
     "Gadis itu putri bangsawan.  Ia kembang paling indah di taman permai.  Cantiknya bagai pagi yang tak pernah bisa dimiliki malam".
     "Pemuda ini berparas rupawan", ujar hudhud.
     "Betul, tetapi, ia berasal dari kasta minus harta.  Ia tak punya harta sebentuk pun, kecuali paras yang bagai peta menuju Surga".
     "Cintanya tersisih karena miskin?"  Tutur hudhud menunduk, seperti merasakan denting kecewa di tulangnya sendiri.
     "Faktanya begitu.  Ditolak oleh dunia yang lebih percaya harta daripada semangat juang membara.  Pemuda itu pun melarikan diri dari takdir ke takdir.  Mencoba aneka peruntungan.  Dalam imajinasinya, dunia ini luas.  Dunia tidak selebar wajah manusia.  Pemuda itu akhirnya menjelma sebagai legenda.  Namanya semerbak, lebih harum dari bunga paling indah di taman permai".
     "Siapa nama pemuda ganteng itu?"  Hudhud tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.  Hudhud mendekat, penasaran.
     Gagak memiringkan kepala.  Paruhnya yang hitam nyaris menyentuh liang telinga hudhud.  Ia seolah hendak menanamkan kutukan atau doa yang terlalu rahasia untuk dibunyikan.
     "Ia penuh berkah ilahi", bisik gagak membenamkan kata-katanya dalam kabut.
     "Jadi siapa nama pemuda sarat berkah berbaju biru itu?"  Hudhud setengah menjerit meminta kejelasan.
     "Namanya mudah diingat, mudah dilantunkan", desis gagak sembari menjulurkan sayap hitamnya yang berkilau diterpa Mentari.
     "Siapa namanya?"  Suara hudhud bergetar ingin mengetahuinya.  Sementara gagak memandang sekilas sang Surya.  Suaranya tertahan tatkala mau menyebut nama agung tersebut.  Ia mengerti, di balik nama itu, ada masa silam, masa kini dan masa depan.
     "Siapa namanya?"  Ulang hudhud.
     "Fadeli Luran".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People