Jumat, 24 Mei 2024

Penamatan Angkatan 80


Penamatan Angkatan 80
Oleh Abdul Haris Booegies


     Pada Kamis, 24 April 1986, seluruh 78 Angkatan 80 meninggalkan Pesantren IMMIM.  Kami bukan lagi santri, tetapi, alumni keenam yang tergabung di Ikatan Alumni Pesantren IMMIM (Iapim).
     Pendiri Pesantren IMMIM Haji Fadeli Luran pernah bersabda.  "Kelak, anakda akan bertebar".
     Sebait kalimat monumental ini bergema syahdu.  Perlahan terbukti kebenarannya.  Putra-putri IMMIM enteng di mana saja ditempatkan di tengah gejolak kompleksitas kehidupan ultramutakhir.  Kami gesit bergerak di lintasan penuh tikungan tajam.  Anak-anak IMMIM andal berhijrah sampai ke lekuk terpencil Bumi.  Maklum, dilengkapi keunggulan sebagai makhluk mandiri.  Kami terbiasa hidup selaras kapasitas diri sendiri.  Tidak mengeluh, tidak merintih, tidak cengeng.  Tiada pula isak hati terpendam.  Kami justru terbiasa lapar, terbiasa rindu dan terbiasa menjomlo.  Coba, semua derita sudah kami rasa sewaktu bocah!
     Pada Selasa, 29 April 1986, di hari lahirku ini, saya merindukan Pesantren IMMIM.  Rindu setelah sepekan menjauh dari radius Tamalanrea.  Langit biru yang tak berujung seolah membisik mesra hatiku yang gersang.  Sayangnya, saya malas ke pesantren untuk sekedar jalan-jalan
     Hari ini Kamis, 1 Mei 1986.  Pukul 06.00, saya ke kios koran untuk membeli Mimbar Karya.  Setelah membolak-balik surat kabar ini, hatiku berdegup girang.  Saya lulus Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas).
     Saya bergegas ke pesantren.  Di kampus, berjubel kawan dari Angkatan 80.  Semua berwajah ceria berkat lulus Ebtanas.
     Berkumpul bersama alumni 1986, terasa menggairahkan.  Kami senang lantaran bisa mendaftar sebagai calon mahasiswa baru.  Mendadak terasa bahwa Pesantren IMMIM memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengetahuan.
     Tidak lama lagi Angkatan 80 akan bergelut dengan aneka argumen, analisis maupun gagasan-gagasan spektakuler.  Ini pasti keren demi memperkokoh kemampuan analisis seraya menghimpun data valid dari sumber primer hakiki.
     Pagi pada Rabu, 14 Mei 1986, saya terkenang Pesantren IMMIM.  Saya teringat udara segar Tamalanrea.  Ingin menghirup aroma bayu Biringkanaya.  Menyembul kerinduan untuk menikmati lagi suasana pagi nan sejuk di pondok.
     Senja pada Sabtu, 21 Juni 1986, usai dari bioskop nonton Noda dan Asmara, saya ke Pesantren IMMIM.  Bakda Isya, saya mengatur kursi di aula.  Besok di tempat ini diselenggarakan wisuda keenam alumni Pesantren IMMIM.  Rekan sesama Angkatan 80, cuma satu atau dua yang sekelebat tampak.  Mereka sibuk menyiapkan diri menyambut hari penerimaan santri baru serta penamatan.
     Setelah menata kursi, saya ke kamar 2 asrama Panglima Polem.  Ini bilik terakhirku kala kelas VI.  Saya menumpang tidur sampai besok.
     Hari ini, Ahad, 22 Juni 1986, sayup-sayup terdengar shalawat tarhim shalat Shubuh dari masjid ath-Thalabah.  Sekonyong-konyong, terlintas masa-masa sebagai santri.  Semua mutlak tanpa pandang bulu untuk ke masjid.
     Kewajiban ke masjid merupakan aturan ketat di Pesantren IMMIM.  Siapa tak shalat berjamaah, niscaya dihukum berat.  Perintah shalat di masjid ini sesungguhnya yang mengarahkan santri memiliki attention span.  Ini keandalan berupa durasi waktu untuk fokus.  Tiap orang berbeda berapa lama supaya bisa berkonsentrasi.  Santri dengan kadar tinggi attention span, pasti repot terusik dengan iklim di sekelilingnya.
     Selepas mandi, saya bersolek.  Saya mengenakan jas.  Ini jas unik berharga Rp 35 ribu.  Saya terkesan saat pertama kali melihatnya di Roberta.  Mengenakan jas ini membuatku tampil ala James Bond versi lokal.
     Alkisah menurut hikayat, sewaktu kaki melangkah ke aula, dadaku berselubung kebanggaan.  Gejolak emosional bergemuruh bak gulungan gelombang.  Ini gara-gara saya termasuk santri dengan gugusan pelanggaran berat.  Rekan-rekan yang skala pelanggarannya di bawahku, justru berguguran.  Ada yang tidak kuasa lagi jadi santri.  Ada pula yang dipecat akibat berlapis-lapis konflik seputar kehidupan remaja merubungnya.  Entah bagaimana saya selamat sampai di destinasi akhir.  Ini tergolong verifikasi saya di Tamalanrea sebagai alumnus IMMIM.  Sebuah keajaiban setelah berkali-kali nyaris ambruk terjeblok.
     Kini, bersama rekan seangkatan, kami secara sukarela kembali ke pondok.  Bukan untuk belajar atau mengeksplorasi perspektif sebagaimana saat berstatus santri.  Kami kembali untuk menemukan potongan-potongan cerita yang tertinggal.  Mengais makna persahabatan setelah berhari-hari terpisah dengan teman sejiwa-sepenanggungan selama enam tahun.  Di momen khidmat ini, kami menyatukan identitas resmi sebagai alumni teranyar Pesantren IMMIM.
     Pukul 09.00, acara dimulai.  Aula terasa sempit.  Alumni, santri baru bersama orangtua serta undangan, membuat luas aula menyusut.  Saya memilih di luar agar leluasa menghirup udara segar.
     Usai acara penerimaan santri baru dan wisuda, Angkatan 80 berfoto-foto.  Kami berfoto bersama sahabat, pembina serta guru.  Alumni 1986 penuh takzim menghormat kepada pembina serta guru.  Pasalnya, mereka mengasah kami tatkala masih merupakan sumber daya insani yang lemah.  Para pembina dan guru tiada lelah melakukan transfer ilmu serta keterampilan agar kami lugas bersaing di tingkat tinggi.  Menjadikan Angkatan 80 sebagai ras level baru IMMIM demi melakoni kehidupan potensial di dunia realitas.
     Di aula ini, tiada sekat antara Angkatan 80 dengan para ustaz.  Kami merapatkan diri sebagai putra-putri terbaik Haji Fadeli Luran.  Hari ini, Ahad, 22 Juni 1986, kami menjadi komunitas bungsu dalam keluarga besar IMMIM.

     Berikut daftar Angkatan 80 Pesantren IMMIM Putra Tamalanrea yang disusun secara abjadiah.
Abdul Aziz Yusuf
Abdul Hafid
Abdul Haris Booegies
Abdul Muiz Muin
Abdul Muqit
Abidin Husain
Agus Adnan
Agus Ambo
Agus Ramadan
Agus Salim
Ahbaruddin
Ahmad Afifi
Ahmad Hidayat
Ahmad Natser
Ali Yusuf
Ambo Siknun
Andi Arman
Andi Asri Lolo
Andi Fausih Rahman
Andi Muhammad Yusuf
Andi Martan Aries
Andi Syamsir Patunru
Ansyarif
Arfandi Dulhaji
Arifin Rahman
Armansyah
As'ad Ismail
Atmal Ariadi Djaenal
Awaluddin HK
Awaluddin Mustafa
Burhan Hamid
Chalid Lageranna
Daswar Muhammad
Fuad Mahfud Azuz
Hamid Seltit
Hesdy Wahyuddin
Ikbal Said
Imam Setiawan
Irsyad Dahri
Irwan Thahir Manggala
Iskandar Adnan
Lukman Sanusi
Muaz Yahya
Muhammad
Muhammad Akbar Samad
Muhammad Arfah
Muhammad Kuri Kilat
Muhammad Thantawi
Muhammad Yunus
Muhammad Zubair Andy
Mutalib Besan
Rusman
Sabri Rata
Sahabuddin
Saifuddin Ahmad
Saifullah Nurdin
Saiful Latief
Shalahuddin Ahmad
Sirajuddin Omsa
Suharkimin
Syafaruddin
Tahir Mana
Wahyuddin Naro
Wahyu Muhammad
     Angkatan 80 Pesantren IMMIM Putri Minasa Te'ne.
Aisyah
Amriani Amin
Andi Tenri Ajrana
Darmawati
Darwiyanah N
Fakhriah Mumtihani
H Jumriah
Hariani
Harmawati
Hasnawati
Humaedah Kamal
Janiah
Julianti
Jumariah
Khaerani
Khaeriyah
Mardiah A
Mardianah
Marhani Jamil
Mulianah M
Muslika S
Najmiah
Nur Hayana
Nur Jamil
Nur Saida Beta
Nurhaedah
Nurhidayah
Nursaidah N
Nursyamsu
Nurul Fuada
Pahmiati
Rahma Afiah Agustiati
Rahmatiah B
Rasnah
Rosmiati C
Rosmiati T
Rostiah HL
Ruqayah
Siti Habibah
Siti Hasrawati HS
Siti Syahri Nur
Sukhriani S
Suriani B
Sutriani
Syamsidar
Syarifa Jama

Foto terlampir di momen wisuda Angkatan 80 (Alumni 1986).  Tempat di depan kantor Majelis Guru, kini menjadi koperasi santri Tsanawiyah IMMIM


Sabtu, 18 Mei 2024

Hari Terakhir di Pesantren IMMIM


Hari Terakhir di Pesantren IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies


     Kehidupan yang ditapak, niscaya punya akhir.  Ada kanan, ada kiri.  Ada depan, ada belakang, tetapi, yang pasti ada awal, ada akhir.  Tidak ada yang abadi kecuali pergantian kehidupan.
     Hidup merupakan pergeseran yang diserupakan roda berputar.  Hari ini bersuka-ria.  Besok berdukacita.  Sekarang sukses, nanti gagal.  Ada pergantian kehidupan dari positif ke negatif atau sebaliknya.
     Pergantian kehidupan dialami oleh siapa pun.  Tidak pandang bulu, punya bulu mata, bulu kaki atau bulu ketiak.  Semua mengalami pergantian kehidupan.
     Pergantian kehidupan inilah yang terjadi di Pesantren IMMIM.  Di suatu hari nan cerah, 78 pemuda tampan bersalin rupa dari santri menjadi alumni.
     Apa yang terjadi hari itu?  Bagaimana suasana ketika Angkatan 80 tamat sebagai alumni keenam Pesantren IMMIM?  Apa yang terjadi di hari terakhir itu sebagai santri?
     Kita akan berkelana melintas sang kala.  Menerobos waktu agar tiba pada Rabu, 23 April 1986 yang bertepatan 14 شَعْبان 1406.  Ini pasti mendebarkan.  Sebab, kita bakal bersua dengan masa silam tanpa bantuan sulap, tanpa penggunaan sihir.
     Beginilah hikayat tersebut terjadi pada 38 tahun lampau.  Ketika itu, hatiku berbunga-bunga.  Ini hari terakhir Ujian Pesantren setelah ujian Aliyah dan Ebtanas.  Hari ini, kami menghadapi mata pelajaran Insya' (mengarang).
     Di ruang ujian, semua 78 santri kelas VI tidak bisa fokus.  Kami menghitung detak jarum jam.  Sebentar lagi kami tamat di pesantren.  Enam tahun berlalu.  Kami setia bertahan di pondok demi rasa cinta kepada Pesantren IMMIM.  Hari yang dinanti akhirnya datang.  Satu per satu santri keluar ruangan sesudah menyelesaikan kewajiban mengisi jawaban.
     Koridor kelas maupun beranda asrama mendadak riuh dengan pekik kejayaan.  Kami alumni keenam sukses mencapai garis finis.  Seluruh 78 mantan santri saling berangkulan.  Kami bagai tak menyangka bahwa ada akhir di pesantren.  Angkatan 80 sukses keluar dari labirin sarat aturan.
     Terdengar gelak tawa membahana.  Cerita yang dihamburkan pun simpang-siur.  Tak ditahu kisah apa hendak dituturkan untuk dihimpun sebagai epos.  Semua larut dalam kebahagiaan.
     Sejumlah bekas santri ini saling berkerumun agar menulis nama berikut simbol di baju sesama rekan dengan spidol atau cat semprot pylox.  Sepertinya Saifullah Nurdin sudah menyiapkan pylox merah.
     Menjelang Zhuhur, saya ke serambi rayon Panglima Polem.  Tampak Muhammad Kuri Kilat seorang diri menghamparkan tenda.  Kami berdua lantas memasang tenda di lapangan depan asrama Datuk Ribandang.
     Sebagian sahabat memilih pulang.  Menuntaskan rindu dendam di kampung masing-masing.  Di kampus, laskar 8086 tersisa sekitar 35 orang.  Mereka bertahan untuk hadir di Malam Renungan.
     Pukul 17.00, Angkatan 80 mulai berkumpul di tenda.  Ada yang duduk, ada pula berbaring.  Lengking musik rock pun membahana.  Kami memilih dendang rock untuk menunjukkan gejolak emosi yang sedikit sinting gara-gara euforia kelulusan.
     Saat senja, beberapa santri bergerombol memperhatikan kami di tenda.  Rasa bangga menyelinap di kalbu.  "Kami tamat.  Kalian menyusul, adik-adikku".
     Api unggun kemudian dinyalakan.  Kobar api laksana semangat kami selama menuntut ilmu di Pesantren IMMIM.
     Saya lantas ke rumah di Jalan Veteran Selatan untuk mengambil susu, kopi serta gula.  Hanya ini yang akan menemani kami sampai larut malam, sampai subuh, sampai pagi.
     Pukul 01.00, alunan rock tetap meraung-raung seperti dengung sirene.  Api unggun pun terus membesar.  Membumbung menjilat pekat malam.
     Pukul 02.00, ustaz Abdul Kadir Kasim tiba di tenda sebagai puncak Malam Renungan.  Api unggun mulai redup ketika terdengar pembacaan ayat suci al-Qur'an dengan terjemah.  Penerangan di tenda yang remang-remang cuma senter.
     Ustaz Kadir lantas menasehati kami.  Makin lama, nasehat itu kian terdengar seperti untaian kata perpisahan seorang ibu dengan anak gadisnya.  Ini membuat kami terharu.  Isak tangis mulai terdengar.
     Saya tak kuasa menahan air mata ketika ustaz Kadir mendoakan kami.  Ada atmosfer refleksi bergelayut di dada.  Sebentar lagi pundak kami memikul tanggung jawab besar.  Bukan sekedar pelawan laku kriminal, namun, segera berproses dalam eksplorasi diri secara maksimal.
     Usai menuntaskan pesan-pesan motivasional, kami bergantian memeluk ustaz Kadir.  Ia sesepuh di antara seluruh pembina pesantren.
     Pukul 04.00, kami ke masjid.  Shalat sunah dua rakaat sebagai tanda syukur kepada Allah.  Kami sujud untuk membujuk Tuhan supaya diberi jalur lempeng, bukan lorong berliku.  Kami berterima kasih berkat terpilih sebagai 78 alumni setelah ditapis dari 155 jumlah awal Angkatan 80.
     Selepas shalat Shubuh, kami saling bersalaman dengan santri kelas I, II, III, IV dan V.  Kami lalu jalan-jalan di luar kampus.  Sesudah itu, menemui para pembina.
     Enam tahun di pesantren menjadi landasan pergantian kehidupan.  Kami sesama alumni 1986 tetap menjalin ukhuwah, memupuk silaturahmi.  Selalu ada ikatan emosional tatkala mengenang hari-hari romantis atau kelabu di Pesantren IMMIM.
     Dewasa ini, nostalgia tentang kehidupan di kampus IMMIM Tamalanrea, makin mengikat jiwa.  Ada sesuatu yang mengusik hati bila terkenang suka duka sebagai santri.  Ada kerinduan mengulang kehidupan itu sesudah tenaga aus oleh usia.  Ada hasrat di ujung akhir pengembaraan di dunia untuk mengulang hari-hari di Pesantren IMMIM sebagai santri, sebagai bagian dari pergantian kehidupan.

Berikut peserta Malam Renungan Angkatan 80 (alumni 1986).  Disusun secara alfabetis.
Abdul Haris Booegies
Ahmad Afifi
Ahmad Hidayat
Andi Asri Lolo
Andi Fausih Rahman
Andi Muhammad Yusuf
Ansarullah Abubakar Latonra
Awaluddin Mustafa
Fuad Mahfud Azuz
Hamid Seltit
Irsyad Dahri
Iskandar Adnan
Muhammad Kuri Kilat
Muhammad Ridwan
Muhammad Zubair Andy
Sabri Rata

Foto terlampir adalah buku harian yang menjadi landasan tulisan


Rabu, 15 Mei 2024

Penghuni Datuk Ribandang 1980


Penghuni Datuk Ribandang 1980
Oleh Abdul Haris Booegies


     Pada pertengahan 1980, Pesantren IMMIM hanya punya lima asrama.  Lima bangsal ini yakni Datuk Ribandang, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, Panglima Polem dan Imam Bonjol.
     Rayon Ribandang merupakan asrama pertama yang dibangun pada 1975.  Setelah pendiri Pesantren IMMIM wafat pada 1992, namanya diabadikan dengan mengganti Ribandang menjadi asrama Fadeli Luran.
     Ribandang merupakan rayon bagi santri pertama yang masuk pada 1975.  Di masa itu, santri belum menggunakan ranjang besi bertingkat.  Mereka cuma menggunakan ranjang papan yang memanjang untuk beberapa santri.  Ranjang besi mulai digunakan pada 1980.
     Ketika masuk pada 1980, sisa-sisa ranjang papan masih tampak di asrama Anwar Sadat.  Pada 1983, bangsal ini menjadi kamar pengurus Ikatan Santri Pesantren IMMIM (ISPM) alias OSIS.  Di situ pula santri pelanggar dihukum secara fisik.  Mereka dihantam maupun ditempeleng.  Usai menerima siksa, semua santri pelanggar pun menderita bengkak atau lecet.  Maklum, pengurus ISPM kecanduan kekerasan.
     Angkatan 80 alias alumni 1986, awalnya berjumlah 155.  Jumlah ini susut menyisakan 78 alumni.  Mereka berjaya lantaran tahan banting selama enam tahun.  Tidak cengeng atau tergoda kehidupan luar yang gemerlap.  Kendati digembleng di ladang berduri, laskar 8086 tetap setia.  Hingga, ladang penuh onak tersebut menjelma taman dengan kembang warna-warni nan elok.
     Tambahan 155 santri baru pada 1980, ternyata tidak mampu tertampung di lima asrama.  Sekitar 20 santri akhirnya dititip di aula.  Mereka kemudian dikarantina di asrama Anwar Sadat.  20-an santri ini akhirnya berlabuh di asrama Ayatollah Khomeini.  Khomeini merupakan rumah panggung yang terletak di Jalan Bugis, jalan setapak dekat danau Unhas.
     Saya beruntung bukan termasuk 20-an santri yang bernasib terkatung-katung digeser kanan-kiri.  Saya ditempatkan di kamar dua Ribandang bersama 33 santri.  Ini termasuk bilik para raksasa dari kalangan santri kelas satu.  Soalnya, semua berukuran tinggi besar.  Bukan cuma berfisik gigantik.  Sebab, rata-rata badung.
     Santri baru bertubuh mini ditempatkan di Hasanuddin.  Selain berpostur pendek, mereka juga sensitif digertak.  Hingga, mereka merespons secara gesit segala perintah.  Inilah yang membuatnya rajin ke masjid.  Soalnya, takut dengan ketua kamar serta pembina.  Bahkan, pembina kamar bernama Boomboom pernah mengeluarkan ancaman dahsyat.  "Siapa belum bangun untuk shalat Shubuh, saya lemparkan kau lewat jendela!"
     Siapa pula santri baru tidak ketakutan mendengar ancaman mengerikan.  Ini tragedi kelam.  Apalagi, Boomboom tergolong sangat besar di Pesantren IMMIM.  Suaranya menggelegar bak gemuruh guntur.  Ini kombinasi ideal untuk menggertak.  Ironisnya, setelah semua penghuni Hasanuddin ke masjid, Boomboom justru berleha-leha tidur sampai pagi.  Coba, lihainya akalnya.
     Di kamar dua Ribandang pada 1980, ketua kamar ialah Rusdi.  Ia santri kelas lima.  Jika Rusdi tidak ada, penghuni kamar dua pun heboh.  Kami bebas melakukan aktivitas di dalam bilik.  Ini mempermudah kami beradaptasi dengan kondisi pesantren yang terasa asing, riuh sekaligus berjubel aturan.  Pesantren masih ibarat ladang dengan duri-duri yang melukai.  Ada perih, ada luka yang selalu menganga oleh bayangan untuk bertahan selama enam tahun.
     Ada dua memori yang senantiasa terlintas di pikiran saya kala terkenang Tamalanrea 1980.  Pertama, Fachri Jauzy menjadi santri pertama yang membawa teh celup.  Kedua, Nur Lezy memboyong lemari mahabesar.  Jangankan pakaian, lima santri malahan enteng bersembunyi di lemarinya.  Bahkan, saya bisa masuk dengan posisi berdiri di tempat gantungan baju.  Inilah lemari terbesar yang pernah ada di Pesantren IMMIM.
     Berikut nama penghuni kamar dua asrama Datuk Ribandang pada pertengahan 1980.  Disusun secara abjadiah.
Abdul Hafid
Abdul Haris Booegies
Abdul Khalik
Abdul Samad
Ahmad Hidayat
Ahmad Natser
Ahmad Taufik
Agus Ambo
Agus Laja
Andi Muhammad Nur Taufik
Fachri Jauzy
Farid
Halid Lageranna
Heriyanto
Ilham
Irsyad Dahri
Mochtar Goval
Nur Alim Basyir
Nur Lezy
Rusman
Syahabuddin
Syukri Makmur
Zakaria

Narasumber secara alfabetis
Ahmad Hidayat
Ahmad Natser
Syahruddin Fattah

Foto terlampir saat kelas VI di Pesantren IMMIM


Senin, 13 Mei 2024

Tembang Raib


Tembang Raib
Oleh Abdul Haris Booegies


     Ada banyak kenangan selama remaja.  Nostalgia-nostalgia tersebut akan membentuk untaian kerinduan.  Rindu bersua dengan sesama pelaku kenangan.  Rindu dengan tempat kenangan berlangsung.  Bahkan, rindu mengulang kenangan itu.
     Kala bocah, kita samar-samar terkesan saat disuap oleh ibu.  Boleh jadi juga teringat tante judes yang membatasi jatah ikan.  Ini nostalgia dalam keluarga normal.  Lain cerita dengan santri yang ditempa di pondok selama enam tahun.  Hikayat lebih seru tidak bisa ditawar-tawar.
     Di Pesantren IMMIM era 80-an, hidangan santri sangat sederhana.  Lauk cuma ikan kering, teri goreng, perkedel teri, tembang goreng, tempe goreng serta tumis tempe yang dicampur jeroan.
     Pada pertengahan 1980 sewaktu kelas satu di Pesantren IMMIM, saya agak risi.  Soalnya, ada kawan mencuri tembang goreng.  Ia ketahuan setelah santri di meja bersangkutan disuruh semua melepas songkok.  Tiba-tiba melenting tembang goreng dari balik kopiah.  Pelakunya berinisial Z.  Ia tepergok akibat kurang andal memahami definisi operasional pencurian yang santun.  Ia belum mahir, masih medioker.  Triknya berlepotan, kasar karena belum berpengalaman menjambret ikan.  Orkestrasi yang dipraktekkan secara solo masih jauh dari skala maksimal.  Biasalah, baru beberapa hari jadi santri.
     Santri panjang tangan rupanya tidak kapok.  Pasalnya, selalu saja ada santri yang kehilangan tembang goreng.
     Ketika duduk di kelas lima, ada peningkatan gizi.  Sekali sepekan, santri memperoleh pembagian sepotong telur rebus.  Satu telur dibagi dua.
     Ketika tahu bahwa santri makan telur, saya pun ke dapur.  Biasanya saya ke aula menikmati santapan sedap.  Ini karena ada pegawai negeri atau swasta dari daerah ikut pelatihan.  Sajiannya ala restoran.  Saya selalu memperoleh ransum berkat akrab dengan Mantang, kepala konsumsi.  Rantangku senantiasa terisi ayam goreng atau gulai.  Ini menguntungkan saya lantaran tidak suka ikan.  Baunya amis.  Hingga, kalau terpaksa ke dapur santri, saya lebih memilih jadwal bermenu tempe.
     Saya ingin suguhan hari ini berbeda dengan mendatangi lagi dapur santri.  Berhasrat bertualang merasakan suasana dapur yang hiruk-pikuk, sesak sekaligus pengap.  Separah apa pun kondisi dapur, pasti tetap menjadi kerinduan bagi perut lapar.  Jika kenyang, santri bisa produktif.  Minimal sibuk tak keruan arah di asrama.
     Saya santri kelas lima yang pertama tiba di dapur.  Tangan langsung gatal mencomot telur.  Ini membuat saya panen raya.  Lebih 10 potongan telur di ompreng teman saya tilap.  Ini saja sudah cukup mengenyangkan tanpa nasi.
     Tatkala rekan-rekan ribut bersengketa gara-gara telur raib, saya bersikap bengong.  Ajaibnya, tiada seorang sahabat yang menudingku.  Musababnya, mereka mafhum bila selama ini makananku enak.  Apalagi, saya tepercaya secara moralitas.  Mustahil saya mengaut atau mencoleng secara diam-diam.
     Selama enam tahun di pesantren, terhampar fakta bahwa hanya ikan kering, teri dan tempe yang tidak pernah hilang.  Kasus kehilangan tembang goreng menempati posisi teratas disusul telur.
     Kalau saja ada santri yang mencuri teri, dapat dipastikan ia belum makan selama berhari-hari.  Bayangkan, teri saja yang cuma berbumbu kecap ia rampas, apalagi tembang goreng yang lezat hasil racikan koki-koki cantik.

Foto terlampir saat kelas III di kamar 2 rayon Pangeran Diponegoro Pesantren IMMIM pada 1982


Minggu, 05 Mei 2024

Komposisi Pengurus Iapim 1993

 

 

 

 

KOMPOSISI PENGURUS IKATAN ALUMNI PESANTREN IMMIM (IAPIM) PERIODE 1993

I. Penasehat
1. Ketua Umum DPP IMMIM
2. Ketua Yasdic IMMIM

II. Dewan Pembina
1.  Direktur Pesantren IMMIM Putra
2.  Direktur Pesantren IMMIM Putri
3.  H Abdurrahman A Basalamah SE, MS
4.  Drs H Muhammad Ahmad
5.  Ir M Ridwan Abdulllah

III.  Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO)
1.  Ir M Indra Jaya Mansyur
2.  Drs M Anshar Ilyas
3.  Drs Syamsulbahri Salihima
4.  Amir Mahmud BA
5.  Drs Khaeruddin Bahar
6.  HM Tamsir SH
7.  Drs H Zainal Abidin

IV. Litbang
1.  Drs Yusra
2.  Irsyad Dahri SE
3.  Drs H Amin Bugman
4.  Ir Kurnia Makkawaru
5.  Drs Irwanuddin
6.  Sirajuddin Omsa SH
7.  Dra Fachriyah Muntihani
8.  Harun Arsyd SH
9.  Drs Nurzaman Razak
10.  Taufiq Bahar SE
11.  dr. Hasanuddin Ishak
12.  M Asri Arief
13.  Abdul Haris Booegies
14.  Saefuddin Ahmad

V.  Pengurus Harian
Ketua Umum
H Ahmad Fathanah
Ketua I
Zubair Natsir
Ketua II
M Mujetaba
Ketua III
Yasir Kariem
Ketua IV
Ariani Amier

Sekretaris Umum
Zulfiqar A Ghaffar
Sekretaris I
A Munira Anwar
Sekretaris II
M Sabir Maidin
Sekretaris III
Irwan Kasim
Sekretaris IV
Vivi Amelia

Bendahara Umum
Ira Ekawati
Wakil Bendahara
Ulfa Alimuddin Luran

Departemen-Departemen

1. Departemen Pembinaan Kader
1.  Sumriyadi Jamal (Koordinator)
2.  Saidin Mansyur
3.  Syamsul Kemal
4.  Hamdiani Latief
5.  Nur Hikmah

2. Departemen Kerjasama Almamater
1.  Wahyuddin (Koordinator)
2.  Mukhlis Alimuddin
3.  Akmal
4.  Nur Aida Bahyus
5.  Zaenab

3. Departemen Sosial
1.  Musbah Agus (Koordinator)
2.  Muammar Khaddafi
3.  Akbar
4.  Safri Muin
5.  Anwar Wahab

4. Departemen Dakwah
1.  Farid Amien (Koordinator)
2.  Mujahid
3.  Abdi
4.  Tinpa AM
5.  Mubaraq

5. Departemen Penerangan
1.  Adari (Koordinator)
2.  Syamsuddin HS
3.  Arman Saleh
4.  Irmawati
5.  Mulhaeri Saleh

6. Departemen Olahraga dan Kesenian
1.  Rizal Domopolii (Koordinator)
2.  Muliadi
3.  Ma'ri Siddiq
4.  Muhammad Bakri
5.  Muhammad Rusydi

7. Depatemen Dana dan Logistik
1.  Syafi'i Siun (Koordinator)
2.  Rizkayati
3.  Yudhar Umar
4.  Muhriana
5.  Maryam

8. Departemen Keputrian
1.  Fatma Jawahira (Koordinator)
2.  Asma Mile
3.  Dahriah
4.  Mutiah
5.  Marhayani

 

Inilah Guinea yang Perkasa

 

 


 

Inilah Guinea yang Perkasa
Oleh Abdul Haris Booegies

     Pukul 19.00 WIB pada Kamis, 9 Mei 2024, berlangsung babak play-off antara Guinea dengan Indonesia.  Pertandingan berlangsung di Centre National du Football de Clairefontaine, Paris, Perancis.  Duel ini untuk memperebutkan tiket terakhir ke Olimpiade Paris 2024 yang diselenggarakan pada Jumat, 26 Juli 2024-Ahad, 11 Agustus 2024.
     Ada 16 negara yang bakal bermain di cabang olahraga sepak bola.  15 tim sudah memastikan diri lolos.
     Guinea merupakan negara kecil dengan Ibu Kota Conakry.  Negeri di Afrika Barat ini berpenduduk sekitar 14 juta jiwa dengan 85 persen Muslim mazhab Sunni.
     Di Guinea, sepak bola menjadi olahraga populer.  Walau berpenduduk minim, namun, Guinea mampu mencetak pemain kelas dunia.  Mereka merumput di Austria, Belgia, Jerman, Prancis serta Yunani.
     Di skuad Guinea U-23 ini, terdapat 13 pemain abroad dan lima pemain yang berlaga di liga lokal.  Saat ini, kesebelasan Guinea U-23 dilatih oleh Kaba Diawara yang sebelumnya melatih tim senior Guinea.  Kaba mentereng karena pernah membela Arsenal, Marseille serta PSG.  Ia ditunjuk sebagai pelatih U-23 pada April 2024.
     Di Guinea U-23, sejumlah bintang bercokol.  Mereka antara lain Algassime Bah (Olympiacos), Selu Diallo (Deportivo Alaves), Mohamad Soumah (KAA Gent), Madiou Keita (Auxerre B), Lassana Diakhaby (Valenciennes) dan Aguibou Camara (Atromitos Athen).  Pemain paling berbahaya yakni Algassime Bah.  Serangannya betul-betul bak bah.  Kini, ia membela Olympikos, klub elite Yunani.
     Guinea yang berjuluk Sily Nationale berada di posisi runner up Piala Afrika pada 1976.  Mereka kalah dari Maroko.
     Di Guinea, klub raksasa ialah Djoliba AC (Athletic Club).  Klub terkemuka ini berdiri pada 1953.  Mereka memenangkan banyak gelar liga domestik.
     Keunggulan pemain Guinea ialah fisik prima.  Rata-rata berperut six-pack.  Mereka tahan panas karena berasal dari Afrika yang bersuhu menyengat.  Apalagi, mereka sudah disunat karena Muslim.  Hingga, larinya sekencang kijang.
     Tim nasional Guinea yang bergelar Sily Nationale alias gajah-gajah nasional, niscaya repot dibendung.  Lawan-lawan bakal keteteran diseruduk persis amuk gajah murka.  Cucu-cucu para pencuri rempah-rempah yang beroperasi selama 350 tahun pasti hancur-lebur di tangan gajah Guinea.  Gawang cucu bekas penjajah wajib dibombardir agar paham bahwa Guinea bukan tandingannya.  Timnas Hindia Belanda gadungan cuma lawan lembek yang hanya fasih mem-bully om Tommy Welang atau menghujat wasit yang bekerja secara baik.  Dasar kampungan!

DAFTAR PEMAIN GUINEA YANG PASTI MENGHAJAR MAMPUS LAWANNYA DI PLAY-OFF
Sandali Condé (penjaga gawang, 21 tahun, SV Stripfing)
Sékou Camara (penjaga gawang, 21 tahun, Hafia FC)
Lassana Diakhaby (penjaga gawang, 20 tahun, Valenciennes FC U19)
Mory Keita (penjaga gawang, 18 tahun, Hafia FC)
Naby Oularé (bek tengah, 21 tahun, Boluspor)
Sahmkou Camara (bek tengah, 20 tahun, FC Stade-Lausanne-Ouchy)
Cheick Thiam (bek tengah, 20 tahun, Beerschot V.A.)
Madiou Keita (bek tengah, 19 tahun, AJ Auxerre B)
Bangaly Cissé (bek tengah, 21 tahun, SOAR Academie)
Chérif Camara (bek tengah, 21 tahun, Hafia FC)
Mohamed Soumah (bek tengah, 21 tahun, Jong KAA Gent)
Ousmane Kokoe Coumbassa (gelandang, 22 tahun, al-Shorta SC)
Fode Camara (gelandang, 21 tahun, CS Sfaxien)
Naby Camara (gelandang, 22 tahun, al-Waab SC)
Ibrahima Fofana (gelandang, 21 tahun, Kocaelispor)
Selu Diallo (gelandang, 20 tahun, Deportivo Alavés B)
Aguibou Camara (gelandang, 22 tahun, Atromitos Athen)
Sekou Tidiany Bangoura (gelandang, 22 tahun, Tuzlaspor)
Momo Cissé (sayap kiri, 21 tahun, pemain tanpa klub)
Alseny Soumah (sayap kiri, 23 tahun, Horoya AC)
Salifou Soumah (sayap kanan, 20 tahun, Zira FC)
Ousmane Camara (depan tengah, 22 tahun, FC Annecy)
Algassime Bah (depan tengah, 21 tahun, Olympiacos Piraeus)
Elhadj Bah (depan tengah, 22 tahun, USL Dunkerque)
Mohamed Diaby (depan tengah, 22 tahun, KF Trepca 89)
Saran Mamoudou Kanté (depan tengah, 23 tahun, Hafia FC)
Mohamed Lamine Soumah (bomber, 21 tahun, AS Kaloum)


Amazing People