Penamatan Angkatan 80
Oleh Abdul Haris Booegies
Pada Kamis, 24 April 1986, seluruh 78 Angkatan 80 meninggalkan Pesantren IMMIM. Kami bukan lagi santri, tetapi, alumni keenam yang tergabung di Ikatan Alumni Pesantren IMMIM (Iapim).
Pendiri Pesantren IMMIM Haji Fadeli Luran pernah bersabda. "Kelak, anakda akan bertebar".
Sebait kalimat monumental ini bergema syahdu. Perlahan terbukti kebenarannya. Putra-putri IMMIM enteng di mana saja ditempatkan di tengah gejolak kompleksitas kehidupan ultramutakhir. Kami gesit bergerak di lintasan penuh tikungan tajam. Anak-anak IMMIM andal berhijrah sampai ke lekuk terpencil Bumi. Maklum, dilengkapi keunggulan sebagai makhluk mandiri. Kami terbiasa hidup selaras kapasitas diri sendiri. Tidak mengeluh, tidak merintih, tidak cengeng. Tiada pula isak hati terpendam. Kami justru terbiasa lapar, terbiasa rindu dan terbiasa menjomlo. Coba, semua derita sudah kami rasa sewaktu bocah!
Pada Selasa, 29 April 1986, di hari lahirku ini, saya merindukan Pesantren IMMIM. Rindu setelah sepekan menjauh dari radius Tamalanrea. Langit biru yang tak berujung seolah membisik mesra hatiku yang gersang. Sayangnya, saya malas ke pesantren untuk sekedar jalan-jalan
Hari ini Kamis, 1 Mei 1986. Pukul 06.00, saya ke kios koran untuk membeli Mimbar Karya. Setelah membolak-balik surat kabar ini, hatiku berdegup girang. Saya lulus Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas).
Saya bergegas ke pesantren. Di kampus, berjubel kawan dari Angkatan 80. Semua berwajah ceria berkat lulus Ebtanas.
Berkumpul bersama alumni 1986, terasa menggairahkan. Kami senang lantaran bisa mendaftar sebagai calon mahasiswa baru. Mendadak terasa bahwa Pesantren IMMIM memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengetahuan.
Tidak lama lagi Angkatan 80 akan bergelut dengan aneka argumen, analisis maupun gagasan-gagasan spektakuler. Ini pasti keren demi memperkokoh kemampuan analisis seraya menghimpun data valid dari sumber primer hakiki.
Pagi pada Rabu, 14 Mei 1986, saya terkenang Pesantren IMMIM. Saya teringat udara segar Tamalanrea. Ingin menghirup aroma bayu Biringkanaya. Menyembul kerinduan untuk menikmati lagi suasana pagi nan sejuk di pondok.
Senja pada Sabtu, 21 Juni 1986, usai dari bioskop nonton Noda dan Asmara, saya ke Pesantren IMMIM. Bakda Isya, saya mengatur kursi di aula. Besok di tempat ini diselenggarakan wisuda keenam alumni Pesantren IMMIM. Rekan sesama Angkatan 80, cuma satu atau dua yang sekelebat tampak. Mereka sibuk menyiapkan diri menyambut hari penerimaan santri baru serta penamatan.
Setelah menata kursi, saya ke kamar 2 asrama Panglima Polem. Ini bilik terakhirku kala kelas VI. Saya menumpang tidur sampai besok.
Hari ini, Ahad, 22 Juni 1986, sayup-sayup terdengar shalawat tarhim shalat Shubuh dari masjid ath-Thalabah. Sekonyong-konyong, terlintas masa-masa sebagai santri. Semua mutlak tanpa pandang bulu untuk ke masjid.
Kewajiban ke masjid merupakan aturan ketat di Pesantren IMMIM. Siapa tak shalat berjamaah, niscaya dihukum berat. Perintah shalat di masjid ini sesungguhnya yang mengarahkan santri memiliki attention span. Ini keandalan berupa durasi waktu untuk fokus. Tiap orang berbeda berapa lama supaya bisa berkonsentrasi. Santri dengan kadar tinggi attention span, pasti repot terusik dengan iklim di sekelilingnya.
Selepas mandi, saya bersolek. Saya mengenakan jas. Ini jas unik berharga Rp 35 ribu. Saya terkesan saat pertama kali melihatnya di Roberta. Mengenakan jas ini membuatku tampil ala James Bond versi lokal.
Alkisah menurut hikayat, sewaktu kaki melangkah ke aula, dadaku berselubung kebanggaan. Gejolak emosional bergemuruh bak gulungan gelombang. Ini gara-gara saya termasuk santri dengan gugusan pelanggaran berat. Rekan-rekan yang skala pelanggarannya di bawahku, justru berguguran. Ada yang tidak kuasa lagi jadi santri. Ada pula yang dipecat akibat berlapis-lapis konflik seputar kehidupan remaja merubungnya. Entah bagaimana saya selamat sampai di destinasi akhir. Ini tergolong verifikasi saya di Tamalanrea sebagai alumnus IMMIM. Sebuah keajaiban setelah berkali-kali nyaris ambruk terjeblok.
Kini, bersama rekan seangkatan, kami secara sukarela kembali ke pondok. Bukan untuk belajar atau mengeksplorasi perspektif sebagaimana saat berstatus santri. Kami kembali untuk menemukan potongan-potongan cerita yang tertinggal. Mengais makna persahabatan setelah berhari-hari terpisah dengan teman sejiwa-sepenanggungan selama enam tahun. Di momen khidmat ini, kami menyatukan identitas resmi sebagai alumni teranyar Pesantren IMMIM.
Pukul 09.00, acara dimulai. Aula terasa sempit. Alumni, santri baru bersama orangtua serta undangan, membuat luas aula menyusut. Saya memilih di luar agar leluasa menghirup udara segar.
Usai acara penerimaan santri baru dan wisuda, Angkatan 80 berfoto-foto. Kami berfoto bersama sahabat, pembina serta guru. Alumni 1986 penuh takzim menghormat kepada pembina serta guru. Pasalnya, mereka mengasah kami tatkala masih merupakan sumber daya insani yang lemah. Para pembina dan guru tiada lelah melakukan transfer ilmu serta keterampilan agar kami lugas bersaing di tingkat tinggi. Menjadikan Angkatan 80 sebagai ras level baru IMMIM demi melakoni kehidupan potensial di dunia realitas.
Di aula ini, tiada sekat antara Angkatan 80 dengan para ustaz. Kami merapatkan diri sebagai putra-putri terbaik Haji Fadeli Luran. Hari ini, Ahad, 22 Juni 1986, kami menjadi komunitas bungsu dalam keluarga besar IMMIM.
Berikut daftar Angkatan 80 Pesantren IMMIM Putra Tamalanrea yang disusun secara abjadiah.
Abdul Aziz Yusuf
Abdul Hafid
Abdul Haris Booegies
Abdul Muiz Muin
Abdul Muqit
Abidin Husain
Agus Adnan
Agus Ambo
Agus Ramadan
Agus Salim
Ahbaruddin
Ahmad Afifi
Ahmad Hidayat
Ahmad Natser
Ali Yusuf
Ambo Siknun
Andi Arman
Andi Asri Lolo
Andi Fausih Rahman
Andi Muhammad Yusuf
Andi Martan Aries
Andi Syamsir Patunru
Ansyarif
Arfandi Dulhaji
Arifin Rahman
Armansyah
As'ad Ismail
Atmal Ariadi Djaenal
Awaluddin HK
Awaluddin Mustafa
Burhan Hamid
Chalid Lageranna
Daswar Muhammad
Fuad Mahfud Azuz
Hamid Seltit
Hesdy Wahyuddin
Ikbal Said
Imam Setiawan
Irsyad Dahri
Irwan Thahir Manggala
Iskandar Adnan
Lukman Sanusi
Muaz Yahya
Muhammad
Muhammad Akbar Samad
Muhammad Arfah
Muhammad Kuri Kilat
Muhammad Thantawi
Muhammad Yunus
Muhammad Zubair Andy
Mutalib Besan
Rusman
Sabri Rata
Sahabuddin
Saifuddin Ahmad
Saifullah Nurdin
Saiful Latief
Shalahuddin Ahmad
Sirajuddin Omsa
Suharkimin
Syafaruddin
Tahir Mana
Wahyuddin Naro
Wahyu Muhammad
Angkatan 80 Pesantren IMMIM Putri Minasa Te'ne.
Aisyah
Amriani Amin
Andi Tenri Ajrana
Darmawati
Darwiyanah N
Fakhriah Mumtihani
H Jumriah
Hariani
Harmawati
Hasnawati
Humaedah Kamal
Janiah
Julianti
Jumariah
Khaerani
Khaeriyah
Mardiah A
Mardianah
Marhani Jamil
Mulianah M
Muslika S
Najmiah
Nur Hayana
Nur Jamil
Nur Saida Beta
Nurhaedah
Nurhidayah
Nursaidah N
Nursyamsu
Nurul Fuada
Pahmiati
Rahma Afiah Agustiati
Rahmatiah B
Rasnah
Rosmiati C
Rosmiati T
Rostiah HL
Ruqayah
Siti Habibah
Siti Hasrawati HS
Siti Syahri Nur
Sukhriani S
Suriani B
Sutriani
Syamsidar
Syarifa Jama
Foto terlampir di momen wisuda Angkatan 80 (Alumni 1986). Tempat di depan kantor Majelis Guru, kini menjadi koperasi santri Tsanawiyah IMMIM