Rabu, 08 November 2023

Kamar Pertama Pesantren IMMIM


Kamar Pertama Pesantren IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies


     Pada pertengahan 1980, Pesantren IMMIM menerima 155 santri baru. Asrama Datuk Ribandang serta Sultan Hasanuddin yang punya empat kamar, ternyata tak mampu menampung 155 santri baru.  Saat itu, pesantren cuma punya lima rayon, tiga lainnya ialah asrama Pangeran Diponegoro, Panglima Polem serta Imam Bonjol.  Sekitar 20 santri baru akhirnya diinapkan di aula.  Dari 20 santri itu, sebagian berstatus santri utusan seperti Ambo Siknun, Hamid Seltit dan Muthalib Besan.  Sempat muncul isu bahwa santri yang diinapkan di aula adalah santri letjen, lewat jendela.
     Penempatan di aula kiranya mengganggu kondisi aula.  20 santri kemudian digiring ke asrama Ayatollah Khomeini.  Pada 1982, asrama berupa rumah kayu bertiang ini dihuni ustaz Saifullah MS sebagai pimpinan kampus.  Apes nasibnya gara-gara rumah ini selama tiga malam berturut-turut dilempari batu oleh segelintir santri.  Ini dipicu desas-desus bahwa SPP akan dinaikkan.  Nahas bagi ustaz Saifullah.  Sebab, ia jadi sasaran kemarahan santri.  Setelah ustaz Saifullah meninggalkan rumah tersebut, maka, fungsinya menjadi mes guru.
     Ketika duduk di kelas IV pada 1984, saya memasang papan nama bertulis Jalan Bugis di depan mes guru.  Ini lorong setapak menuju 20 toilet, satu-satunya akses kalau berniat berak.
     Kembali ke inti cerita.  Dari asrama Khomeini, 20 santri akhirnya berlabuh di bilik Anwar Sadat, sisi sebelah Barat asrama Hasanuddin.  Muhammadiyah Yunus ditunjuk sebagai pembina kamar.
     Pada pertengahan 1980, saya bersama sejumlah rekan yang berfisik jangkung, ditempatkan di kamar II asrama Datuk Ribandang.  Rayon ini merupakan asrama yang pertama kali dibangun di Pesantren IMMIM.  Kini, namanya menjadi rayon Fadeli Luran.
     Di kamar II, penghuni bukan sekedar berbadan besar, tetapi, juga nakal level bareccung (petasan).  Tiga bulan sesudah menjadi santri, saya berkelahi.  Sialnya, saya kalah.  Di masa itu pula, ada rekan yang nyaris adu jotos karena memperebutkan stensilan Yolanda.  Stensilan lusuh tersebut memuat cerita porno yang andal membuat santri pusing lima putaran kalau sudah membacanya.
     Kemasyhuran asrama Datuk Ribandang kian menggila berkat legenda yang sampai kini senantiasa memantik tawa.  Alkisah di suatu pagi, AS bertugas membersihkan kamar.  Ia tercenung lantaran tak ada alat pembersih.  Dengan suara menggerutu, ia melafalkan unek-unek dalam bahasa Ararea (Arab Tamalanrea).  "Uridu miknasah gairu maujud uknus" (saya mau sapu tidak ada menyapu).  Kata benda (مكنسة) tertukar dengan kata kerja (أكتسح).  Bahkan, ia menggunakan kata perintah, fi'il amri (uknus) untuk kata "menyapu".  Maksud yang hendak diutarakan yakni "saya mau menyapu, namun, tak ada sapu".
     Angkatan keenam Pesantren IMMIM yang menghuni pertama kali bangsal II rayon Datuk Ribandang tertera mencapai 40 santri.  Berikut nama masing-masing yang disusun sesuai abjad.
Ketua kamar ialah Rusdi, kelas V.
Abdul Haris Booegies
Abdul Hafid
Abdul Khalik
Abdul Salam
Ahmad Hidayat
Ahmad Natser
Agus Ambo
Agus Nawawi
Heriyanto
Irsyad Dahri
Ma'ruf
Mochtar Goval
Nasir
Nur Alim
Nur Lezy
Rusman
Sofyan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People