Gaya Gemoy Santri IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies
Di mana ada remaja, di situ ada tren. Orang-orang muda suka menciptakan gaya baru. Ini semacam pemberontakan atas tradisi sebelumnya. Model yang paling banyak berganti ialah gaya rambut.
Bagaimana gaya rambut santriwan IMMIM di zaman doeloe? Anak IMMIM era kuno tidak ketinggalan gaya! Maklum, beberapa majalah beredar dalam kampus, termasuk Gadis. Santri leluasa mengendus gaya dari majalah. Selain itu, banyak santri pergi ke bioskop nonton film. Dari film, santri kerap meniru gaya rambut.
Pada 1983, nama Rano Karno bersama Herman Felani teramat populer di kalangan santri IMMIM. Mereka bukan sekedar mengagumi ketampanan aktor papan atas tersebut, tetapi, sebagian berusaha meniru gaya rambutnya. Memang ada satu santri dari Angkatan 7985 yang habis-habisan merias wajahnya agar mirip Rano. Ia menorehkan tinta hitam di dagu kirinya sebagaimana tahi lalat Rano. Santri dari pedalaman ini terkadang pula memakai gincu agar bibirnya merah persis Rano di film. Ia doyan tersenyum kalau berpapasan dengan santri lain. Dikiranya kita ini menyukai gaya jiplaknya yang menor. Amit-amit.
Gaya yang paling banyak ditiru dari Rano dan Herman ialah rambut. Kala itu, gaya rambut belah dua (beldu) sangat populer. Di Pesantren IMMIM, Rano menjadi imam mazhab rambut beldu. Rata-rata santri puber berupaya meniru. Apakah rambutnya lembut jika disisir atau lurus seperti paku. Santri berambut landak menggunakan Tancho, minyak rambut berwarna hijau. Rambut sekasar apa pun atau sekeras apa saja bisa bengkok kalau kena Tancho. Akibatnya, rambut santri tidak elite seperti Rano. Modelnya justru mirip al-mukarram Adolf Hitler, imam besar Nazi.
Selama sekitar lima tahun, gaya beldu menghipnotis santri IMMIM. Selain model rambut, anak IMMIM juga ketagihan memakai dompet panjang.
Dompet standar kalau dimasukkan ke saku belakang celana tidak terlihat. Ukuran pas untuk tersembunyi di kantong. Mendadak muncul dompet panjang di kalangan cowok. Ukurannya dua kali lipat. Kalau disimpan di saku, maka separuhnya nongol.
Santri dengan dompet panjang acap berkeliling kamar jika hendak pulang pada Kamis-Jumat. Biasalah, memamerkan dompet barunya yang panjang. Santri lain terkagum-kagum. Sebagian cekikikan memandangnya. Dalam hati tertimbun tanya; "bisanya ada dompet pria begitu? Serupa dompet emak-emak".
Tidak masalah santri menggunakan dompet panjang. Apesnya, isi rupanya cuma pas untuk makan satu kali di warung pinggir jalan. Dompetnya saja yang panjang, namun, di dalam hanya selembar uang Rp 500. Namanya juga santri IMMIM, "tak norak, tak gemoy". Chuaks...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar