Oligarki 80
Oleh Abdul Haris Booegies
Tatkala Ahmad Fathanah terpilih sebagai ketua Iapim, ia menempatkan individu sesuai potensi. Ini untuk menunjang efektivitas kinerja. Setelah melewati proses diskusi antarjenjang, maka, Ahmad Fathanah menyusun strategi guna mencapai target. Alhasil, lahir divisi khusus Iapim bernama Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Saya memperoleh kehormatan sebagai pengurus Litbang.
Berderet malam pada 1993, diisi dengan main domino di area parkir sekretariat Iapim. Malam-malam panjang begitu riuh. Akibat tidak tahu main domino, saya pun kerap diimbau oleh Ahmad Fathanah menyiapkan konsumsi. Saya ke kedai di Jalan Sungai Cerekang membeli ubi serta pisang goreng. Di era tersebut, molen dan tahu isi belum ada.
Sesudah menjauh selama 24 tahun sejak 1996 sampai 2020, saya kembali mendengar sepak-terjang Iapim. Pertama, sekawanan begundal di Iapim marah ketika Yasdic hendak menjual Tamalanrea. Mengherankan sekali, Iapim mencampuri urusan Yasdic. Apakah jika kas Yasdic habis, Iapim rela menombok? Manusia minus malu saja yang mau mencampuri urusan orang!
Persoalan kedua yang terdengar, Iapim tetap dikuasai dinasti 1981-1986. Hampir 40 tahun, Iapim dinakhodai Generasi Berlian (enam angkatan awal).
"Tak ada yang ingin jadi ketua Iapim", sahut seorang sahabat. Tentu saja anggota Iapim ogah maju sebagai kandidat karena tidak ada pengaderan. Kader tak ada gara-gara pengurus tidak memikirkan regenerasi. Kendati tak ada tradisi pengaderan, namun, berlimpah acara reuni sebagai budaya dominan.
Pada esensinya, dengan menyiapkan kader berarti Iapim mengedepankan norma perilaku organisasi. Kader merupakan harapan serta masa depan yang bakal meneruskan filosofi Iapim.
Awal Oligarki
Sulit memungkiri bila di Angkatan 80-an ada oligarki. Mafia ini mulai tumbuh saat sekretariat Iapim pindah ke Jalan Sungai Lariang.
Di ujung akhir tarikh 80-an, oligarki mulai bergentayangan. Mereka menyusun siapa yang mesti menjadi ketua Iapim. Syaratnya tentu saja tamatan 1981 sampai 1986.
Wujud oligarki di Iapim terlihat kabur sekaligus kentara. Samar modelnya lantaran tidak memiliki administrasi. Jelas penampakannya karena sanggup mempengaruhi opini di Iapim.
Syahdan di suatu momen, saya dibisik oleh seorang personel oligarki. Ia kecewa akibat ketua Iapim pilihan oligarki melakukan pembangkangan. Sang ketua menunjuk sekretaris dari angkatan yang satu tingkat di bawahnya. Padahal, oligarki telah menyiapkan nama yang layak sebagai sekretaris.
Pembangkangan ini tak didiamkan. Oligarki membalas dengan memboikot kegiatan-kegiatan Iapim. Di periode itu, Iapim mengalami hari-hari kelabu nan suram.
Di pertengahan 2022 ini, berembus info A1 di internal oligarki. Ketua Iapim tetap dipegang Angkatan 1981-1986. Untuk mengelabui pandangan publik agar Iapim terlihat demokratis, maka, keberadaan musyawarah besar (mubes) tetap dilaksanakan. Padahal, ini cuma kedok. Mubes sekedar kamuflase. Kelak, struktur juga berubah di Iapim. Ada ketua umum, ada pula ketua pelaksana harian.
Informasi crystal clear ini memaklumatkan bahwa oligarki sudah melakukan agregasi mufakat. Hingga, tidak terjadi perebutan supremasi di Iapim.
Dua Skenario
Selama empat dasawarsa, alumni 80-an, terutama Generasi Berlian, menguasai Iapim. Kubu 80-an dengan oligarkinya punya otoritas penuh terhadap siapa yang akan menjadi ketua Iapim. Mereka mengaplikasikan proteksionisme maupun egosentrisme.
Apa yang diperbuat oleh oligarki, sesungguhnya memicu bom waktu. Ada dua skenario yang bakal terjadi kalau alumni 80-an terus-menerus mengendalikan Iapim. Pertama, lahir aliansi antara alumni milenial (2000-2017) dengan alumni Moncongloe. Kedua, lulusan Moncongloe mendirikan organisasi tandingan.
Alumni milenial dengan alumni Moncongloe merupakan partner strategis untuk mengenyahkan hegemoni 80-an. Jika sinergi ini terjadi, niscaya alumni jompo yang kecut bau badannya, kaget sampai terlempar ke rawa-rawa dekat 20 WC.
Operasi gabungan antara milenial dengan Moncongloe sebenarnya elok dan elegan. Pasalnya, menjadi penyelamat Iapim dari cengkeraman oligarki. Sangat parah bila alumni Moncongloe menggebrak dengan membentuk organisasi tandingan. "Konflik senyap" dengan bumbu proteksionisme serta egosentrisme akan memantik kemunculan organisasi saingan Iapim. Kita menamakan saja tandingan tersebut Serikat Alumni Pesantren IMMIM Moncongloe (Sapim). Tentu Sapim berdiri untuk merespons Iapim kolonial.
Generasi Moncongloe mutlak diwaspadai. Soalnya, mereka tak memiliki akar sejarah sebagai alumni Tamalanrea. Mereka punya konsep sendiri. Memiliki narasi-narasi untuk digaungkan. Punya paradigma yang selaras dengan masa depan. Berhati-hatilah dengan orang yang tidak seakar dengan kita.
Saran saya kepada rekan alumni 80-an yang nalurinya mati rasa, khususnya Generasi Berlian (1981-1986). Berhentilah merampas hak alumni terbaru yang berpotensi sebagai Iapim 1. Lebih agung menyatukan energi guna mendesain alumni Moncongloe sebagai pemimpin baru Iapim. Memberikan mereka peluang berarti alumni 80-an telah melakukan proses pembentukan manusia seutuhnya di Iapim. Apalagi, jati diri otentik Iapim ialah bergandeng dalam ikhtiar demi menata perubahan pada dunia.
Merampok kewenangan alumni Moncongloe memaparkan kalau alumni 80-an tak memahami tantangan kompetitif. Iapim dihadapkan pada perubahan besar yang terus-menerus datang silih berganti. Dibutuhkan karakter superior yang berfungsi paripurna untuk mengantisipasi tantangan.
Profesionalisme harus diutamakan lantaran warga Iapim kian banyak, majemuk. Mesti ada konsolidasi untuk mengakomodasi segala tantangan. Dewasa ini, bukan waktunya memaksakan figur lapuk yang pikun untuk bertakhta di singgasana Iapim 1. Apa mau diharap dari alumnus tua bangka yang sakit-sakitan, inferior.
Mencuat bertalu-talu tanya. Apakah jika alumni Moncongloe menjadi ketua, maka, Iapim langsung berkilau cemerlang dan gemilang? Jawabannya spekulatif. Bisa "ya" atau "tidak". Menangani organisasi yang selama empat dekade tak memiliki kader, pasti "ruwet, ruwet, ruwet". Merevitalisasi Iapim niscaya butuh waktu. Tidak instan. Kita hanya berharap bahwa ketua Iapim dari trah Moncongloe, efektif memobilisasi segenap struktur untuk bergerak dinamis.
Sambal Ingus
Patut diduga dalam kebimbangan. Oligarki yang sampai sekarang masih kokoh tiada lain alumni yang dulu main domino pada 1993. Kini, mereka leluasa melegitimasi siapa yang pantas menjadi Iapim 1.
Saya menyesal, mengapa dulu waktu disuruh pergi beli singkong goreng di Jalan Sungai Cerekang, tak bereksperimen ekstrem. Seharusnya sambal ingus ubi goreng saya ganti dengan saus olahan pabrik. Saus ini tinggi kalori serta rendah nutrisi. Akibatnya, mempunyai efek negatif pada kesehatan otak. Struktur sistem sinyal otak yang mengontrol ingatan bakal terganggu. Arkian, menyebabkan pikun.
Andai saya mengganti sambal ingus dengan saus pabrik, niscaya oligarki tidak ada di Iapim. Sebab, mereka semua sudah pikun!