Minggu, 26 September 2021

Santri Lobi-lobi



Santri Lobi-lobi
Oleh Abdul Haris Booegies


     Membayangkan pesantren, apalagi melihat kampusnya, pasti ada dua yang terbetik di kepala.  Para santri tengah mengaji atau sedang belajar bahasa Arab.
     Terisolasi di penjara suci niscaya mengurung raga serta emosi.  Aktivitas terbatas karena kebebasan dibatasi.  Di Pesantren IMMIM, saban hari aktivitas berjalan selaras norma.  Semua terkendali secara normal.  Dorongan yang agak bandel cuma perut.  Selalu minta diisi dengan makanan.  Ketika saya kelas I pada 1980-1981, kantin belum ada.
     Demi menghalau rasa lapar, ada menu khusus yang murah-meriah.  Ada pohon pepaya di depan Rayon Datuk Ribandang (kini bernama Asrama Fadeli Luran).  Buahnya tidak pernah besar.  Masih seperti salak sudah diambil atau hilang dicoleng.  Setelah dikupas, pepaya tersebut diiris kecil-kecil.  Kemudian ditaburi gula.  Sekarang silakan mencicipi.  Rasanya pahit-pahit manis.  Menu spesial ini sangat populer di Pesantren IMMIM di ujung akhir 1980.

Kue Gratis
     Daeng Halimah, wanita baya acap menjual kue di pesantren.  Tiap hari ia leluasa masuk kampus untuk mengais sisa-sisa makanan santri di dapur.  Di waktu pagi, ia membawa penganan untuk dijual.  Tak ada tempat tetapnya menjual.  Ia pernah menjual kue di kolong kelas depan laboratorium.
     Belakangan, kudapan Dg Halimah dijual di bilik depan dapur tempat air dimasak.  Di situ ada jendela mini menghadap ke timur.  Koki biasa ikut membantu menjual.
     Ada santri Angkatan 84 sering memperoleh kue secara gratis.  Ia punya tongkat terbuat dari kawat besi kecil sepanjang 150 cm.  Kawat ini kadang disisipkan di lengannya persis tongkat komando.  Kawat serbaguna inilah yang ia gunakan menusuk pawa (bakpao) atau panada (roti goreng) kala koki penjaja kue tidak berada di tempat.  Sekali tusuk bisa dapat tiga kue.

Kebun Lobi-lobi
     Kalau siang pukul 14.00, aktivitas santri ialah tidur.  Kelas I yang tak tidur, dicatat.  Sebab, tergolong pelanggaran.  Malamnya digebuk di qismul amni (seksi keamanan).
     Tatkala saya kelas II, sebagian rekan ke belakang pesantren di saat jam tidur siang.  Di situ banyak pohon lobi-lobi (Flacourtia inermis) yang dikenal sebagai lobe-lobe oleh orang Bugis Makassar.  Pepohonan lobi-lobi menjulur dari utara ke selatan di belakang pesantren.  Sebelum ada danau Unhas dan Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, kawasan itu merupakan ladang lobi-lobi.
     Santri acap berombongan ke kebun lobi-lobi.  Bila terlihat buah ranum yang merah tua, mendadak mereka saling berebut.  Keadaan berubah riuh serta bising.  Lobi-lobi segar pun dikunyah.  Rasanya asam dan manis.
     Menjelang Ashar, santri balik ke kampus.  Mudah mengetahui siapa dari kebun lobi-lobi.  Jika ia tersenyum dengan gigi warna kuning pekat, maka, bisa dipastikan perutnya kenyang berkat lobi-lobi.
     Sesudah berlalu beberapa pekan, santri yang ke ladang lobi-lobi mulai berkurang.  Tinggal hitungan jari.  Di suatu siang, saya untuk pertama kali ke area lobi-lobi.  Saya ditemani seorang sahabat.  Rupanya tidak ada lagi lobi-lobi.  Saya menemukan tiga biji, namun, masih hijau.  Rasanya pekat, membuat lidah kelu.  Pahit pula di kerongkongan.
     Aktivitas ke kebun berkurang bukan karena musim lobi-lobi telah lewat atau ada larangan dari pimpinan kampus.  Ini terkait kisah mengerikan.  Tukang cukur bernama Daeng Kadir yang tinggal di sebelah pesantren bertutur hikayat.  Dulu, kebun lobi-lobi tersebut merupakan tempat pembantaian.  Di situ Belanda mengeksekusi inlander alias pribumi pembangkang.
     Mendengar ini, santri takut.  Nyali ciut sekaligus mengerut.  Ini bukan eksploitasi narasi konspirasi yang diinformasikan Dg Kadir.  Ini fakta objektif tentang ladang yang kini ditumbuhi lobi-lobi.
     Kebun lobi-lobi itu memang stategis untuk melakukan pembantaian.  Suasana sekitar begitu sepi lantaran jauh dari keramaian.  Di sana, yang terdengar hanya gemeresik dedaunam kering.  Santri pasti ngeri.  Siapa tahu di balik pohon ada arwah penasaran yang memanggil-manggil di tengah lolongan sekawanan anjing.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People