Antiklimaks Pembobolan 86
Oleh Abdul Haris Booegies
Selama bertahun-tahun, Angkatan 86 Pesantren IMMIM teramat mempesona sebagai komunitas dengan alumni terbanyak. Jumlah Angkatan 86 mencapai 78 alumni. Rekor ini bertahan selama dua dekade.
Berlapis-lapis pernak-pernik 86 yang begitu syahdu elok diceritakan ke santri-santri era milenial. Sebuah angkatan yang bergelimang prestasi. Tentu, tiada gading tak retak. Ada kisah suram Angkatan 86 yang acap membahana penuh tawa berkepanjangan.
Syahdan di suatu pagi, kampus geger bertalu-talu. Ada maling masuk ke ruang percetakan. Ustaz Laode Mangasa bersama tim segera diterjunkan mengusut siapa gerangan penyamun tersebut.
Gampang sekali bagi ustaz Mangasa menemukan pencuri lembar soal ujian Penilaian Akhir Semester Tahun Ajaran 80/81. Ia ke dapur bertanya. Siapa santri yang meminta minyak tanah. Pencurinya ternyata berada di sumur membilas kaki yang berlepotan dengan tinta mesin stensil.
Ustaz Mangasa yang mencetak lembar soal-soal semester, sudah mengantisipasi pembobol. Sebelum meninggalkan percetakan yang terletak di deretan kelas tsanawiyah, ia menaruh beberapa kertas yang diolesi tinta stensil.
Pencuri yang beraksi malam itu yakni B, B, J, M, S dan S. Semua Angkatan 86. M yang berbadan besar membopong B serta S agar masuk lewat celah ventilasi. B, J bersama S berjaga-jaga di sekitar lokasi.
Model ventilasi percetakan mirip jendela dengan katup terbuka miring. Dari situ B dan S yang bertubuh kecil bisa menyelinap masuk. Ketika beraksi di dalam, B maupun S merasakan kakinya menginjak sesuatu seperti lem. Mereka pun panik. Ini jebakan. B serta S segera mengirim kode jika misi gagal total. Keduanya kini masuk perangkap.
Saat S tergopoh-gopoh memanjat dinding, ia tersungkur. Kepalanya terjepit di ventilasi. B yang masih dalam ruangan bertambah kalut bin galau. Kakinya berjinjit dengan tubuh bergetar. Keringat dingin mulai bercucuran. Suasana makin mendebarkan. Mencekam di tengah kegelapan percetakan.
Di luar bilik percetakan, empat mafioso pesantren tergesa-gesa berikhtiar melakukan penyelamatan. S harus selekasnya ditolong supaya kepalanya terlepas dari katup ventilasi. Entah jimat apa yang dipakai sampai komplotan cilik ini dapat selamat ke kamar masing-masing di Rayon Sultan Hasanuddin dan Datuk Ribandang.
Kawanan garong ini hanya sebentar bernafas lega. Kaki B serta S menjadi alat bukti tidak terbantahkan. Mereka menginjak tinta stensil di percetakan kala melakukan aksi nekat. Celakanya, dua pecundang ini ke sumur mencuci kaki. Betul-betul sembrono. Hatta, terciduk tanpa perlawanan oleh ustaz Mangasa.
Benarkah ini murni gerakan oknum 86? Sahibul gosip bertutur bahwa mereka sebenarnya cuma figuran. Ada sutradara dari angkatan lain. Saya menyesalkan karena hanya eksekutor di lapangan yang terjaring. Sedangkan otak pencurian tak ketahuan sampai sekarang, 40 tahun setelah kejadian.
Tatkala pembobolan ini membahana di kampus sebagai bahan obrolan utama, saya heran di tengah kebingungan. Bagaimana mungkin ada santri kelas I begitu berani menerobos percetakan. Ini betul-betul tindakan terukur spektakuler sekelompok Angkatan 86 saat kelas I.
Lebih mengherankan sekaligus membingungkan lagi lantaran enam garong amatir ini, tidak satu pun yang tamat. Semua terbanting di tengah jalan sebagai santri murtad Pesantren IMMIM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar