Sabtu, 14 Juli 2012

Pers Mahasiswa di Era Blogseksual

Pers Mahasiswa di Era Blogseksual
Oleh Abdul Haris Booegies
Reporter Lektura 1990-1992
      Harian Cakrawala sudah beberapa bulan hadir di tengah masyarakat Sulawesi Selatan. Sebuah koran inovatif yang menambah semarak dunia pers.
      Sebagai orang yang sempat berkecimpung di media mahasiswa, saya mendambakan Cakrawala menjadi surat kabar yang akrab dengan mahasiswa. Sebab, pers mahasiswa makin susah bernafas. Dana minim kian meminggirkan posisi penerbitan kampus.
Tatkala memperhatikan pers mahasiswa yang jatuh-bangun dewasa ini, saya haqqul-yaqin bila zaman keemasan telah berlalu. Bulan madu tinggal kenangan. Pers kampus yang lantang tidak lagi memiliki spirit.
      Penerbitan mahasiswa tamat karena dua masalah. Pertama, media mainstream semacam harian Cakrawala melansir berita apa saja. Warta-warta sensitif enteng diekspos. Padahal, dulu itu bagian pers kampus. Kedua, media digital seperti news portal, blog maupun media sosial makin bergemuruh. Bahasa, interaksi serta aplikasinya lebih gaul, keren dan semau gue.
      Pers mahasiswa yang nekat terbit pasti mencari bentuk lain. Sebagai umpama, media-media yang dikelola mahasiwa fokus pada sejarah atau budaya. Ini sesungguhnya riskan serta membosankan. Apalagi, mirip Wikipedia. Dampaknya tentu kurang menyengat. Tiada efek politik atau sosial. Padahal, dari rahim mahasiswa diidamkan lahir konstruksi baru.
      Pers kampus dalam lima tahun ke depan pasti kian nelangsa. Maut niscaya mencabik-cabiknya. Pasalnya, era digital beranjak dewasa. Media cetak sudah wassalam. Segenap harian terkemuka telah tampil dalam kemasan online. Aplikasinya tersedia gratis di smartphone.

Majalah Lektura
      Pada pertengahan 1980-an, pers mahasiswa di Makassar kehilangan energi. Tiada media yang bisa mewakili aspirasi mahasiswa.
      Pada Rabu, 27 Juni 1990, sejumlah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin bertekad menerbitkan majalah Lektura. Media ini diawaki Sukma Rasyid, Andi Ilham Paulangi, Nasru Alam Aziz, Rahmawaty Syukur, Mustam Arif, Syahrul Hadi, Taufik Aas P bersama Mukhlis Amans Hady.
      Sebagai reporter Lektura, saya menganggap bahwa personel Lektura bukan orang jenius. Terbetik kebimbangan jika kelak Lektura hanya sekali berarti sesudah itu mati. Pengasuh Lektura sekedar “manusia abnormal positif”. Semangat menyala-nyala, namun, tak memahami medan yang bakal ditempuh. Mereka ibarat Christopher Columbus. Mencari negeri impian yang belum tercetak di peta dunia.
      Di luar dugaan, “kumpulan insan terbatas” Lektura justru melahirkan kerja sama akurat. Hasilnya luar biasa. Majalah Lektura menjadi pionir pers mahasiswa di Unhas.
      Sekonyong-konyong seluruh fakultas menggeliat menerbitkan tabloid. Format tabloid menjadi idola gara-gara sugesti Bola dan Monitor. Dua tabloid tersebut laku keras bin laris manis sebagai panduan olah raga serta televisi.
      Lektura nyaris berkarakter tabloid. Saya berkhotbah bahwa model tabloid cuma bertahan beberapa menit di tangan pembaca. Usai dilihat, maka, tabloid gampang menjadi alas duduk atau pembungkus kacang goreng. Berbeda dengan majalah. Usianya sanggup bertahan di atas sehari, sepekan, sebulan atau setahun. Selain itu, format majalah lebih elegan. Kreativitas pun terpicu untuk mendesain sampul.
      Dari Lektura, ada hikmah yang dapat dipetik. Pengelola harus sehati sebagai saudara. Saling mengisi demi menunjang satu sama lain. Tidak boleh ada rencana buruk yang bermakna berencana untuk gagal. Redaksi dituntut giat buat menghasilkan yang terbaik. Soalnya, kehidupan tak dirancang untuk menang. Sehati sebagai saudara akhirnya menumbuhkan rasa cinta guna menekuni dunia jurnalistik.

All in One
      Lektura wafat sejak dua dasawarsa silam. Biarpun telah khatam, tetapi, Lektura masih bisa dinikmati di blog, Google+ berikut Facebook.
      Blog Lektura (http://majalah-lektura.blogspot.com/) yang tampil keren dan dinamis mengirim sinyal prospektif. Dua tahun lagi akan tiba Zaman Blogseksual. Semua berkat perkembangan globalisasi teknologi di masa depan.
      Saya menamakannya Era Blogseksual karena gairah manusia untuk mengaktualisasi diri lewat blog. Apalagi, kita sudah akrab dengan social technology semacam social networking, microblog, location based service serta photo sharing yang dipandu jaringan internet nirkabel (Wi-Fi).
      Zaman Blogseksual pasti datang. Era tersebut bakal menggiring orang makin cerdas dan narsis. Pintar karena ceceran kabar di Internet tersedia melebihi ikan di samudera. Narsis berkat Picasa serta Instagram dapat dicangkokkan di blog. Zaman Blogseksual menjadi masa transisi penduduk planet ini untuk melaju ke masyarakat berjaringan (the network society).
      Weblog paling memukau dan memanjakan yaitu Blogger kepunyaan Google. Walau komunitas Blogger sekitar 30 juta di dunia, namun, wadah ini berkembang dinamis. Apalagi, dengan satu password, pemilik akun bisa bergentayangan di Blogger, Gmail, G+, YouTube serta Picasa. Ini tergolong layanan all in one yang spektakuler.
      Facebook sebagai lawan tangguh Google pun segera berbenah diri. Pasca akuisisi Instagram, Facebook dalam waktu dekat akan meluncurkan ponsel Facebook. Persaingan sengit Google-Facebook menjadi jalan tol menuju ke periode multimedia, multiplatform dan multichannel (3 M).
      Era Blogseksual mempercepat ajal media konvensional alias cetak. Para pelaku industri bidang percetakan pun berlomba mengais rezeki di dunia maya. Mereka mengantisipasi amuk Network Blog. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh Ayu Bella Fauziah.
      Network Blog merupakan suatu skema yang merangsang warga untuk berpartisipasi dalam mengeksplorasi serta menyiarkan informasi. Pengelola blog mempublikasikan berita kendati hanya punya secuil pengetahuan di bidang jurnalistik. Mereka membangun kecerdasan manusia dengan mengekstraksikan deretan aksara bernas.

High Definition
      Di masa sekarang, makan dan tidur merupakan aspek pokok dalam kehidupan. Sementara di Zaman Blogseksual, seks serta mengecek social technology menjadi ihwal yang paling dikehendaki sepanjang hari. Mengecek blog dan media sosial bakal setara dengan seks. Kecanduan terhadap blog telah menjalar ke tulang sumsum sebagaimana seks. Manusia repot menahan diri dari blog. Tangan terasa gatal untuk bergegas menulis status update di jejaring sosial. Ini merupakan konsekuensi teknologi informasi serta komunikasi bagi peradaban dunia.
      Umat manusia yang terkoneksi dengan Internet tiap detik selama 24 jam secara kontinyu, akan tampil lugas dengan aneka gadget yang high definition (HD). Teknologi informasi dan komunikasi yang pesat berkembang, membuat Era Blogseksual tinggal menghitung hari. Siapa tidak memiliki blog, ia tersesat di tengah jaringan multimedia global. Ia terdepak dari hiruk-pikuk arus informasi. Maklum, kekuatan manusia di tarikh 2015 yakni informasi.
      Semua mutlak mengelola sembari mengontrol informasi demi meracik kehidupan. Tak perlu otak berskala Einstein untuk menapak Zaman Blogseksual. “Manusia abnormal positif” ala Lektura sudah cukup. Sebab, Blogseksual berasas kasih sayang dalam merakit informasi pada jaringan digital. Hingga, informasi yang dikemas mampu mendayagunakan diri serta lingkungan di tengah masyarakat ultra-mutakhir.
Cakrawala, Sabtu, 14 Juli 2012





























Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People