Barcode Allah
Oleh Abdul Haris Booegies
Semua barang elektronik dan gadget pasti memiliki logo. Smartphone yang menjejali saku punya label dari pabrik yang memproduksinya. Ada Apple (Amerika), John's Phone (Belanda), Gradiente (Brasil), Cherry Mobile (Filipina), Brondi (Italia), Fujitsu (Jepang), Samsung (Korea Selatan) atau M Dot (Malaysia). Logo mereka terkadang menandaskan kualitas. Ponsel iPhone, umpamanya, dihias lambang "apel tergigit". Logo itu mengisyaratkan kalau iPhone milik Apple. Simbol dari korporasi menjadi pemakluman bahwa barang bersangkutan adalah produk mereka.
Saat terjadi musibah, terutama kematian, umat Islam dianjurkan mengucap "innaa lillahi wa innaa ilaihi rajiu" (kita kepunyaan Allah, kita pasti kembali kepada Allah). Ayat 156 di Surah al-Baqarah ini menegaskan jika manusia milik Allah.
Pertanyaannya, adakah bukti bila manusia kepunyaan Allah? Adakah barcode di tubuh yang menunjukkan suatu karakter kalau manusia milik Allah. Dengan kode tersebut, manusia bisa diidentifikasi sebagai produk Allah.
Tatkala kita mengacungkan jari telunjuk, itu dapat berarti satu. Ini bisa dimaksudkan bahwa hanya ada satu Tuhan. Sekarang mari perhatikan sisi telunjuk. Di situ tertera garis-garis sebagai jalur pergerakan jari.
Garis tersebut rupanya serupa kata "Allah" dalam aksara Hijaiyah. Garis berbentuk nama Tuhan itu tentu terkait dengan innaa lillahi (kita kepunyaan Allah). Ini menunjukkan bahwa secara fisik manusia diciptakan lengkap dengan merek berupa "tato ilahi" sejak lahir. Logo di telunjuk memaparkan jika manusia merupakan produk Allah.
Tanda lain yakni di telapak tangan. Di bagian kanan ada garis tebal yang memanjang berbentuk angka Arab. Tercetak bilangan 18. Sementara di kiri tertera 81. Bila dijumlah, nilainya 99. Angka ini merujuk ke Asmaul Husma. 99 Nama Indah Allah.
Di antara manusia, juga ada yang memiliki lambang "Allah" di organ lain. Sebagai misal, di kuping. Saya sempat tertegun kala menatap seorang bayi usia dua bulan. Gurat telinganya mirip asma "Allah". Orangtua bayi tidak menyadari sampai saya memotret kuping Arasy Muhayyan al-Kahfi pada Ahad, 8 November 2020.
Di Era Industri 4.0 ini, segenap perusahaan mencatumkan logo di produknya. Sebelum manusia mengenal sistem siber fisik serta komputasi kognitif demi menerakan logo perusahaan, ternyata Allah lebih dulu memodifikasi barcode di badan manusia.
Ada riak gundah yang mengganjal kalbu saya. Tidak diragukan bahwa al-Qur'an merupakan kompilasi firman Allah. Masalahnya, mengapa di sampul al-Qur'an tak ada nama Allah sebagai penulisnya.
Penulis-penulis berlevel setengah dewa pasti tertoreh namanya di sampul. Ambil contoh, Louay Fatoohi, Alvin Toffler, Stephen Hawking, Yuval Noah Harari, Francis Fukuyama maupun Karen Armstrong. Nama mereka acap lebih besar ketimbang judul buku.
Selama 10 tahun saya berwisata ke Surah ar-Rahman. Saya berinteraksi, berharap meraup berkah dengan menelisiknya. Saya suka melafalkan ayat-ayatnya kalau ditunjuk sebagai imam di masjid. Dua ayat pertama berbunyi: "Ar-Rahman (Sang Maha Penyayang). Allah mengajarkan al-Qur'an".
Panembahan pendebat Zakir Naik akhirnya menghapus riak gundah yang berkecamuk di sanubari. Ia memaklumkan bahwa ayat tersebut bukti jika Allah penulis al-Qur'an. Tidak terlintas secuil di benak saya bila dua ayat pertama itu sesungguhnya sampul al-Qur'an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar