Sabtu, 12 September 2020

Kayu Bakar Pesantren IMMIM



Kayu Bakar Pesantren IMMIM
(Bagian Ketiga dari 13 Tulisan)
Oleh Abdul Haris Booegies


     Ada aforisme dari seorang Angkatan 85 (D5):  "Mengapa alumni bertindak seolah hakim.  Biarkan Yasdic menjual lahan demi kebaikan pesantren".
     Saya tergugah dengan kata hikmah ini.  Mengapa mencampuri urusan Yasdic?  Saya jadi curiga, ada apa dengan alumni yang ngotot ikut campur?  Berkehendak secara memaksa untuk terlibat di urusan internal Yasdic.  Saya mengelus dada, proyek ini memang bergelimang duit.  Semua mau terlibat dengan mata melotot membayangkan uang miliaran.  Urat malu sudah hilang.  Ini memang zaman "Keuangan yang Mahakuasa".
     Di grup WA IAPIM, ada yang menginginkan golongan yang berkehendak menjual lahan Tamalanrea sebaiknya keluar dari grup.  Betapa busuk hati orang ini.  Ia penuh kedengkian.  Seolah tindakannya suci dengan mencampuri urusan Yasdic.  Bagaimana kalau dibalik, gerombolan yang tidak mau menjual lahan segera keluar dari grup!
     Islam menghargai perbedaan di luar akidah.  Indonesia mengakui perbedaan lewat Pancasila.  Tiba-tiba ada sesosok makhluk yang mengingkari perbedaan dengan enteng menyuruh orang keluar dari grup.
     Tatkala senpai Indra Jaya Mansyur terpilih sebagai Ketua IAPIM, seorang mantan petinggi IAPIM mencampuri urusan pengurus baru.  Senpai Indra Jaya tersinggung.  Sebab, otoritasnya diinjak-injak.  Ia kemudian menantang duel maut.  "Kalau kita ketemu di jalan.  Kita selesaikan ini secara jantan", tulis senpai Indra Jaya di papan tulis sekretariat IAPIM di Jalan Sungai Lariang.
     Eks petinggi IAPIM ini kembali bergerilya mencampuri urusan Yasdic di akhir Agustus 2020.  Tidak ada betul tobatnya bocah ini untuk terus ikut campur.  Percuma pernah dididik akhlak di pesantren.
     Tukang ikut campur mengingatkan saya Ummu Jamilah binti Harb, istri Abu Lahab (Abdul Uzza bin Abdul Muthalib).  Ummu Jamilah merupakan jetset Quraisy.  Ia selebriti papan atas Mekah.  Al-Qur'an dalam Surah al-Lahab menggelari Ummu Jamilah sebagai "pembawa kayu bakar".  Pasalnya, ia mendiskreditkan Maharasul Muhammad.  Mengganggu dakwah Islam.  Menyiksa kaum Muslim.  Komentar-komentar Ummu Jamilah persis bisa ular, mematikan, menjijikkan sekaligus tak punya rasa malu.
     Sosok serupa Ummu Jamilah inilah sekarang yang mengganggu Yasdic.  Mereka seperti kawanan hyena yang mengelilingi mangsa.  Merasa setara dengan pengurus Yasdic.  Kemudian tanpa malu mempertanyakan transparansi Yasdic.
     Mempertahankan lahan Tamalanrea adalah skenario menjijikkan yang dilakukan oleh tukang ikut campur.  Luar biasa naif kalau mencampuri sesuatu yang di luar kompetensi.  Insan profesional pasti malu mencampuri urusan yang bukan wewenangnya.  Nekat ikut campur adalah contoh manusia kepala batu yang hatinya membatu.
     Agenda signifikan alumni ialah melihat adik-adik santri tenang belajar di tempat nyaman.  Bukan mencampuri urusan yang bukan agendanya.  Tidak berarti kalau tamat di pesantren, otomatis leluasa mencampuri  segala urusan.  Mulai dari Yasdic, pesantren dan Gedung IMMIM.  Ada aturan yang membatasi tindak-tanduk manusia.  Keuletan mematuhi aturan menunjukkan seseorang beradab atau biadab.
     Gagasan Yasdic untuk menjual lahan Tamalanrea demi kebaikan kampus Moncongloe.  Ini menegaskan Yasdic sebagai kreator brilian dengan visi futuristis.  Kampus Moncongloe merupakan daerah yang cocok bagi homo santricus di tengah deru mobilitas kecerdasan buatan, teknologi genetika dan robotika.
     Lahan Tamalanrea sudah uzur bagi bibit-bibit intelektual Islam.  Ini distrik nihilistik bagi masa depan santri yang butuh udara segar.  Lahan Tamalanrea adalah prospek mengerikan bagi santri yang memerlukan ketenangan.  Bila bertahan, niscaya pesantren tergilas tren historis yang gemerlap.
     Penjualan lahan menguji identitas kita sebagai alumni yang berbakti.  Menguji kesadaran kita agar tidak mencampuri urusan Yasdic.  Menguji kecerdasan kita guna melihat adik-adik santri bisa belajar nyaman di masa depan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People