Rahim Islam
Puisi Abdul Haris
Booegies
Hajar tersipu
Di sisi sang raja
Titah bergema
“Engkau putriku
Kunikahkan dengan sang Hanif”
Mesir berpesta
Tiga hari tiga malam
Kala pesta redup
Volume tamborin mengecil
Rahim Hajar berbuah
Sembilan bulan lewat
Tangis bayi melengking
Di lorong-lorong fir’aun,
puri utama Mesir
Pesta digelar
Volume tamborin memekakkan telinga
Sang Hanif bergetar
Bayi itu harus ke Lembah Bakkah
Kemewahan bukan rumahnya
Gurun dan terik mentari menantinya
Hajar memboyong putranya
Menuju dunia baru
Fir’aun nan megah
bukan tempatnya
Sang Hanif menuntun
Diiringi sembilan dayang-dayang sembilan jongos
Karavan menuju Hijaz
Kawasan senyap berbenteng padang pasir tiada bertepi
Di bukit Abu Qubais
Sang Hanif melongok
Mencari tempat memasang tenda
“Turunkan muatan di lembah datar itu”
Sang bayi tergolek di atas permadani
Kakinya menyentak
Dari balik pasir
Mengalir air
“Zamzam…Zamzam…”
seru Hajar
Sabda sang Hanif
“Engkau anakku
Kau temukan air di tanah gersang
Kau beri kami kehidupan
Kau beri bumi harapan”
Sabtu, 23 November 2013
Puisi ini ditulis
untuk menyegarkan sejarah Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim. Hajar dituduh budak Abyssinia (Ethiopia). Dalam bahasa Abyssinia, hajar berarti kota.
Nabi Ibrahim
membawa Hajar ke Mekkah yang tak bertuan.
Tiada seorang pun di sana. Ihwal
ini untuk menghindari rasa cemburu Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim. Sumber konflik ialah Hajar melahirkan
Ismail. Sementara Sarah belum dikaruniai
anak. Ini aneh, menimbulkan curiga. Sebab, Sarah sendiri yang menyuruh suaminya
mengawini budak hitam tersebut.
Orientalis
penyembah patung bukan hanya menuding sembrono.
Mereka juga mendiskreditkan Islam dengan istilah Hajarisme. Maksudnya Islam berasal dari budak Afrika
bernama Hajar.
Pada peradaban
modern, sulit mencerna seorang istri dengan bayi ditinggal sendiri di daerah
tanpa penduduk. Mekkah saat itu belum
berpenghuni. Bahkan, rumput pun ogah
tumbuh. Tak ada sumur. Manusia macam apa yang tega menyingkirkan
istri dan putranya ke teritorial ganas itu?
Sarah bukan budak. Ia putri raja Mesir. Hari-harinya hanya di fir’aun yang penuh pesona. Fir’aun merupakan nama istana raja
Mesir. Istilah itu kemudian berubah
makna. Fir’aun bukan lagi istana, namun, gelar bagi penguasa Mesir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar