Kristal Superman
Cerpen Abdul Haris Booegies
Saya melirik arloji. Sekarang pukul 02.20.
"Dua menit lagi kita sampai di kampus", gumamku. Kami sekarang di jembatan Tello.
Saya, Hapip Berru, Ahmad Tirta bersama Andi Rian menumpang truk. Tadi kami nonton midnight show di Cinema Paradiso. Kami menyaksikan Compañeros yang dibintangi Franco Nero, Iris Berben serta Jack Palance.
Sesudah nonton, kami menyusuri Karebosi sampai Masjid Raya, berjarak lebih satu kilometer. Berharap ada mikrolet alias petepete. Penantian kami sia-sia setelah 30 menit menunggu. Tak dinyana, ada sopir truk tujuan Parepare berbaik hati mau mengantar kami ke Pesantren IMMIM. Kami langsung berlompatan naik truk.
Sesudah melewati jembatan Tello, langit mendadak bersinar terang.
"Ada komet jatuh", seru Rian dengan wajah takjub. Pandangan kami mengikuti komet yang muncul dari arah Timur. Benda langit tersebut tiba-tiba mengeluarkan sinar merah. Percik-percik cahaya pun berjatuhan laksana kembang api.
"Mengapa komet itu pecah di langit. Mestinya jatuh melengkung ke Barat setelah memasuki atmosfer", tanya Tirta.
"Komet itu pasti malu-malu jatuh ke Bumi", ujar Rian
"Sepertinya cipratan komet tersebut mengguyur pesantren", celetuk Hapip.
"Berarti besok libur jika pecahan komet menimpa pesantren", celetukku.
20 meter sebelum sampai di depan pesantren, truk berhenti.
"Cocok kalau di sini kita diturunkan", puji Hapip.
"Sopir ini pasti berpengalaman kabur saat bersekolah. Sebab, pemali siswa yang bolos singgah tepat di depan sekolah", Tirta berkhotbah.
"Terima kasih banyak, Pak", ucap Rian seraya menyunggingkan senyum. Kami berempat mengangguk sebagai bentuk terima kasih,
Tatkala kami hendak memanjak gerbang pagar kampus, sontak muncul seorang pria berbadan atletis. Ia cuma mengenakan celana dalam. Tubuhnya tinggi dengan tampang bule.
"Orang gila", desis Rian.
"Mana ada orang dengan gangguan jiwa berparas bersih", sahut Hapip.
"Siapa kamu", tanya Tirta.
"Superman, saya Superman".
"Apa saya bilang. Dia sinting. Mengaku-aku Superman", ucap Rian.
Saya mengajak Hapip, Tirta serta Rian untuk segera masuk ke kampus. Saya mengantuk sekali. Percuma menghiraukan orang gila pada dini hari ini.
"Kamu Ogi. Ini Hapip. Ini Tirta. Ini Rian".
Kami berempat terkesiap. Dari mana orang ini mengetahui nama kami.
"Saya Superman alias Clark Kent. Saya wartawan Daily Planet di Metropolis, Amerika".
"Identitas Superman yang kau paparkan betul, tetapi, mengapa kamu telanjang", selidik Rian.
"Tadi sewaktu terbang, saya bertabrakan dengan komet".
"Hm, jadi empat menit lalu kau penyebab komet pecah berhamburan di langit?" Tuduhku pada orang yang mengaku Superman.
"Mengapa kamu tidak terbang ke Amerika untuk ganti baju", cetus Tirta.
"Saya tidak bisa terbang".
"Tadi mengaku Superman! Mana ada Superman tidak bisa terbang", sindir Hapip.
"Orang ini pasti bukan Superman, tetapi, Suparman", bisikku.
"Kala bertabrakan, kristal hijau di sabuk celana dalamku terlempar. Jatuh entah di mana".
"Kristal itu pasti dari planet Krypton", celetuk Rian.
"Betul. Kamu banyak tahu tentang asal-usulku".
"Kami semua penggemar Superman, namun, Superman yang dapat terbang. Bukan Suparman", kataku sambil mengajak Hapip, Tirta dan Rian masuk ke kampus.
Hapip mengikutiku di belakang. Sementara Tirta serta Rian agak ragu masuk. Keduanya merasa iba kepada Superman.
"Ayo masuk! Kita harus tidur. Dua jam lagi kita shalat Shubuh", semburku dengan nada tinggi.
oooooOooooo
Ketika kami tiba di laboratorium, tampak ada sinar hijau di sumur Selatan dekat pagar kawat berduri.
Kami berjalan pelan ke perigi. Khawatir itu cahaya senter garong yang jatuh atau binar hantu patah hati.
"Jangan takut. Apalagi, kita berempat. Ini pesantren kita. Kita wajib menjaganya dari pengacau", tegasku dengan lutut bergetar. Napas Hapip terasa berat. Di dahi Tirta, terlihat butir-butir keringat. Sementara Rian lemas, agak berat melangkah.
Tiada sesuatu di sekitar sumur. Kami kemudian menengok ke dalam perigi. Ada cahaya dari dalam air. Benderang menyilaukan mata.
"Apa itu yang menyala?" Tirta bersoal.
"Kristal hijau Krypton", seru Rian.
"Pasti milik Superman", tegas Hapip.
"Hapip, kamu yang turun", perintahku.
"Enak betul menyuruhku. Kamu saja!"
"Tirta, kamu yang turun", kataku mendesak.
"Air sumur ini dangkal, Tidak sampai satu meter", ujar Rian.
Tirta pun turun. Air cuma sampai di perutnya. Ia lantas menunduk untuk mengambil kristal.
"Eureka, saya menemukannya. Saya kini pemilik kristal Krypton", pekik Tirta.
"Cepat naik", kataku.
Tiba-tiba Tirta berkelebat bak puting beliung.
"Hei, saya di sini", seru Tirta.
"Astaga, bagaimana bisa kamu di atas atap laboratorium", kataku tidak habis pikir. Saya mengedip-edipkan mata tanda tak percaya.
"Tirta bisa terbang", sahut Rian dengan mulut melongo.
Saya dengan Hapip saling berpandangan. Ternyata orang yang mengaku Superman itu betul bila kristalnya terlepas. Kiranya ia Superman orisinal, bukan gadungan.
Tirta lalu turun dari atap persis burung yang mendarat di tanah. Ia pun meletakkan kristal di bibir sumur.
"Saya santri pertama di dunia yang bisa terbang. Besok saya akan mengirim surat ke nenekku di Sidrap. Mengabarkan jika saya Superman cadangan", tutur Tirta penuh kebanggaan.
"Sebaiknya kita kembalikan krital ini ke pemiliknya", saran Hapip.
"Jangan! Ini sekarang kepunyaan kita", tandasku.
"Itu namanya mencuri".
"Di Amerika ada pepatah berbunyi "ambil apa yang kau temukan sekalipun pemiliknya mencari" Kebetulan kristal ini barang impor dari Amerika", terangku
"Ini bukan produksi Amerika. Kristal ini dari planet Krypton", terang Tirta.
"Kalau begitu, bagaimana bila kita terbang ke Minasa Te'ne. Kita intip santriwati IMMIM yang masih terlelap", usulku penuh senyum kemenangan.
"Itu ide paling menggairahkan, tetapi, berbahaya sekali", ujar Hapip.
"Saya dengan Rian tidak sudi ke Minasa Te'ne untuk mengintip gadis yang sedang tidur", ujar Tirta dengan roman bergidik.
"Tidak mengapa karena kau memang belum disunat", semburku sebal.
Saat berdebat, tiba-tiba Supeman muncul merebut kristal hijau.
"Inilah kristal Krypton yang terlepas dari celanaku ketika bertabrakan dengan komet. Terima kasih santri yang baik hati telah menemukan kristal ini", ujar Superman dengan senyum khas sambil terbang. Dalam sekejap, sosoknya hilang ditelan gelap malam.
Saya langsung gugup. Kristal itu belum saya sentuh, namun, sudah berpindah tangan.
Terdengar pintu berderit. Ustaz Syukur Baswedan yang tinggal di sisi perigi muncul dari balik pintu.
"Mengapa kalian ada di sini! Kalian piket malam atau latihan debat di sumur. Ayo, ke bangsal masing-masing!"
Kami berempat segera meninggalkan ustaz Syukur. Saya bersungut-sungut sembari menyalahkan Tirta yang menaruh kristal di bibir sumur. Saya juga menyalahkan Hapip serta Rian yang teledor, tidak waspada menjaga kristal. Akibatnya, kristal Krypton enteng direbut oleh Superman.