Alumnus Anjing
Oleh Abdul Haris Booegies
Mengapa ada orang tidak malu mengaku alumnus Pesantren IMMIM? Ada beberapa jawaban. Pertama, mungkin sekolahnya bukan favorit. Hingga, ia tak sudi mengakui. Kedua, almamaternya tidak memiliki wadah silaturrahim alumni. Ketiga, tak punya malu!
Hari ini, mengaku sebagai alumnus Pesantren IMMIM begitu indah, mengasyikkan. Inilah magnet yang membuat banyak santri pelarian alias santri buronan yang tidak tamat, berbondong-bondong mengaku alumni. Mereka tak malu mengaku alumni pesantren. Bahkan, lagaknya mirip jika dua kali tamat di pesantren. Di grup-grup media sosial, jangan dikata lagi. Cincongnya bagai gonggongan anjing. Pokoknya mereka tidak dilengkapi malu!
Mengapa antek-antek gadungan tersebut tak memiliki malu? Ternyata ada kelainan di otaknya. Rasa malu yang nihil menandakan kondisi otak sedang buyar. Pregenual anterior cingulate cortex merupakan penyebab rasa malu yang terisolasi di otak sisi kanan depan. Makin kecil bagian otak ini, berarti kian minim rasa malu. Alhasil, mereka tidak dapat merespons hal-hal memalukan. Mereka pun berperangai abnormal, jauh dari standar normal.
Kalau volume pregenual anterior cingulate cortex kecil, otomatis otak tidak berfungsi merespons malu. Akibatnya, ia seenaknya mengambil barang yang bukan miliknya. Mengakui sesuatu yang bukan haknya.
Gara-gara tak punya malu membuat kawanan gadungan terus menempel di IAPIM, persis benalu atau kucing garong yang mau mencuri ikan. Mereka tak bisa lagi menalar perilaku sungsangnya. Komplotan gadungan ini merasa nyaman dengan mengakui almamater pihak lain. Mereka tidak sanggup memahami kebenaran atas dirinya bila ia bukan alumnus pesantren. Namanya juga tak punya malu. Disentil pura-pura tidak mendengar, diusir pura-pura tak tahu. Begitulah jika otak telah rusak. Parah betul hidupmu gadungan! Paham kau!
Menjulurkan Lidah
Dalam istilah agama, orang yang mengingkari kebenaran disebut kafir. Mereka kafir lantaran tidak berinisiatif memahami kebenaran yang terhampar.
Al-Qur'an menyamakan orang yang cenderung pada hawa nafsunya dengan anjing. "Kalau kamu menghalaunya. Ia menjulurkan lidah. Bila kamu membiarkannya. Ia menjulurkan pula lidah" (al-A'raaf: 176).
Anjing senantiasa menjulurkan lidah seolah kepayahan. Berjalan menjulurkan lidah, duduk menjulurkan lidah. Masuk ke domain tertentu, lidah juga tetap terjulur.
Orang dengan tabiat negatif jelas sama dengan sifat buruk anjing. Binatang ini galib mengganggu pejalan dengan gonggongan. Hewan najis ini malahan mencoleng, mengambil yang bukan miliknya. Merampas hak orang lain.
Menggonggong Terus
Alumni imitasi gampang ditelusuri aksi vulgarnya di media sosial, khususnya grup WA. Jika doyan mengoceh, bisa dipastikan ia alumnus palsu. Mereka lantas bersahut-sahutan menyalak sesama gadungan. Tak kenal pagi, siang, sore atau malam. Gonggongannya terus bergema.
Di Angkatan 86, ada oknum yang sampai sekarang identitasnya tidak terdeteksi. Santri ini meninggalkan Pesantren IMMIM saat naik kelas VI. Ia kemudian tertoreh sebagai alumnus SMA 1. Tanpa secuil rasa malu, bertahun-tahun mengaku tamat di pesantren. Saya berharap gadungan ini segera mengklarifikasi identitasnya sebelum diusir paksa dari organisasi alumni.
Kini, sudah terang bak purnama bahwa penyebab gerombolan gadungan tak malu lantaran otaknya rusak parah. Otak yang mengendalikan rasa malu tidak berfungsi. Akibatnya fatal. Mereka mengira dirinya alumnus pesantren sembari menyalak pada pagi, siang, sore serta malam di media sosial. Paham kau alumnus gadungan! Paham kau lancang mulut! Paham kau sok jagoan!