Senin, 30 Januari 2017

Tasawuf Ibn Arabi dalam Star Wars


Tasawuf Ibn Arabi

dalam Star Wars

Oleh Abdul Haris Booegies

     Pada 19 Mei 2005, publik mondial bakal menemukan jawaban perihal Darth Vader.  Selama 27 tahun, figur kelam dalam film Star Wars itu menghantui pikiran jemaah global.  Penduduk planet bumi berhasrat besar mengetahui riwayat Darth Vader yang telah hadir sejak 25 Mei 1977.  Kini, semua rasa penasaran sirna sesudah hari ini George Walton Lucas Jr merilis Star Wars: Episode III Revenge of the Sith.
     Dalam film tersebut, terpampang bagaimana Anakin Skywalker bertransformasi menjadi Datuk Kegelapan dalam sosok Dark Lord of the Sith yang lebih populer sebagai Darth Vader.  Lucas mendeskripsikan kekelaman Darth Vader berasal dari planet mistik yang seluruhnya terbentuk dari letusan gunung api.
     Darth Vader merupakan Panglima Perang Kekaisaran Galaksi sekaligus kepercayaan Emperor Palpatine, tokoh antagonis super tamak.  Dalam episode A New Hope (1977), The Empire Strikes Back (1980) serta Return of the Jedi (1983), Darth Vader selalu dibalut jubah hitam pekat.  Topengnya mirip alien yang menjadi musuh Arnold Schwarzenegger dalam film Predator.  Jubah dan topeng itulah sebenarnya yang membuat Anakin alias Darth Vader bisa hidup setelah kalah dalam suatu duel maut.  Tanpa kedua wadah tersebut, niscaya Darth Vader akan mati.
     Dalam trilogi prekuel The Phantom Menace (1999), Attack of the Clones (2002) serta Revenge of the Sith (2005), wujud Darth Vader tengah mencari bentuk.  Tiga serial awal itu mengisahkan petualangan Anakin sebelum berevolusi menjadi Darth Vader.
     Anakin lahir di Kota Blade Runner yang terletak di planet Tatooine.  Anakin yang biasa dipanggil Ani, hidup melarat bersama ibunya, Shmi.  Bocah budak tersebut sangat cerdas dan tangkas.  Sebab, darahnya memiliki kandungan midi-chlorians (kekuatan, kepandaian, keuletan dan indera keenam) yang teramat besar.  Qui-Gon Jinn, seorang Jedi Knight sangat tertarik padanya.  Apalagi, ramalan di Coruscant (markas utama para Jedi), menunjuk pribadi Anakin bakal menjadi the One who brings balance to The Force.

Cinta Bersemi
     Nun jauh di pinggir alam semesta di suatu masa, terjadi hikayat sarat intrik.  Kala itu, Padme Amidala yang berasal dari planet Naboo berupaya menyelamatkan rakyatnya dari invasi Federasi Dagang (The Trade Federation).  Blokade perdagangan terhadap planet Naboo dipimpin Viceroy.  Sang Ratu lantas bergegas bertemu dengan Senate di Coruscant (planet tempat pemerintahan Republik berpusat) guna menghindari peperangan.
     Dalam perjalanan menuju Coruscant, Jabba the Hutt yang menguasai kota Mos Espa di planet Tatooine, menyandera Ratu Amidala, Qui-Gon, Obi-Wan Kenobi serta Jar-Jar Binks.  Mereka boleh bebas asal Anakin mampu memenangkan balapan speeder.  Anakin yang berusia sembilan tahun akhirnya berhasil memamerkan kemahirannya dengan menjuarai adu balap Podrace yang penuh jebakan mematikan tersebut.
     Qui-Gon lalu berkeras di hadapan Jedi High Council (Dewan Tertinggi Jedi) agar Anakin dilatih menjadi ksatria Jedi.  Apalagi, berkat Anakin, mereka bisa bebas dari Jabba the Hutt yang anatominya seperti gentong dengan wajah mirip kodok.
     Sepuluh tahun kemudian, Anakin tumbuh menjadi pemuda gagah.  Ia adalah Padawan Learner alias Jedi Apprentice yang dilatih Obi-Wan.  Ketika terjadi huru-hara yang bisa mencelakakan Queen Amidala, maka, Anakin membawanya ke Tatooine.  Di sana, cinta sepasang sejoli itu bersemi.  Keduanya lantas menikah diam-diam.
     Sekali peristiwa, Anakin mengetahui sebuah ramalan jika istrinya akan mangkat begitu melahirkan bayinya.  Bayangan tersebut akhirnya mendorong Anakin melakukan apa saja demi menghindari takdir maut itu.
     Nyawa Amidala akhirnya sulit diselamatkan saat melahirkan bayi kembarnya; Luke Skywalker dan Princess Leia Organa, di planet Alderaan.  Sejak itu, sifat buruk Anakin mulai tampak.  Calon Jedi yang potensial dengan talenta mengagumkan tersebut, malahan terpikat menjadi pemberontak.  Ia bergabung dengan pihak kerajaan sebagai seorang Sith (ksatria kegelapan).  Bahkan, Anakin menjadi Darth, figur yang sangat ditakuti.

Cinta Ilahi

     Syekh Muhyidin Ibn Arabi merupakan ash-shaikh al-akbar (Guru yang Agung) dalam dunia tasawuf.  Sosok dari suku Hatim-Tai itu bernama lengkap Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah al-Tha’i al-Haitami.  Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara di Spanyol, pada tahun 1165.
     Ketika berusia delapan tahun, keluarganya pindah ke Sevilla.  Di kota tersebut, Ibn Arabi belajar al-Qur’an, al-Hadis serta fiqh dari Ibn Hazm az-Zhahiri.  Sebagai pemuda yang haus ilmu, ia lalu berguru pula pada Abu Madyan al-Ghaus at-Talimsari dan Yasmin Musyaniyah.
     Ibn Arabi pernah ke negeri-negeri Muslim di Afrika Utara serta Semenanjung Arab.  Damaskus menjadi kota curahan hatinya di hari-hari akhir masa hidupnya.
     Karya monumental Ibn Arabi yakni al-Futuhat al-Makkiyah yang ditulis pada tarikh 1201.  Buku itu merupakan ensiklopedi tasawuf.
     Ibn Arabi yang berasal dari keluarga ilmuwan dan kaya-raya tersebut, kemudian berhaji ke Mekkah.  Di Tanah Haram, ia terpesona dengan seorang wanita muda.  Ibn Arabi tergugah oleh kecantikan serta kecerdasan perempuan asal Persia itu.  Hingga, ia menulis Tarjuman al-Ashwaq.  Kitab tersebut adalah antologi puisi mengenai cinta Ilahi.  Komposisi karya-karya Ibn Arabi bercorak simbolis dengan makna yang agak samar.
     Kaum Skolastik dan pemikir Eropa semacam Dante Alighieri mengenal baik Ibn Arabi.  Figurnya dikenang sebagai Doktor Maximus.  Ibn Arabi yang berjuluk al-Kibritul Ahmar (belerang merah), pernah berceloteh bahwa: “al-abdu rabbun wa rabbu abdun” (hamba adalah Tuhan serta Tuhan adalah hamba).
     Aneka syatahat (kata-kata ganjil) sufi Andalusia itu membuat banyak orang Islam hidup dalam kebingungan.  Ia, umpamanya, menegaskan bila golongan pertama yang masuk Surga sesudah wafat adalah masyarakat awam.  Ibn Arabi malahan berseru: “Mahasuci Tuhan yang telah menjadikan segenap hal.  Tuhan sendiri adalah hakikat segala sesuatu”.  Akibatnya, karya-karya Ibn Arabi banyak dibakar semasa hidupnya.

Paham Gawat

     Darth Vader serta Ibn Arabi merupakan sosok yang menggetarkan jantung.  Di tiap sisi jagat raya dalam wilayah science-fiction, nama Darth Vader adalah jaminan teror.  Sementara di lima benua, dua kutub dan dua samudera, nama Ibn Arabi bagai madu serta racun.  Ia dipuja penganut tasawuf sebagai santo di dunia mistik Islam.  Sekalipun punya banyak pengagum, tetapi, Ibnu Taimiyah mencelanya sebagai figur yang sungguh berbahaya.  Pasalnya, menyamakan Tuhan dengan alam.
     Anakin adalah sosok hero dengan potensi tak terbatas dalam dirinya.  Kepahlawanannya tiba-tiba berubah haluan menjadi Sith, musuh Jedi.  Kehadirannya di kerajaan gelap mengakibatkan runtuhnya supremasi Republik.  Bahkan, Clone Wars berakhir dalam kenistaan.
     Sedangkan Ibn Arabi lewat ajaran-ajarannya cuma melahirkan pertentangan.  Apalagi, renungan sentralnya berupa wahdat al-wujud (kesatuan eksistensi), teramat gawat.  Sebab, paham tersebut memaparkan kalau wujud alam sama dengan wujud Tuhan.
     Benang merah yang menghubungkan antara Darth Vader dengan Ibn Arabi yakni kesesatan alur berpikir.  Virus akal budi merasuk dalam kedua tokoh fiksi dan fakta itu.
     Darth Vader yang menjelajah di antara planet-planet, akhirnya tamat riwayatnya sesudah disabet lightsaber (pedang laser) oleh Luke Skywalker, putranya sendiri.  Sementara Ibn Arabi mendapat perlawanan gigih atas visi seronoknya.

Petunjuk Hikmah 
     Al-Qur’an yang berisi ajaran moral secara global, sering diutak-atik.  Lantas dicari celahnya guna menyusupkan pemikiran hasil olah-cipta manusia.  Alhasil, lahir kerancuan serta kontradiksi.  Husain Ibnu Manshur al-Hallaj, misalnya, mengaku menyatu dengan Allah.  Para pengikut fanatiknya lalu membenarkan pernyataan vulgar tersebut.  Padahal, perkataan al-Hallaj adalah batil belaka.
     Di Surga, Allah menciptakan Nabi Adam dari tanah.  Kemudian Allah meniupkan roh kepada manusia pertama itu.  Biarpun memiliki roh Tuhan, namun, manusia bukan bagian dari wujud hakiki Allah.  Manusia tetap hanya sebagai hamba atau makhluk (yang diciptakan).
     Tiap insan punya sistem keilahian di antara fondasi kemanusiaannya.  Hal itu pula yang membuat iblis cemburu.  Soalnya, Allah meniupkan rohNya kepada Nabi Adam.
     Ibn Arabi bersama al-Hallaj dengan akal bulusnya telah mengingkari persepsi tentang Tuhan.  Zat Maha itu dianggapnya satu kesatuan dengan alam dan manusia.  
     Cakrawala berpikir manusia yang terbatas tidak bakal sanggup menelaah Kalam Ilahi.  Sebab, tinta pena manusia cuma setetes.  Sedangkan dawat ilmu Allah seluas lebih tujuh lautan nan biru.
     Darth Vader melabrak galaksi atas dukungan Kerajaan Gelap.  Di pinggir semesta yang kelam, berbaris shaf kebajikan hendak menangkal laju kesewenang-wenangannya.  Pasalnya, pendekar Sith tersebut, leluasa memberangus kehidupan demokrasi.
     Ibn Arabi pun tiada henti diserang gara-gara pemikirannya yang keliru.  Gagasan-gagasannya dinilai bid’ah.  Sebab, menyamakan wujud makhluk dengan Sang Khalik.  Padahal, manusia hanya abid (yang menyembah).  Sementara Allah sebagai ma’bud (yang disembah).
     Darth Vader serta Ibn Arabi sama-sama menghujat nilai-nilai kemanusiaan.  Keduanya membentangkan jalan yang sukar dilewati kehidupan normal.  Padahal, sejatinya manusia dituntun akal budinya meraih aktivitas keseharian yang positif.  Sedangkan Darth Vader bersama Ibn Arabi menggiring kehidupan ke arah negatif.                                                                                                               
     Nilai-nilai sufistik Ibn Arabi yang menyusup ke dalam sukma film Star Wars: Episode III Revenge of the Sith yakni pemahaman sempit perihal kebenaran.  Sisi kebenaran cuma dilihat dari sudut pandang kondisi suatu masa.  Pertimbangan terhadap konsep yang berorientasi sifat asasi manusia, tidak diperhitungkan.  Padahal, hak pokok individu meliputi formula solusi, entitas fundamental, elemen spiritual, instalasi energi, tabiat persoalan, unit metafisis, kekuatan mistik, terapi global, mesin atomik dan pengetahuan komprehensif.  Akibatnya, kebenaran yang diyakini justru merusak ketenteraman publik di sekitarnya.  Struktur tersebut terjadi gara-gara gaung kebenaran versi pikirannya yang dangkal.                     
     Ihwal itulah yang membuat manusia mutlak dituntun ke sirathal mustakim (arah kebenaran alias Islam).  Soalnya, tidak ada petunjuk hikmah kecuali al-Quran.

     “Ini jalanKu yang lurus.  Ikutilah.  Jangan kamu mengikuti jalan-jalan yang lain.  Sebab, jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari arah Tuhan.  Ihwal tersebut diperintahkan Allah supaya kamu bertakwa” (al-An’am: 153).









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People