Selasa, 31 Januari 2017

Babad Upin & Ipin


Babad Upin & Ipin

Oleh Abdul Haris Booegies

     Tiba-tiba hati melonjak riang.  Kita kedatangan tamu agung dari Malaysia pada 17-19 Juni 2011.  Mereka adalah kru Upin & Ipin.
     Tidak terbayang sebelumnya bahwa serial Upin & Ipin begitu merasuk dalam sukma.  Padahal, film kartun itu sederhana nian, minus aura kolosal.  Gerak hidupnya tampak kaku.  Scooby Doo buatan era 70-an masih lebih elok.  Proses animasi Upin & Ipin memang menggunakan perangkat lunak CGI Autodesk Maya.
     Kekuatan Upin & Ipin terletak pada pola cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.  Kreator Upin & Ipin yakin kalau kultur Malaysia yang berlatar kampung mampu memukau pasar internasional.  Elemen serupa dijumpai pada Doraemon yang mendeskripsikan budaya Jepang.
     Magnet Upin & Ipin juga ditopang dengan alur kisah yang mengangkat dongeng-dongeng bahari.  Kreator Upin & Ipin khawatir bila fiksi-fiksi baheula tersebut punah tergilas arus modernisasi.  Apalagi, orangtua tak punya kesempatan untuk membacakan dongeng kepada putra-putrinya.  Selain itu, anak-anak makin malas membaca.  Mereka lebih doyan dengan tokoh-tokoh ultra-modern semacam Spider-Man, Batman, Iron Man atau Hulk.  Dongeng-dongeng antik sudah kedaluwarsa di era Yahoo-Google ini.
     Upin & Ipin sesungguhnya tidak disangka menyabet sukses besar.  Apalagi, menembus pasar internasional.  Disney Channel Asia berada di balik kehebohan Upin & Ipin secara global.  Kini, animasi tersebut disiarkan di 13 negara antara lain Turki, Korea, Timor Leste dan Indonesia.
     Penghargaan yang diperoleh Upin & Ipin pun termasuk besar.  Serial itu memenangkan Animasi Terbaik di Festival Film Internasional Kuala Lumpur 2007.  Pada 2009, memperoleh Anugerah Shout berikut Best On Screen Chemistry.
     Pada Desember 2009, komik Upin & Ipin diterbitkan oleh Nyla Sdn Bhd.  Isi komik yang berasal dari tayangan Upin & Ipin tersebut dipublikasikan sekali sebulan buat khalayak Malaysia.
     DVD Upin & Ipin pun ramai terjual.  Merek Upin & Ipin laku pula dalam bentuk pakaian, perlengkapan sekolah, pakaian, seprai, gantungan kunci atau sampul angpao.  Bahkan, telah diedarkan aplikasi permainan Pocket Upin & Ipin untuk iPhone.  Hingga, memungkinkan pemakai membuat Ipin meloncat, berbicara maupun tertawa.
     Les Copaque Production sebagai peracik Upin & Ipin belum nyaman betul.  Sebab, pendapatan terbesar Les Copaque baru berasal dari iklan premium.  Les Copaque meraup laba dari penggunaan maskot Upin & Ipin pada produk semisal pasta gigi serta susu.

Hikayat Bersahaja
     Upin & Ipin dirilis pada 14 September 2007 di TV9, Malaysia.  Animasi itu bertujuan mendidik anak-anak guna memahami bulan suci Ramadan.  Upin & Ipin diracik oleh Mohd Nizam Abdul Razak, Safwan Abdul Karim bersama Usamah Zaid.
     Pada 2005, ketiganya bersua dengan  H Burhanuddin Radzi dan H Ainon Ariff.  Kata sepakat lalu diteken dengan mendirikan Les Copaque.  Mereka lantas menggagas cerita tentang dua anak kembar.
     Upin & Ipin tinggal di Kampung Durian Runtuh.  Mereka bertetangga dengan Dato Tuan Dalang Ranggi yang mashur sebagai Tok Dalang.  Tokoh ini mahir memainkan wayang kulit.  Tok Dalang memiliki sebatang pohon rambutan.  Ia juga memelihara ayam jantan bernama Rambo.
     Upin & Ipin menuntut ilmu di sekolah Tadika Mesra.  Sahabat-sahabatnya antara lain Mei Mei, Ehsan, Fizi, Mail, Zul, Ijat serta Jarjit Singh yang keturunan Sikh Benggali.  Penduduk kampung Durian Runtuh diramaikan pula oleh Opah alias Mak Uda, Kak Ros, Cikgu Jasmin, Badrol, Muthu, Saleh dan Ah Tong.
     Animasi Upin & Ipin menandaskan kepada kita perihal kesederhanaan.  Sekalipun kisahnya tak gemerlap, namun, sanggup menggoda kalbu.
     Pada tahun 80-an, TVRI menyiarkan film boneka Si Unyil tiap Ahad.  Si Unyil cukup menggemaskan.  Penggemarnya melimpah.  Aspek tersebut bisa dimaklumi karena Indonesia kala itu masih kekurangan wadah hiburan.  Mal belum ada.  Tempat hiburan paling memikat cuma bioskop.
     Si Unyil yang digemari anak-anak ternyata tidak lepas dari ideologi Orde Baru.  Unyil sampai terbungkuk-bungkuk serta berjalan tertatih-tatih untuk menasehati kawan-kawannya.  Nasehat ala Menteri Penerangan Orde Baru tersebut yang acap mengganggu jalan cerita.  Apalagi, Unyil yang masih esde ternyata fasih mengkhotbahi rekan-rekannya.
    30 tahun sesudah si Unyil, anak-anak di Nusantara kecanduan oleh ulah Upin & Ipin.  Struktur itu menegaskan bahwa kisah sederhana senantiasa menarik disimak jika diramu apik.  Di samping bersahaja, Upin & Ipin juga diproduksi ala kadarnya.  Kreatornya belum mampu mengadopsi teknologi ultra-mutakhir Hollywood.  Maklum, mereka tidak didukung dana besar.
     Sederhana dan minim anggaran ternyata tidak membuat peracik Upin & Ipin menyerah.  Di tengah kekurangan tersebut, mereka justru tampil kreatif dengan gagasan-gagasan cemerlang.  Cerita yang diangkat terpatri di relung hati penonton.  Bukan hanya balita yang senang dengan Upin & Ipin.  Orang dewasa di atas umur 40 tahun pun banyak yang terpesona.

Made in Indonesia
     Upin & Ipin menantang kita untuk bekerja di tengah keterbatasan.  Selama ini, dana minim kerap menjadi alasan yang menghambat ritme kerja.  Anggaran yang secuil selalu dijadikan kambing hitam.  Padahal, tak semua proyek besar berdana gigantik enteng merengkuh kejayaan.
     Upin & Ipin menunjukkan bahwa keterbatasan justru membuat kreatornya tampil kreatif.  Upin & Ipin yang mengambil setting pedalaman rupanya mengundang selera penonton.  Dari kampung Durian Runtuh itu, kita dapat menikmati petualangan dua anak kembar bersama konco-konconya.
     Upin & Ipin sempat tampil sebagai detektif ala James Bond yang mencari Rambo, ayam Tok Dalang.  Upin & Ipin bisa bergaya futuristik ala film Star Wars dengan mengayuh sepeda.  Keduanya terlibat pula dalam petualangan bajak laut ala kapten sinting Jack Sparrow (Pirate of the Carribean).  Upin & Ipin malahan sanggup membawa Malaysia menjuarai Piala Dunia “di suatu waktu nanti”.
     Kita berharap ada animator Indonesia mampu menghasilkan karya yang sederajat dengan Upin & Ipin.  Karya-karya yang membumi lebih cepat diserap.  Soalnya, dianggap lekat dengan keseharian.  Penyakit kita di Indonesia ialah megalomania.  Mau serba hebat.  Protagonis selalu bombastis.   Akibatnya, orang merasa sinis.  Bahkan, lucu gara-gara sang hero yang sakti kadang dipecundangi penjahat amatir.
     Awal tahun 2000, muncul jagoan Indonesia di sebuah stasiun televisi.  Ia digambarkan lebih dahsyat dibandingkan Superman.  Sementara lawannya cuma begundal lokal.  Jagoan ini ternyata juga tidak cakap berbahasa Inggris.
     Sosok pahlawan made in Indonesia tersebut akhirnya tak terdengar lagi kabarnya.  Kesannya tidak ada.  Pasalnya, ia seolah punya kekuatan para dewa dari gunung Olympus.  Tak ada kelemahannya.  Figur yang begitu sakti kiranya tidak diminati.
     Penonton butuh adegan yang membuai akal sekaligus menyenangkan hati.  Pemirsa mendambakan tokoh “withdrawal and return”.  Bonyok dulu, baru balik lagi untuk menang.
     Rumus Hollywood pun tak keluar dari genre “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”.  Upin & Ipin lebih mantap lagi.  Bukan hanya kisahnya yang variatif.  Les Copaque dengan anggaran seadanya lalu menjadi buah bibir manis.
     Les Copaque bersakit-sakit dengan dana minim.  Pada akhirnya, Les Copaque menuai kemashuran.  Sebuah jerih-payah yang patut ditiru oleh siapa saja.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People