Babad Upin & Ipin
Oleh Abdul
Haris Booegies
Tiba-tiba hati melonjak riang. Kita kedatangan tamu agung dari Malaysia pada
17-19 Juni 2011. Mereka adalah kru Upin & Ipin.
Tidak terbayang sebelumnya bahwa serial Upin & Ipin begitu merasuk dalam
sukma. Padahal, film kartun itu
sederhana nian, minus aura kolosal.
Gerak hidupnya tampak kaku. Scooby Doo buatan era 70-an masih lebih
elok. Proses animasi Upin & Ipin memang menggunakan
perangkat lunak CGI Autodesk Maya.
Kekuatan Upin & Ipin terletak pada pola cerita yang dekat dengan
kehidupan sehari-hari. Kreator Upin & Ipin yakin kalau kultur
Malaysia yang berlatar kampung mampu memukau pasar internasional. Elemen serupa dijumpai pada Doraemon yang
mendeskripsikan budaya Jepang.
Magnet Upin
& Ipin juga ditopang dengan alur kisah yang mengangkat dongeng-dongeng
bahari. Kreator Upin & Ipin khawatir bila fiksi-fiksi baheula tersebut punah
tergilas arus modernisasi. Apalagi,
orangtua tak punya kesempatan untuk membacakan dongeng kepada
putra-putrinya. Selain itu, anak-anak
makin malas membaca. Mereka lebih doyan
dengan tokoh-tokoh ultra-modern semacam Spider-Man, Batman, Iron Man atau Hulk. Dongeng-dongeng antik sudah kedaluwarsa di
era Yahoo-Google ini.
Upin
& Ipin sesungguhnya tidak disangka menyabet sukses besar. Apalagi, menembus pasar internasional. Disney
Channel Asia berada di balik kehebohan Upin
& Ipin secara global. Kini,
animasi tersebut disiarkan di 13 negara antara lain Turki, Korea, Timor Leste
dan Indonesia.
Penghargaan yang diperoleh Upin & Ipin pun termasuk besar. Serial itu memenangkan Animasi Terbaik di Festival Film Internasional Kuala Lumpur
2007. Pada 2009, memperoleh Anugerah Shout berikut Best On Screen Chemistry.
Pada Desember 2009, komik Upin & Ipin diterbitkan oleh Nyla
Sdn Bhd. Isi komik yang berasal dari
tayangan Upin & Ipin tersebut
dipublikasikan sekali sebulan buat khalayak Malaysia.
DVD Upin
& Ipin pun ramai terjual. Merek Upin & Ipin laku pula dalam bentuk
pakaian, perlengkapan sekolah, pakaian, seprai, gantungan kunci atau sampul
angpao. Bahkan, telah diedarkan aplikasi
permainan Pocket Upin & Ipin
untuk iPhone. Hingga, memungkinkan pemakai membuat Ipin
meloncat, berbicara maupun tertawa.
Les
Copaque Production sebagai peracik Upin
& Ipin belum nyaman betul.
Sebab, pendapatan terbesar Les
Copaque baru berasal dari iklan premium.
Les Copaque meraup laba dari
penggunaan maskot Upin & Ipin
pada produk semisal pasta gigi serta susu.
Hikayat Bersahaja
Upin
& Ipin dirilis pada 14 September 2007 di TV9, Malaysia. Animasi itu bertujuan mendidik anak-anak guna
memahami bulan suci Ramadan. Upin & Ipin diracik oleh Mohd Nizam
Abdul Razak, Safwan Abdul Karim bersama Usamah Zaid.
Pada 2005, ketiganya bersua dengan H Burhanuddin Radzi dan H Ainon Ariff. Kata sepakat lalu diteken dengan mendirikan Les Copaque. Mereka lantas menggagas cerita tentang dua
anak kembar.
Upin
& Ipin tinggal di Kampung Durian Runtuh. Mereka bertetangga dengan Dato Tuan Dalang
Ranggi yang mashur sebagai Tok Dalang.
Tokoh ini mahir memainkan wayang kulit.
Tok Dalang memiliki sebatang pohon rambutan. Ia juga memelihara ayam jantan bernama Rambo.
Upin
& Ipin menuntut ilmu di sekolah Tadika Mesra. Sahabat-sahabatnya antara lain Mei Mei,
Ehsan, Fizi, Mail, Zul, Ijat serta Jarjit Singh yang keturunan Sikh
Benggali. Penduduk kampung Durian Runtuh
diramaikan pula oleh Opah alias Mak Uda, Kak Ros, Cikgu Jasmin, Badrol, Muthu,
Saleh dan Ah Tong.
Animasi Upin & Ipin menandaskan kepada kita perihal kesederhanaan. Sekalipun kisahnya tak gemerlap, namun,
sanggup menggoda kalbu.
Pada tahun 80-an, TVRI menyiarkan film
boneka Si Unyil tiap Ahad. Si
Unyil cukup menggemaskan.
Penggemarnya melimpah. Aspek
tersebut bisa dimaklumi karena Indonesia kala itu masih kekurangan wadah
hiburan. Mal belum ada. Tempat hiburan paling memikat cuma bioskop.
Si
Unyil yang digemari anak-anak ternyata tidak lepas dari ideologi Orde
Baru. Unyil sampai terbungkuk-bungkuk
serta berjalan tertatih-tatih untuk menasehati kawan-kawannya. Nasehat ala Menteri Penerangan Orde Baru
tersebut yang acap mengganggu jalan cerita.
Apalagi, Unyil yang masih esde ternyata fasih mengkhotbahi
rekan-rekannya.
30 tahun sesudah si Unyil, anak-anak di Nusantara kecanduan oleh ulah Upin & Ipin. Struktur itu menegaskan bahwa kisah sederhana
senantiasa menarik disimak jika diramu apik.
Di samping bersahaja, Upin &
Ipin juga diproduksi ala kadarnya.
Kreatornya belum mampu mengadopsi teknologi ultra-mutakhir Hollywood. Maklum, mereka tidak didukung dana besar.
Sederhana dan minim anggaran ternyata
tidak membuat peracik Upin & Ipin
menyerah. Di tengah kekurangan tersebut,
mereka justru tampil kreatif dengan gagasan-gagasan cemerlang. Cerita yang diangkat terpatri di relung hati
penonton. Bukan hanya balita yang senang
dengan Upin & Ipin. Orang dewasa di atas umur 40 tahun pun banyak
yang terpesona.
Made
in Indonesia
Upin
& Ipin menantang kita untuk bekerja di tengah keterbatasan. Selama ini, dana minim kerap menjadi alasan
yang menghambat ritme kerja. Anggaran
yang secuil selalu dijadikan kambing hitam.
Padahal, tak semua proyek besar berdana gigantik enteng merengkuh
kejayaan.
Upin
& Ipin menunjukkan bahwa keterbatasan justru membuat kreatornya tampil
kreatif. Upin & Ipin yang mengambil setting
pedalaman rupanya mengundang selera penonton.
Dari kampung Durian Runtuh itu, kita dapat menikmati petualangan dua
anak kembar bersama konco-konconya.
Upin
& Ipin sempat tampil sebagai detektif ala James Bond yang mencari
Rambo, ayam Tok Dalang. Upin & Ipin bisa bergaya futuristik
ala film Star Wars dengan mengayuh sepeda. Keduanya terlibat pula dalam petualangan
bajak laut ala kapten sinting Jack Sparrow (Pirate of the Carribean). Upin
& Ipin malahan sanggup membawa Malaysia menjuarai Piala Dunia “di suatu
waktu nanti”.
Kita berharap ada animator Indonesia mampu
menghasilkan karya yang sederajat dengan Upin
& Ipin. Karya-karya yang membumi
lebih cepat diserap. Soalnya, dianggap
lekat dengan keseharian. Penyakit kita
di Indonesia ialah megalomania. Mau
serba hebat. Protagonis selalu
bombastis. Akibatnya, orang merasa
sinis. Bahkan, lucu gara-gara sang hero yang sakti kadang dipecundangi
penjahat amatir.
Awal tahun 2000, muncul jagoan Indonesia
di sebuah stasiun televisi. Ia
digambarkan lebih dahsyat dibandingkan Superman. Sementara lawannya cuma begundal lokal. Jagoan ini ternyata juga tidak cakap
berbahasa Inggris.
Sosok pahlawan made in Indonesia tersebut akhirnya tak terdengar lagi
kabarnya. Kesannya tidak ada. Pasalnya, ia seolah punya kekuatan para dewa
dari gunung Olympus. Tak ada
kelemahannya. Figur yang begitu sakti
kiranya tidak diminati.
Penonton butuh adegan yang membuai akal
sekaligus menyenangkan hati. Pemirsa
mendambakan tokoh “withdrawal and return”. Bonyok dulu, baru balik lagi untuk menang.
Rumus Hollywood pun tak keluar dari genre
“bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Upin
& Ipin lebih mantap lagi. Bukan
hanya kisahnya yang variatif. Les Copaque dengan anggaran seadanya
lalu menjadi buah bibir manis.
Les Copaque bersakit-sakit dengan dana
minim. Pada akhirnya, Les Copaque menuai kemashuran. Sebuah jerih-payah yang patut ditiru oleh
siapa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar