Rabu, 25 Desember 2024

Hikayat Pesantren IMMIM


Hikayat Pesantren IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies


     Pra-eksistensi Pesantren IMMIM hanya seberkas hasrat.  Ia bersemayam di alam absurd, berselimut kekaburan.  Ini kemudian bertumpuk menjadi kerinduan.  Rindu timbul untuk merealisasikan hasrat menjadi kenyataan.
     Haji Fadeli Luran menyekolahkan Zulkifli dan Usman -putranya- di Pondok Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.  Di era 60-an, banyak orangtua dari Indonesia Timur mengirim anaknya ke pesantren yang bertebar di Jawa.
     Pada 1968, Fadeli Luran diajak berkeliling kampus Gontor oleh KH Umar Zarkasyi.  Selepas memantau Pesantren Gontor, Fadeli Luran lantas shalat sunah seraya memohon petunjuk Allah.  Ia membujuk Tuhannya supaya diberi jalan lempeng guna mendirikan pesantren.
     Bakda shalat sunah itu yang sesungguhnya merupakan pra-eksistensi Pesantren IMMIM.  Ia cuma ada dalam angan-angan.  Sekedar embrio gagasan di rongga kepala seseorang.  Belum berwujud kendati dalam bentuk sebuah kata.
     Mendirikan pesantren seolah ilusi abnormal, tampak ganjil.  Maklum, Fadeli Luran bukan intelektual atau filsuf.  Ia cuma sampai kelas III SD.  Lencana hidupnya adalah militer.  Hingga, pernah kena tembak di pundak serta paha kala perang di masa kepemimpinan Letnan Kolonel Soeharto yang menjadi komandan Brigade Garuda Mataram.  Ini Soeharto yang mantan presiden.
     Pra-eksistensi Pesantren IMMIM perlahan memacu langkah awal dalam proses aplikasi.  Fadeli Luran tampil berani untuk menggagas obsesinya.  Ia mirip tokoh Scapin dalam Akal Bulus Scapin karya dramawan Moliere (Jean-Baptiste Poquelin).
     "Saya benci penakut yang begitu gentar menanggung akibat perbuatan.  Arkian, tak berani melakukan sesuatu".
     Fadeli Luran hendak memadukan pendidikan agama dengan umum.  Ia berhasrat menciptakan generasi baru berlevel kesatria iman.  Sebuah entitas yang memiliki keandalan menentukan pilihan independen.  Ini untuk menyongsong kehidupan layak secara Islami.
     Pra-eksistensi Pesantren IMMIM terus merasuk batin Fadeli Luran.  Intuisinya memandu agar bergerak selekasnya mendirikan pesantren.  Pondok keagamaan merupakan lumbung generasi ulung untuk menghadapi perang pikiran (ghazwul fikr) di masa depan.  Apalagi, perang pikiran atau konsep lebih berbahaya.
     Pada 14 Januari 1975, Fadeli Luran bersama Halide, Rahman Rahim, Nur Aburrahman, Muhammad Ahmad, Fachrul Islam dan Ince Ibrahim, mendirikan Pesantren Modern Pendidikan al-Qur'an IMMIM.  Selain membangun di Tamalanrea, Makassar -untuk putra- dibangun pula di Minasate'ne, Pangkep, untuk putri.
     Tamalanrea merupakan area pendidikan tinggi terpadu.  Kini, di kawasan tersebut berderet lembaga pendidikan negeri maupun swasta.
     Penentuan lokasi Pesantren IMMIM Putri di Minasate'ne berkat jasa Bupati Pangkep (Purn) HM Arsyad B (1966-1979).
     Bupati kemudian mengimbau tiap kecamatan mengirim wakil untuk ditempa sebagai santriwan-santriwati.  Selama dua tahun di masa awal, Pesantren IMMIM di Minasate'ne menerima putra.  Di tahun ketiga, kebijakan ini dihapus.  Putra di Minasate'ne lantas diboyong ke Tamalanrea.  Mereka ditempatkan di bangsal Ayatollah Khomeini.
     Pesantren IMMIM serupa arena untuk menggodok prajurit Sparta seperti di film 300.  Di situ dipertontonkan jika Raja Leonidas (Gerard Butler) dididik secara spartan sejak bocah.
     Di Pesantren IMMIM, sejumlah santri dengan disiplin tinggi tak lelah belajar.  Mengisi hari-hari dengan ketekunan demi menggapai cita-cita.
     Pesantren IMMIM bukan cuma arena spartan.  Di situ juga ada santri badung yang memusingkan pembina.  Mereka asyik-masyuk melakukan pembangkangan terhadap disiplin.  Bukan cuma bandel, namun, ada pula bertipe kepala batu.  Berkali-kali dihukum, berkali-kali melanggar lagi.
     Percampuran santri positif dengan negatif ibarat sebuah penginapan di film New Dragon Gate Inn.  Di sini berkumpul insan baik serta buruk.  Film yang diproduksi Tsui Hark ini dibintangi oleh Brigitte Lin Chin Hsia, Maggie Cheung, Tony Leung Ka-fai dan Donnie Yen.
     Losmen Gerbang Naga terletak di gurun Tiongkok.  Pesanggrahan ini dikelola sejumlah figur kriminal.  Penginapan ini akhirnya menjadi medan laga antara perampok, pemberontak dengan batalion tempur kerajaan Ming.
     Pesantren IMMIM tidak terbentuk untuk memuaskan semua pihak.  Ada keterbatasan.  Seperti di politik, ada utopia.  Euforia dipekikkan menyambut utopia, tetapi, yang terjadi justru distopia.
     Setelah menapak empat dasawarsa, Pesantren IMMIM telah mencetak lebih 5.000 alumni.  Seperti tutur Fadeli Luran pada 1981, kalian akan bertebar di mana-mana.  Kini, santri-santri Fadeli Luran melanglang buana.  Tiada yang menyangka bahwa pra-eksistensi Pesantren IMMIM yang cuma ada di kepala Fadeli Luran, bisa menjelma ikon pendidikan sampai tuntas milenium kedua.
     Fadeli Luran jelas tak menduga bahwa ia terus hidup pascakematiannya.  Jasadnya boleh masuk kubur.  Jiwanya boleh tercerabut dari Bumi.  Tidak bagi Pesantren IMMIM.  Karya monumental inilah yang membuatnya mencapai imortalitas, kekal.  Fadeli Luran abadi di tengah komunitas global yang unggul secara signifikan.  Sebuah kemenangan manis di tengah impian pendakian menuju Surga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People