Alumni Agitator Pesantren IMMIM
(Bagian kelima dari 13 tulisan)
Oleh Abdul Haris Booegies
Ayahanda tercinta Haji Fadeli Luran terpesona menyaksikan Pesantren Gontor. Ia begitu bahagia memandang santri-santri tekun belajar sekaligus taat aturan. Fadeli Luran meneguhkan hati seraya berkali-kali meluhurkan asma Allah.
Fadeli Luran yang merupakan legenda Indonesia Timur lantas shalat dua rakaat. Ia memohon kepada Allah supaya diberi petunjuk dan kekuatan untuk mendirikan pesantren.
Usai shalat, paras Fadeli Luran terlihat cerah. Hatinya berbinar penuh kerinduan untuk segera menggagas pendirian Pesantren IMMIM. Membangun pesantren merupakan kesempatan untuk mencetak ulama intelek.
Detik berdetak. Waktu berlalu. Generasi baru muncul. Kini, pesantren yang diidamkan Fadeli Luran telah melewati sang kala selama 45 tahun.
"Kelak anakda akan bertebar di mana-mana. Ada yang jadi polisi, hakim atau pegawai". Ini petuah Fadeli Luran yang didengar langsung oleh Angkatan 81-86.
Andai Fadeli Luran masih hidup, ia pasti senang karena bisa mencetak 3.000 lebih alumni sejak 1975 sampai 2020. Cita-citanya tercapai kalau alumni bertebar di segala penjuru. Jika ada bentala terkena sinar mentari, di situ pasti ada alumni.
Sayang sekali, Fadeli Luran tidak pernah memperkirakan bahwa ada alumni bandel bin nakal. Gerombolan ini begitu pongah hendak mengambil alih pesantren IMMIM, tugu monumental Fadeli Luran. Alumni sok ini rapat sampai tengah malam persis teroris yang berhasrat melakukan aksi anarki.
Sepak-terjang alumni memalukan sekali. Bahkan, tak tahu diri. Musababnya, mencampuri urusan Yasdic. Bertahun-tahun pesantren ditangani secara sukses oleh Yasdic. Kala Yasdic hendak menjual lokasi di Tamalanrea untuk pengembangan kampus Moncongloe, mendadak sekawanan alumni mencak-mencak. Mereka seolah berpendapat bila pesantren adalah milik alumni.
Adakah Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani saat tercatat sebagai santri baru? Dalam MoU itu, umpamanya, ditegaskan bahwa kalau tamat, alumni boleh turut campur di Yasdic, pesantren serta Gedung IMMIM. Adakah dulu pernyataan kesepahaman tertulis begitu yang kalian paraf? Adakah!
Menjual lahan merupakan gagasan segar agar santri di era mendatang berlimpah fasilitas. Seyogianya alumni merespons ide revolusioner Yasdic. Apalagi, kultur masyarakat terus berubah. Ini jelas butuh inovasi spektakuler demi menapak jalan baru masa depan.
Alumni yang ikut campur tak sudi menjual lokasi, sesungguhnya tergolong makhluk egois. Mereka hanya memikirkan diri sendiri, tanpa membayangkan nasib santri di masa depan. Prinsip kami yang pro-futuristis, pro-optimis dan pro-Moncongloe, teramat tegas. Ingin melihat santri di dekade mendatang belajar di tempat nyaman dengan aneka fasilitas. Bagaimana dengan yang pro-Thagut, pro-destruktif serta pro-nostalgia?
Moncongloe merupakan bagian esensial dari agenda kosmis. Hingga, pengembangannya urgen. Cepat atau lambat, kampus Tamalanrea pasti wassalam dari pesantren IMMIM. Tarikh 2020 merupakan momen terbaik. Ini sweet goodbye untuk melepas Tamalanrea.
Menunda menjual lokasi cuma melukai prospek cemerlang kampus Moncongloe. Jika ini dibiarkan, berarti transformasi terbit pasca mortalitas. Maksudnya, pengembangan Moncongloe bakal dimulai sesudah alumni Tamalanrea mati semua. Di masa itu muncul kesempatan untuk berbenah supaya pesantren dapat mengejar ketertinggalan.
Jurus alumni menghambat penjualan yakni bermain smoke and mirror. Mereka mengepulkan asap guna mengaburkan realitas. Alumni beralasan lokasi Tamalanrea adalah tanah wakaf. Ini kamuflase. Pasalnya, alumni ingin mempertahankan artefak masa silam agar leluasa bernostalgia. Sebuah dialektika absurd dengan modus smoke and mirror.
Di WAG IAPIM (257 peserta menurut data 6 Oktober 2020), ada alumnus begitu arogan memprovokasi untuk melakukan demonstrasi. Saya curiga, bocah banyak bacot ini tidak mustahil pernah pula melakukan ujaran kebencian terhadap rezim Jokowi. Demi menjaga stabilitas dan ketenteraman NKRI, saya harap Badan Intelijen Negara (BIN) maupun Polri mengusut alumnus ini. Di masa pandemi ini, kita butuh kata-kata nan sejuk, bukan penghasut yang mengajak unjuk rasa. Kerumunan massa, tentu mengundang secara masif penyebaran corona.
Mencetak santri berkualitas merupakan kewajiban Yasdic. Ini selaras dengan harapan Fadeli Luran. Bukan melahirkan "ulama nostalgia" atau "intelek ikut campur" seperti dipertontonkan secara telanjang tanpa malu oleh segerombolan alumni yang tidak tahu diri.
Alumni tidak paham fungsinya sebagai ulama intelek. Mereka justru berbondong-bondong mencampuri urusan Yasdic. Bila suka ikut campur, berarti kau mempersulit kehidupanmu. Jauhkan diri dari mencampuri urusan pihak lain supaya hidup bermakna serta sarat berkah.
Nasehat saya untuk alumni lapuk atau yang menjelang tua bangka. Jangan campuri urusan Yasdic. Jangan lompat pagar ke rumah orang persis residivis kelaparan tiga hari. Kalau kau nekat ikut campur, berarti kau dungu hakiki atau tolol permanen alias dongok tongeng. Berperilakulah bak Iron Man yang ksatria. Jangan membiarkan orang waras mencibir menyaksikan ulah idiotmu sembari berseru: "ironi, Man". Alumni Pesantren IMMIM, namun, tidak malu serta tak tahu diri turut campur program Yasdic. Betul-betul "ironi, Man". Ironi...