Akhir Perjalanan Mandela
Oleh Abdul Haris Booegies
“Putra terbaik
abad ke 20 mangkat di abad ke 21”.
Begitu kalimat yang berdenging di kepala saya tatkala tahu Mandela
wafat. Legenda Afrika Selatan dari suku
Thembu itu, menghembuskan nafas terakhir pada Kamis, 5 Desember 2013.
Mandela tergolong
pribadi bersahaja. Ia hidup teramat
sederhana. Jauh dari gemerlap kerlap-kerlip
kehidupan tokoh-tokoh pemimpin dunia yang mewah. Biarpun hidup ala kadarnya, tetapi, Mandela
bisa menahbiskan diri sebagai the great. Ia pahlawan anti pemisahan ras (anti apartheid) Afsel. Simpati lantas mengalir. Momen yang muncul baginya seolah
mukjizat. Hingga, Mandela terpilih
presiden kulit hitam pertama yang memimpin pada 1994-1999.
Generasi muda
pada periode ini patut menjadikan Mandela sebagai inspirasi. Ia sosok from
zero to hero. Selama 27 tahun,
Mandela mendekam di penjara. Mata dunia
tertutup melihatnya gara-gara ia berkulit hitam. Mandela disepelekan di era yang menyisihkan
kebebasan, persaudaraan serta kesetaraan.
Penahanannya selama
hampir tiga dekade tidak membuat Mandela remuk-redam. Fisiknya memang digerogoti infeksi paru-paru,
namun, semangat tak lekang. Setelah
bebas, ia kembali berjuang melepaskan Afsel dari belenggu rasial.
Apartheid atau segregasi rasial
merupakan kebijakan yang melembagakan kemiskinan dan ketidaksetaraan bagi warga kulit hitam.
Suatu nilai usang yang harus dihancur-leburkan. Zaman tak suka manusia dinilai dari warna
kulit. Mandela akhirnya berhasil
mengakhiri dominasi minoritas kulit putih.
Mandela sukses
menciptakan Afsel menjadi negeri multiras, Negeri Pelangi. Ia berhasil menyatukan kulit putih dengan
hitam. Mandela tertoreh sebagai arsitek peralihan
yang sangat bersejarah. Ia pun didaulat
Bapak Demokrasi. Pada 1993, ia meraih
Hadiah Nobel Perdamaian. Kalimat mashur
Mandela pun sering dikutip. “It only seems impossible until it’s done”.
Narapidana 46664
Mandela lahir
dari pasangan Nkosi Mphakanyiswa Gadla Henry serta Nosekeni Fanny pada
1918. Si bayi lalu dinamakan Rolihlahla
Mandela. Dalam bahasa Xhosa, Rolihlahla
bermakna “menarik cabang pohon”. Walau begitu, secara umum diartikan “pembuat
onar”.
Di usia 23 tahun,
Mandela ke Johannesburg untuk kuliah. Ia
kemudian menjadi pengacara andal. Pada
1942, Mandela mendirikan African National
Congress (ANC) yang membela hak-hak warga kulit hitam. ANC lantas melawan pemerintah Afrikaaner pada 1948. Mandela yang andal berpolitik lalu dibaiat
sebagai Ketua ANC. Ia bergerak di bawah
tanah guna menghindari pemerintahan ekstrem yang berniat menangkapnya. Mandela dikenal sebagai Black Pimpernel karena cerdik menyamar. Julukan tersebut dicaplok dari nama Scarlet
Pimpernel, tokoh fiksi dalam revolusi Perancis.
Scarlet dideskripsikan lihai menyamar.
Mandela kemudian
membentuk Umkhonto we Sizwe, sayap
militer ANC. Pada 1961, ia memimpin
kampanye pengeboman terhadap target pemerintah.
Pada 5 Agustus 1962, Mandela ditangkap.
Ia didakwa melakukan sabotase untuk menggulingkan pemerintah dengan
kekerasan.
Mandela akhirnya
digiring ke balik terali besi di Johannesburg Fort. Mandela lantas menerima hukuman seumur hidup
pada 12 Juni 1964. Ia dibui di Pulau
Robben, 12 kilometer dari Cape Town, yang terletak di lepas pantai Afrika
Selatan. Mandela menjalani kerja paksa
tambang. Di sana, ia menghabiskan 18
tahun penahanannya. Nomor penjaranya adalah 46664. Ketika di penjara, Mandela hanya diizinkan
menerima satu kunjungan dalam setahun dengan durasi 30 menit. Ia juga cuma diizinkan menulis sekaligus
menerima beberapa huruf.
Selama ditahan,
Mandela terserang tuberkolusis, pemicu kerusakan paru-paru. Akibatnya, ia rentan terhadap infeksi
paru-paru. Mandela lalu dipindahkan ke
penjara Pollsmoor di daratan. Penjara
terakhir yang dihuninya yakni Victor Verster.
Pribadi Agung
Mandela punya
sejumlah nama. Miss Mdingane, guru
sekolah di dusun Qunu memanggilnya Nelson.
Alasannya, supaya pemerintah kolonial Inggris gampang menyebut nama
murid bersangkutan.
Di Afsel, Mandela
lazim dipanggil Madiba. Kata ini bermakna “tempat nan bagus” di
Istana Mqhekezweni. Mandela pernah
tinggal di sini sebagai anak perwalian Jongintaba Dalindyebo, Bupati Kabupaten
Thembu. Madiba sesungguhnya nama kepala suku Thembu. Ia memerintah wilayah Transkei di bagian
tenggara Afsel pada abad 19.
Mandela diseru
pula sebagai Tata (bapak). Ia juga dinamakan Khulu. Ini kata singkat dari
uBawomkhulu yang berarti “kakek”,
“besar” atau “penting”.
Mandela acap pula
dipanggil Dalibhunga. Di usia 16 tahun, ia melakukan ritual menuju
dewasa lewat upacara adat Xhosa. Dalibhunga bermakna “pendiri dewan” atau
“pencetus dialog”. Tata cara melafalkan
nama ini untuk menyambut Mandela ialah “Dalibhunga
Aaah!”
Hikmah yang pantas
dipetik dari perjalanan hidup Mandela yaitu spirit wajib dikobarkan terus. Tidak boleh ada kata menyerah melakoni
hidup. Manusia dituntut tegar demi
menaklukkan perkara-perkara besar.
Apalagi, makin agung pribadi, maka, juga kian besar tantangan.
Hidup bukan hanya
hari ini. Di depan menanti berjubel
tantangan. Alhasil, segenap faktor mutlak
dipertimbangkan dalam meretas hidup.
Di masa hidup
Mandela, tantangan terbesar tiada lain hidup rukun antara dua ras manusia. Kini, tantangan makin kompleks. Dimulai dari jumlah penduduk dunia yang
mencapai tujuh miliar. Kemudian eskalasi
politik dunia yang kian tegang, khususnya musim semi demokrasi di negeri-negeri
Arab. Puncak kegetiran dan kegelisahan
yakni kemiskinan di tengah nilai produksi dunia yang mencapai 70 triliun dolar
AS per tahun.
Kompleksitas persoalan
tak memiliki rem. Ia terus tancap gas
bak pembalap Formula 1. Hingga, dibutuhkan manusia-manusia pilihan
yang punya wawasan agar mengerem dampak buruk berbagai masalah.
Mandela mati, tetapi, ia sosok tepat dewasa ini sebagai patron
kehidupan. Figurnya merupakan pola buat
memulai ikhtiar dalam menjangkau momen sejati.
Kita tidak boleh menyerah kendati besok langit runtuh. Selama hayat dikandung badan, selalu ada
jalan untuk menemukan secercah cahaya.
Selamat jalan, Mandela! “Dalibhunga Aaah!”