Bersapa
Sabda
Oleh
Abdul Haris Booegies
Novel ini berkisah
tentang persahabatan di Majalah LEKTURA terbitan Fakultas Sastra
Universitas Hasanuddin. Berikut beberapa cuplikan yang belum diedit
karena penggarapan belum tuntas
14 Juni 2009, diadakan pertemuan
untuk membentuk awak media penerbitan Fakultas Sastra. Sebelum
rapat, saya dipertemukan dengan Asri Sulaiman. Ia Ketua Departemen
Humas dan Publikasi Fakultas Sastra. Asri merupakan mahasiswa Sastra
Inggris dan redaktur buletin England terbitan Himpunan Sastra
Inggris.
“Ogi, ini Asri”, kata Andy
sambil memegang lengan saya.
“Asri, ini Ogi”, lanjut Andy
sambil menatap Asri. Sekilas saya memandang Asri, ia
manggut-manggut.
“Rapat ini nanti harus
menghasilkan tekad untuk membuat penerbitan”, kata Andy.
“Kita akan coba”, tegas saya.
“Coba? Kau cuma berusaha
mencoba? Ini pekerjaan serius. Kau harus lakukan atau tidak! Tidak
ada kata coba!”, papar Andy.
Saya tak menyangka kalau kalimat
“kita akan mencoba” dintanggapi secara serius. Andy melirik ke
arah saya. Saya mengangguk-angguk sambil melirik kanan-kiri.
Mengharap ada rekan yang menyapa saya.
Asri terlihat tunduk. Kaki
kirinya menendang-nendang kerikil sebesar kelereng.
“Ogi. Asri. Camkan bahwa
penerbitan kita ini kelak menjadi lentera bagi Fakultas Sastra.
Bahkan, menjadi kebanggaan Universits Hasanuddin. Sebab, sudah 20
puluh tahun tidak ada penerbitan yang menggegerkan di kampus kita”.
oOo
Ketika hendak beranjak, sontak
Andy mengeluarkan perintah baru.
“Masukkan juga Nurul Ramdani!
Ogi tahu Nurul?”, tanya Andy melirik saya.
“Tidak”.
“Asri, tahu Nurul?”, tanya
Andy.
“Saya tahu. Anak Linguistik
itu?”
“Ya”, jawab Andy.
Saya menganggap, ini intervensi
Ketua Senat terhadap Pemimpin Redaksi. Seharusnya seluruh awak
redaksi atas restu saya. Sebab, saya nanti yang selalu berhadapan
muka dengan mereka.
Kalau Andy menyodorkan nama bahwa
ini harus masuk itu harus masuk, berarti tidak profesional. Saya
khawatir nama-nama yang disodorkan tidak layak sebagai jurnalis
kampus.
Belum apa-apa, saya sudah
ditelikung. Andy menyodorkan nama Nurul Ramdani. Tak apalah, semoga
ini yang pertama dan terakhir. Boleh jadi Nurul itu teman akrab atau
kekasih Andy. Saya tidak tahu. Saya orang baru di senat.
“Ingat, masukkan juga Nurul.
Dia itu rajin”, pungkas Andy
Pada 27 Juni 2009, rapat pertama
redaksi dilangsungkan. Dalam pertemuan itu, semua 17 redaksi hadir.
Bahkan, Rahmat Hidayat sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Sastra,
turut hadir.
Menakjubkan bagi saya karena
anak-anak Lektura ternyata semua tampan dan cantik. Mungkin
keturunan Nabi Yusuf.
oOo
“Kamu masih jomblo, kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa, hanya
belum laku”.
“Cowok cool belum laku,
aneh juga kamu”.
“Keanehan adalah bagian dari
hidupku”.
“Di Lektura pasti ada
yang mau. Kamu pasti laku”.
“Terlalu dini mencari pasangan.
Saya mau menikmati kesendirian. Bisa bebas ke mana kaki mau
melangkah. Jomblo membuat kita bahagia karena tidak ada tanggung
jawab dan pertengkaran. Individu jomblo juga banyak teman karena
bebas. Bahkan, jomblo menyehatakan”.
“Jomblo menyehatkan?”.
“Ya, karena tidak bertengkar
dengan pasangan. Hingga, otak selalu terpelihara. Tidak ada sakit
hati yang merongrong kesehatan Jarang bertengkar berpengaruh positif
terhadap kekebalan tubuh”.
oOo
“Kita bikin gaya seksual
atraktif. Kita namakan OML”.
“Oh My Lord?”.
“Bukan, tetapi, Ogi Mega
Lektura”, jelas Megawati.
“Kedengarannya aneh”.
“Aneh, tetapi, penuh fantasi”,
kata Megawati.
oOo
“Sekali ini saja, Mega. Saya
tidak tahan lagi”.
“Sekali ini saja kau bilang.
Besok kau datang membujukku agar satu kali lagi. Lusa kau datang
kembali. Minta lagi bahwa ini yang terakhir. Sepekan kemudian kau
minta lagi. Kau pasti kecanduan kalau mencobanya sekarang”.
“Sungguh, Mega. Sekali ini saja”.
“Sungguh, Mega. Sekali ini saja”.
“Betul kau mau 69 sekali ini
saja”?”.
“Ya, saya sumpah”.
“Apa jaminanmu”.
“Hanya sekali ini saja!”.
“Apa jaminanmu karena kau pasti
ketagihan”.
“Saya tak akan lagi 69 dengan
kamu kalau saya coba sekali ini”.
“Betul kau tidak minta besok”.
“Ya”.
“Jadi kau mau 69 hanya sekali
ini?”.
“Ya”.
“Kau yakin tidak ketagihan kalau
mencicipiku sekali ini saja”.
“Ya”.
“Berarti kau bohong. Sekali kau
coba, pasti besok kau datang lagi”.
“Saya berusaha tidak ke sini
lagi”.
“Kau berusaha tidak ke sini,
tetapi, kelak kau berusaha memaksaku ke rumahmu. Di sana kau pasti
berusaha menodaiku. Saya tahu sifatmu yang pantang menyerah”.
oOo
“Saya tidak mau selingkuh”.
“Kenapa?”, tanya saya kecewa.
“Kau sok suci. Sering mengaku
di antara teman-teman sebagai orang baik-baik, remaja masjid lagi,
tetapi, kau tega minta dilayani. Apa ini tanda kau orang baik-baik.
Berada di kamar terkunci dengan wanita tanpa busana. Telanjang di
ranjang dengan istri orang?”.
“Kita suka sama suka”.
oOo
“Saya bukan istrimu”.
“Secara institusional kita
memang bukan pasangan suami-istri”.
“Kau memaksaku”.
“Tidak, saya cuma minta
kerelaanmu. Ini namanya keintiman tanpa kontrak absah alias bercinta
tanpa pacaran”.
“Saya bukan sarana pemuas
nafsu”.
“Hanya sekali, Mega. Percayalah
padaku”.
“Kau terhasut buaian hawa
sesat”.
“Tolonglah, Mega. Sekali ini
saja”.
“Saya tidak mau. Kau enak,
sudah menggauliku langsung ongkang-ongkang. Sementara saya pegal
sesudah kau tindih”.
oOo
“Kau membuatku terangsang.
Membuatku ereksi. Sesudah begini, kau tak mau melayaniku. Mana
tanggung jawabmu”.
“Kau bicara tanggung jawab?
Bagaimana kalau rahimku berbuah gara-gara ulahmu. Kau mau
bertanggung jawab?”.
“Suamimu tidak mungkin curiga”.
“Bagaimana kalau anak itu mirip
kau. Kulitnya hitam. Sementara saya putih. Suamiku putih. Dua
putriku juga putih”.
”Katakan saja ada kesalahan
genetis. Ini albino Afrika”.
“Kau hanya mau enaknya saja.
Hanya mau 69. Kau mahasiswa berotak porno. Kepalamu berisi
serentetan aksi hardcore. Kau cocok jadi reporter majalah
mesum”, sergah Megawati.
oOo
“Ketika meninggalkan rumahnya,
ia mengatakan kepada saya, kegagalan adalah kesuksesan tertunda”.
“Ia beri kamu semangat agar
tidak menyerah. Berarti ia sayang kamu”, kata Sukwan.
“Sesungguhnya, kegagalan tetap
kegagalan. Bukan kesuksesan yang tertunda”, kata Nurul.
Semua pandangan spontan tertuju
pada Nurul. Pasti ini seru. Sebab, istilah “kegagalan adalah
kesuksesan tertunda” sudah menjadi kalimat lazim bagi pecundang.
oOo
“Saya mau tanya. Kamu harus
jujur. Katakan yang sebenarnya. Kamu tertarik dengan seseorang di
Lektura?”
“Tidak!”, tegas saya.
“Kamu bohong! Kamu pendusta!”.
“Bagaimana mungkin kamu tuduh
saya berbohong. Apa kamu bisa membaca isi hatiku. Dalamnya laut
bisa diduga. Luas cakrawala pun bisa ditaksir, tetapi, hati orang
siapa yang tahu”.
“Pepatah kuno itu, Ogi!
Sekarang ada namanya bahasa tubuh. Gerak-gerikmu ketika tadi
mengatakan “tidak!” menunjukkan kamu bohong. Suaramu pun
bergetar tanda kamu bohong. Sorot matamu pun menunjukkan kamu
bohong. Apa kamu ini bodoh. Tidak pernah tahu bahasa tubuh”,
terang Andy.
“Jadi kamu menuduh saya jatuh
cinta dengan seseorang di Lektura?”.
“Saya tidak bilang kamu jatuh
cinta. Saya cuma menanyakan, apakah kamu tertarik dengan seorang
redaktur Lektura”.
oOo
“Kamu mau berfatwa bahwa uang
adalah sumber kebahagiaan?”, tanya Andy.
“Betul, saudara. Uang adalah
sumber kebahafiaan. Kalau ada orang kaya mengatakan uang bukan
sumber kebahagiaan. Coba minta motor atau mobilnya. Ia pasti tidak
mau. Ia pasti marah. Padahal, kendaraan adalah kekayaan. Mengapa
ia tak mau memberi kita motornya untuk dijadikan modal bagi Lektura?
Jawabnya satu. Kekayaan adalah kebahagiaan”.
oOo