Sidak Pesantren IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies
Aturan merupakan landasan untuk mendisiplinkan diri. Ini akan membuat orang merasa nyaman, tenteram sekaligus sejajar. Tanpa aturan, maka, yang ada hanya kekacauan.
Aturan bukan cuma satu, namun, banyak. Bahkan, beragam sesuai konteks, komunitas maupun periode waktu. Ada aturan harian, ada pula berkala.
Aturan harian bagi siswa-siswi yakni saban hari ke sekolah untuk belajar. Aturan berkala biasanya menyangkut non-akademik. Misalnya, siswa baru membersihkan musalah atau kelas.
Aturan harian serta aturan berkala acap dikejutkan dengan inspeksi mendadak (تَفْتِيش مُفَاجِئ). Siapa siswa yang tidur di kelas sewaktu berlangsung pelajaran. Siapa yang cuma mengobrol saat diperintahkan membersihkan musalah atau kelas.
Inspeksi mendadak (sidak) merupakan pemeriksaan atau pengawasan tiba-tiba. Hingga, mengagetkan karena tiada pemberitahuan sebelumnya.
Cristiano Ronaldo beranggapan bahwa sidak merupakan peluang untuk membuktikan diri. Bahkan, menunjukkan kemampuan kita.
Sidak merupakan kontrol kualitas guna mengevaluasi kondisi nyata. Ini untuk memperoleh gambaran real-time perihal suasana sesungguhnya tanpa persiapan khusus.
Sidak yang termaktub dalam sejarah bermula dari Kaisar Qin Shi Huang (221-206 sebelum Masehi). Ia mengaplikasikan sidak demi memastikan kepatuhan birokrasi sekaligus standar di seluruh kekaisaran.
Dalam manajemen Islam. pemimpin diimbau melakukan sidak. Ini demi mencegah penyimpangan.
Menurut Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Zayed bin Sultan an-Nahyan, sidak merupakan modus guna memastikan orang tidak terlena dengan rutinitas harian.
Di film-film Hollywood, kerap terdengar "I want a full sweep, now!" Ini perintah tegas dalam menjalankan inspeksi menyeluruh secara langsung.
Jangan bandel. Soalnya, pelaku surprise inspection kebal hukum untuk sesekali melanggar aturan. Hatta, suaranya menggelegar dengan nada serius dan otoritatif sebagai legitimasi tindakan sidak. "Open it. I don't care what the protocol says".
Tujuan sidak ialah memastikan kepatuhan terhadap aturan atau perintah. Pepatah Arab berbunyi; "memeriksa secara langsung meningkatkan keterikatan". Sementara Socrates bersabda bahwa hidup yang tidak diperiksa tak layak dijalani. The unexamined life is not worth living.
Di Pesantren IMMIM, sidak alias pemeriksaan merupakan prosedur pembina serta guru yang paling menakutkanku. Pada 1980 saat kelas satu, dua kali diadakan pemeriksaan di kamar 2 rayon Datuk Ribandang. Saya tidak tahu, apakah di kamar lain juga ada pemeriksaan oleh pembina dan guru. Maklum, kamarku dihuni santri bandel. Sidak yang sekoyong-konyong dilakukan untuk mengetahui kondisi nyata, membuat santri tak kuasa memanipulasi situasi. Tak ada persiapan untuk menyembunyikan barang haram versi pesantren.
Sidak pertama pada 1980, terjadi di tengah malam. Saya dibangunkan untuk merapikan kembali isi lemariku yang berantakan.
"Ada apa?"
"Ada pemeriksaan".
Pembina pesantren mencari barang-barang yang tidak sesuai aturan. Sebagai umpama, radio. Radio adalah barang haram di pesantren.
Ada sejumlah santri senior membawa badik. Ini yang gawat. Benda mematikan ini disembunyikan di buku tebal. Kitab tersebut dilubangi bagian dalamnya sesuai ukuran badik. Buku yang digunakan yaitu Biologi jilid 3 untuk siswa kelas III.
Pemeriksaan kedua berlangsung pada pagi sebelum mata pelajaran dimulai. Kami baru saja hendak ke kelas ketika disuruh tinggal sebentar.
Jantung gedebak-gedebuk. Situasi apalagi ini? Terkenang film Mandarin. Segerombol orang berwajah dingin mengepung sebuah rumah. "这是临时命令" (zhè shì línshí mìnglìng), ini perintah dadakan. Frasa menakutkan ini menunjukkan bila tindakan yang dilakukan adalah resmi serta sah tanpa syarat.
Dua sidak selama kelas satu menjadi trauma bagiku selama di pesantren. Ini lantaran sejak kelas II sampai VI, saya selalu membawa radio tape recorder dengan hampir 100 kaset. Bukan hanya radio, tiap pekan saya membeli majalah. Ada Vista, Ria Film, Team, Variasi, Varianada, Hai dan koran Pos Film. Majalah serta surat kabar merupakan barang haram di pesantren.
Ketakutanku kian menganga kala menulis diari saat kelas III. Saya gelisah tingkat dewa jika membayangkan buku harianku disita gara-gara pemeriksaan. Catatan pribadi itu niscaya diforensik oleh pimpinan kampus. Isinya pasti membuat seluruh pembina dan guru geleng-geleng kepala.
Sekali peristiwa saat kelas V, saya dibisik oleh Mantang, kepala koki untuk peserta pelatihan dari luar kota. Menurutnya, akan ada pemeriksaan asrama oleh pembina serta guru. Saya langsung sibuk karena dilanda kengerian. Menyembunyikan radio dan majalah di kamar Mantang di aula.
Aman? Tidak! Radio tape recorder milikku yang sebesar bantal bayi, rupanya disandera pimpinan kampus. Ini akibat pembina curiga. Dari mana Mantang bisa punya radio? Mendengar radioku direbut, saya mengumpat-umpat, bersungut-sungut. Menyesali hidup di pesantren.
Informasi tentang pemeriksaan yang disampaikan oleh Mantang, tidak terbukti. Boleh jadi pembina mengendus kalau rencana tersebut bocor.
Saya mulai bernafas lega setelah tiba Februari 1986. Sebelum ujian nasional, semua barangku sudah dibawa ke rumah. Barang yang tersisa tinggal baju sekolah serta buku harian.
Pemeriksaan alias sidak di Pesantren IMMIM, senantiasa memicu jantung berdetak kencang. Pemeriksaan betul-betul merupakan ujian nyali yang benar-benar tidak siap saya hadapi. Pasalnya, saya santri yang paling banyak memiliki benda yang tidak punya legalitas. Semua bayang kengerian, akhirnya sirna setelah tamat.