Minggu, 27 April 2025

Sidak Pesantren IMMIM

 

 

Sidak Pesantren IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies


     Aturan merupakan landasan untuk mendisiplinkan diri.  Ini akan membuat orang merasa nyaman, tenteram sekaligus sejajar.  Tanpa aturan, maka, yang ada hanya kekacauan.
     Aturan bukan cuma satu, namun, banyak.  Bahkan, beragam sesuai konteks, komunitas maupun periode waktu.  Ada aturan harian, ada pula berkala.
     Aturan harian bagi siswa-siswi yakni saban hari ke sekolah untuk belajar.  Aturan berkala biasanya menyangkut non-akademik.  Misalnya, siswa baru membersihkan musalah atau kelas.
     Aturan harian serta aturan berkala acap dikejutkan dengan inspeksi mendadak (تَفْتِيش مُفَاجِئ).  Siapa siswa yang tidur di kelas sewaktu berlangsung pelajaran.  Siapa yang cuma mengobrol saat diperintahkan membersihkan musalah atau kelas.
     Inspeksi mendadak (sidak) merupakan pemeriksaan atau pengawasan tiba-tiba.  Hingga, mengagetkan karena tiada pemberitahuan sebelumnya.
     Cristiano Ronaldo beranggapan bahwa sidak merupakan peluang untuk membuktikan diri.  Bahkan, menunjukkan kemampuan kita.
     Sidak merupakan kontrol kualitas guna mengevaluasi kondisi nyata.  Ini untuk memperoleh gambaran real-time perihal suasana sesungguhnya tanpa persiapan khusus.
     Sidak yang termaktub dalam sejarah bermula dari Kaisar Qin Shi Huang (221-206 sebelum Masehi).  Ia mengaplikasikan sidak demi memastikan kepatuhan birokrasi sekaligus standar di seluruh kekaisaran.
     Dalam manajemen Islam. pemimpin diimbau melakukan sidak.  Ini demi mencegah penyimpangan.
     Menurut Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Zayed bin Sultan an-Nahyan, sidak merupakan modus guna memastikan orang tidak terlena dengan rutinitas harian.
     Di film-film Hollywood, kerap terdengar "I want a full sweep, now!"  Ini perintah tegas dalam menjalankan inspeksi menyeluruh secara langsung.
     Jangan bandel.  Soalnya, pelaku surprise inspection kebal hukum untuk sesekali melanggar aturan.  Hatta, suaranya menggelegar dengan nada serius dan otoritatif sebagai legitimasi tindakan sidak.  "Open it.  I don't care what the protocol says".
     Tujuan sidak ialah memastikan kepatuhan terhadap aturan atau perintah.  Pepatah Arab berbunyi; "memeriksa secara langsung meningkatkan keterikatan".  Sementara Socrates bersabda bahwa hidup yang tidak diperiksa tak layak dijalani.  The unexamined life is not worth living.
     Di Pesantren IMMIM, sidak alias pemeriksaan merupakan prosedur pembina serta guru yang paling menakutkanku.  Pada 1980 saat kelas satu, dua kali diadakan pemeriksaan di kamar 2 rayon Datuk Ribandang.  Saya tidak tahu, apakah di kamar lain juga ada pemeriksaan oleh pembina dan guru.  Maklum, kamarku dihuni santri bandel.  Sidak yang sekoyong-konyong dilakukan untuk mengetahui kondisi nyata, membuat santri tak kuasa memanipulasi situasi.  Tak ada persiapan untuk menyembunyikan barang haram versi pesantren.
     Sidak pertama pada 1980, terjadi di tengah malam.  Saya dibangunkan untuk merapikan kembali isi lemariku yang berantakan.
     "Ada apa?"
     "Ada pemeriksaan".
     Pembina pesantren mencari barang-barang yang tidak sesuai aturan.  Sebagai umpama, radio.  Radio adalah barang haram di pesantren.
     Ada sejumlah santri senior membawa badik.  Ini yang gawat.  Benda mematikan ini disembunyikan di buku tebal.  Kitab tersebut dilubangi bagian dalamnya sesuai ukuran badik.  Buku yang digunakan yaitu Biologi jilid 3 untuk siswa kelas III.
     Pemeriksaan kedua berlangsung pada pagi sebelum mata pelajaran dimulai.  Kami baru saja hendak ke kelas ketika disuruh tinggal sebentar.
     Jantung gedebak-gedebuk.  Situasi apalagi ini?  Terkenang film Mandarin.  Segerombol orang berwajah dingin mengepung sebuah rumah.  "这是临时命令" (zhè shì línshí mìnglìng), ini perintah dadakan.  Frasa menakutkan ini menunjukkan bila tindakan yang dilakukan adalah resmi serta sah tanpa syarat.
     Dua sidak selama kelas satu menjadi trauma bagiku selama di pesantren.  Ini lantaran sejak kelas II sampai VI, saya selalu membawa radio tape recorder dengan hampir 100 kaset.  Bukan hanya radio, tiap pekan saya membeli majalah.  Ada Vista, Ria Film, Team, Variasi, Varianada, Hai dan koran Pos Film.  Majalah serta surat kabar merupakan barang haram di pesantren.
     Ketakutanku kian menganga kala menulis diari saat kelas III.  Saya gelisah tingkat dewa jika membayangkan buku harianku disita gara-gara pemeriksaan.  Catatan pribadi itu niscaya diforensik oleh pimpinan kampus.  Isinya pasti membuat seluruh pembina dan guru geleng-geleng kepala.
     Sekali peristiwa saat kelas V, saya dibisik oleh Mantang, kepala koki untuk peserta pelatihan dari luar kota.  Menurutnya, akan ada pemeriksaan asrama oleh pembina serta guru.  Saya langsung sibuk karena dilanda kengerian.  Menyembunyikan radio dan majalah di kamar Mantang di aula.
     Aman?  Tidak!  Radio tape recorder milikku yang sebesar bantal bayi, rupanya disandera pimpinan kampus.  Ini akibat pembina curiga.  Dari mana Mantang bisa punya radio?  Mendengar radioku direbut, saya mengumpat-umpat, bersungut-sungut.  Menyesali hidup di pesantren.
     Informasi tentang pemeriksaan yang disampaikan oleh Mantang, tidak terbukti.  Boleh jadi pembina mengendus kalau rencana tersebut bocor.
     Saya mulai bernafas lega setelah tiba Februari 1986.  Sebelum ujian nasional, semua barangku sudah dibawa ke rumah.  Barang yang tersisa tinggal baju sekolah serta buku harian.
     Pemeriksaan alias sidak di Pesantren IMMIM, senantiasa memicu jantung berdetak kencang.  Pemeriksaan betul-betul merupakan ujian nyali yang benar-benar tidak siap saya hadapi.  Pasalnya, saya  santri yang paling banyak memiliki benda yang tidak punya legalitas.  Semua bayang kengerian, akhirnya sirna setelah tamat.


Senin, 07 April 2025

Ketakutan di Pesantren IMMIM

 

 

 

Ketakutan di Pesantren IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies


     Ketakutan (خَوْفٌ) adalah sesuatu yang manusiawi.  Semua orang punya rasa takut.  Semua orang pernah ketakutan.
     Rasa takut merupakan respons alami.  Ini memacu mekanisme pertahanan diri.  "Terkadang, takut merupakan respons yang tepat", begitu sebuah kalimat tergiang di The Batman (2022).
     Perasaan takut memaksa orang untuk menghindar.  Ini alasan biologis sebagai insting guna bertahan hidup.
     Di film Dune, ketakutan dideskripsikan sebagai pembunuh pikiran.  "Fear is the mind-killer".
     Ketakutan sirna seiring waktu.  Sementara orang tangguh andal memadamkan ketakutan dengan menata emosi.  Apalagi, ketakutan adalah landasan keberanian.
     "Kau tak bisa jadi pemberani jika belum pernah takut", The Mummy (1999).  Seberani apa pun, orang pasti punya perasaan gentar yang menggedor nyali.
     Di Pesantren IMMIM era 80-an, perasaan takut muncul dengan berbagai alasan.  Paling bejibun yakni santri takut dihukum.  Apalagi, hukuman fisik.
     Saya paling sering kena hukuman.  Ini gara-gara pelanggaran teramat banyak.  Sekali waktu, pimpinan di pesantren menguji coba santri badung tinggal seatap dengan pembina.  Saya yang kelas IV bersama Mukbil kelas III, menjadi kelinci percobaan.  Kami tinggal bersama ustaz Abdul Kadir Massoweang, wakil pimpinan kampus serta kyai Abdul Kadir Kasim.
     Uji coba ini gagal total.  Bukannya insaf, saya dengan Mukbil justru kian beringas.  Apalagi, banyak pelanggaran yang tak terdeteksi oleh pembina.  Saya sering mengelabui duo Kadir.  Algojo-algojo keji qismul amni (seksi keamanan) juga tidak berani memonitor ke Mes Guru.  Hingga, saya bersama Mukbil merasakan kebebasan tiada tara.  Mes Guru yang terletak di Jalan Bugis merupakan tempat kami dikarantina.
     Bukti bahwa uji coba mengalami kegagalan ekstrem ialah Mukbil.  Kala kelas V, ia dipecat akibat aneka pelanggaran berat.  Saya selamat.  Padahal, pelanggaranku lebih banyak.  Entah jimat apa yang saya pakai.
     Sesungguhnya, ketakutan saya di Pesantren IMMIM bukan hukuman fisik.  "Ketakutan hanyalah perasaan.  Tidak nyata", ini kata-kata di film After Earth (2013).
     Tatkala kelas satu, saya memang gentar dengan qismul amni serta mahkamah lugah (pengadilan bahasa).  Siapa tidak menceret-menceret, pelanggar bonyok didera bogem mentah.  Saat eksekutor beraksi, lampu di ruang penyiksaan dipadamkan.  Santri pun jadi samsak hidup.  Menjadi sasaran empuk pukulan maupun tendangan.  Jika bermental kerupuk, santri cuma bertahan satu semester di Pesantren IMMIM.
     Nama yang hampir saban malam diumumkan sebagai pelanggar, membuatku mati rasa.  Dari hari ke hari, hukuman fisik tidak mencederai ragaku, namun, mengendap menjadi dendam.
     Luka batin oleh dendam selaras kutipan di Star Wars: Episode I (1999).  "Ketakutan menuntun pada amarah, amarah menuntun pada kebencian, kebencian menuntun pada penderitaan".
     Pada hakikatnya, ada satu perkara yang membuatku senantiasa ketakutan di Pesantren IMMIM.  Ini saya alami sampai memasuki tarikh 1986.  Persoalan tersebut yaitu ilusi tentang pertukaran kampus.  Saya sering dilanda galau bila membayangkan santriwan bertukar kampus dengan santriwati.
     Kalau santri dipindahkan ke Minasatene, otomatis saya menganggur melakukan pelanggaran.  Mustahil leluasa kabur ke bioskop.  Jarak bioskop dengan Minasatene mencapai 55 km.  Naik mikrolet (petepete) bisa sampai dua jam.  Olala.
     Bila putra ditempatkan di Minasatene, maka, saya tak bisa nonton midnite show.  Pertunjukan selepas pukul 00.00, biasanya memutar film baru yang berbeda sepekan dengan pemutaran di bioskop Amerika.
     Pertukaran kampus bukan hanya masalah bioskop.  Saya juga kesulitan ke Sentral untuk membeli majalah serta surat kabar.  Selama di pesantren, saya selalu membeli Vista, Variasi, Ria Film, Team serta Varianada.  Ini majalah yang mengulas film, rock dan selebritas.  Saya juga beli Pos Film, koran perihal artis-artis.  Nonton di bioskop serta menyimak majalah film betul-betul gue banget.  Momen-momen indah inilah yang membuatku ketakutan setengah mati bila terkenang pertukaran kampus.  Ketakutan tersebut bagai memenjarakanku.  "Fear can hold you prisoner", sebuah ungkapan menggema dari The Shawshank Redemption (1994).
     Saya pernah curhat ke seorang rekan.  Ia tertawa.  Menurutnya, itu muskil, mengada-ada.  Wejangannya bagai diksi dari film Chhapaak (2020).  "Dar se jeene ka kya faida?  Zindagi jeene ke liye hoti hai, darr ke liye nahi" (Apa guna hidup dalam ketakutan?  Hidup untuk dijalani, bukan ditakuti).
     Kendati sahabat tersebut berusaha meyakinkanku, tetapi, tetap pertukaran kampus membuat waswas.  Jantung berdegup kencang memikirkannya.
     Band eksperimental El Morabba3 dari Saudi bersenandung: "الخوف يسكنني مثل الوحوش في الظلام" (ketakutan berdiam dalam diriku laksana monster di kegelapan).
     Pertukaran kampus antara putra dengan putri, niscaya melahirkan budaya baru.  Muncul tradisi di luar perkiraan di area asing.  Tidak berlebihan pula bila santri merasa disingkirkan oleh santriwati.  Sebab, mereka menyerobot rumah kenangan santri, rumah yang sarat suka-duka.
     Ilusi yang melahirkan ketakutan itu tidak pernah terealisasi.  Ketakutan tersebut pada esensinya dapat menjadi landasan untuk berbenah.
     "Hal yang paling ditakuti mungkin yang paling dibutuhkan", sebuah nasehat terdengar di How to Train Your Dragon (2010).


Amazing People