Kamis, 26 September 2013

Terjemah Surah Thaha versi Abdul Haris Booegies


20. Thaahaa
(Alamat Allah)
Dengan Nama Allah, Pemilik Kasih Sayang yang Mahapemurah


1.  Thaa Haa.

2.  Tiada Kami turunkan al-Qur’an kepadamu (wahai Nabi Muhammad) untuk menanggung derita.

[Allah menurunkan ayat kedua ini terkait Abu Jahal dengan Nadhr bin al-Harits.  Keduanya berseru kepada Nabi Muhammad yang tekun beribadah.  “Kamu pasti celaka!  Kamu meninggalkan agama kami!”]

3.  Kami mewahyukannya sebagai peringatan bagi manusia yang takut melanggar perintah Allah.

4.  Al-Qur’an diturunkan sebagai firman Tuhan.  Dari Allah, pencipta bumi serta langit nan tinggi.

5.  Ia, Allah Sang Mahapemurah.  Bersemayam di Arasy.

[Ayat ini menjabarkan tempat tinggal Allah.  Sebuah tulisan sangat menawan tentang ayat ini dimuat di harian Tribun Timur pada Rabu, 29 Juni 2011.  Ditulis oleh Ayu Bella Fauziah.  Dalam terjemah ini diikutkan di akhir ayat]

6.  Pemilik segala yang di langit dan di bumi.  Kemudian yang berada di antara keduanya.  Lantas yang ada di bawah tanah.

7.  Tak usah bersuara nyaring dalam berdoa.  Allah tahu segala rahasia.  Paham segenap yang lebih tersembunyi.

8.  Allah!  Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Ia.  Pemilik nama-nama paling indah.

9.  Apakah telah sampai kepadamu kisah Nabi Musa?

10.  Tatkala ia melihat api.  Ia berkata kepada isterinya: “Berhentilah di sini.  Saya melihat api.  Semoga saya dapat membawa secercah kepada kamu.  Barangkali pula di sana ada arah jalan”.

[Ayat ini bercerita tentang suatu malam.  Saat Musa Alaihissalam bersama keluarganya menuju ke Mesir.  Nabi Musa tergerak mengambil api untuk menghangatkan badan kerabatnya.  Ia pun berharap di sekitar api itu ada orang yang bisa menuntunnya ke jalan tepat menuju Mesir]

11.  Ketika tiba di sumber api.  Terdengar seruan:  “Hai Musa!”

12.  “Aku Tuhanmu! Tanggalkan terompahmu.  Ini Thuwa, lembah suci!”

[Nabi Musa diminta membuka alas kaki sebagai penghormatan]

13.  “Aku memilihmu menjadi Rasul.  Dengar yang akan diwahyukan kepadamu”.

[Momen ini menunjukkan Musa dilantik sebagai Nabi Allah]

14.  “Aku ini Allah.  Tiada Tuhan selain Aku.  Sembah Aku.  Laksanakan shalat demi mengingatKu”.

15.  “Hari Kiamat pasti datang.  Aku sengaja merahasiakan waktunya.  Arkian, tiap diri dibalas selaras yang ia usahakan”.

[Nabi Muhammad bersabda: “Hari Kiamat tidak terjadi sebelum sungai Eufrat menyingkap gunung emas.  Manusia saling membunuh untuk menguasainya.  Terbunuh 99 orang dari 100.  Semua berharap selamat dalam perang memperebutkan emas”]

16.  “Jangan kamu dipalingkan oleh manusia yang tidak percaya Kiamat.  Lalu diperbudak hawa nafsunya.  Akibatnya, kamu celaka”.

17.  “Apa itu di tangan kananmu, Musa?”

18.  Nabi Musa menjawab: “Ini tongkatku.  Saya bertumpu padanya.  Saya merontokkan dedaunan di pohon untuk ternakku.  Bermacam kegunaan pada tongkat ini”.

19.  Allah berfirman: “Lempar tongkatmu, Musa!”

20.  Ia campakkan tongkat.  Mendadak menjelma seekor ular yang merayap cepat.

21.  Allah berfirman: “Tangkaplah.  Jangan takut.  Kami akan mengembalikannya pada keadaan semula”.

22.  “Kepit tanganmu di ketiak.  Tanganmu niscaya menjadi putih cemerlang, tanpa cacat.  Hal itu merupakan mujizat lain”.

[Tangan Nabi Musa bercahaya.  Menjadi obor dalam mengembara]

23.  “Kami perlihatkan kepadamu sebagian tanda kekuasaan Kami yang sangat besar”.

24.  “Pergilah ke Fir’aun.  Ia berlaku sewenang-wenang”.

[Fir’aun merupakan gelar yang disematkan kepada raja Mesir.  Sebelumnya, istilah Fir’aun berarti istana raja Mesir]

25.  Nabi Musa berdoa: “Ya Tuhanku.  Lapangkan dadaku”.

26.  “Mudahkan tugasku”.

27.  “Lepaskan kekakuan lidahku”.

[Ayat ini menjabarkan kalau Nabi Musa gagap]

28.  “Supaya mereka mengerti perkataanku”.

29.  “Jadikan bagiku seorang penyokong dari keluargaku”.

[Nabi Musa menghendaki ada yang membantunya dalam mengemban tugas-tugas kenabian]

30.  “Harun, saudaraku”.

31.  “Teguhkan pendirianku dengan dukungannya”.

32.  “Jadikan ia sekutu dalam tugasku”.

33.  “Agar kami banyak memujiMu”.

34.  “Kemudian banyak mengingatMu”.

35.  “Engkau senantiasa mengawasi kami”.

36.  Allah berfirman: “Permohonanmu dikabulkan, hai Musa!”

[Ayat ini menegaskan kalau gagap Nabi Musa sudah hilang]

37.  “Kami pun memberimu nikmat sebelum ini”.

[Karunia yang diperoleh Nabi Musa ialah tinggal di istana sejak bayi]

38.  “Kala itu, Kami ilhamkan kepada ibumu suatu perintah”.

39.  “Letakkan anakmu dalam peti.  Hanyutkan ke Sungai Nil.  Pasti terdampar ke tepi.  Nanti ia dipungut Fir’aun, musuhKu dan musuhnya.  Aku melimpahkan kasih sayang kepadamu.  Kamu diasuh di bawah pengawasanKu”.

40.  Ketika saudarimu menelusur mencari tahu.  Ia berkata kepada kerabat Fir’aun: ”Maukah kutunjukkan orang yang layak memeliharanya?”  Kami mengembalikan kamu kepada ibumu supaya girang hatinya.  Tiada pula ia berdukacita.

     Kamu pernah membunuh seorang pria.  Kami menyelamatkanmu dari masalah atas pembunuhan itu.  Kami berkali-kali mengujimu dengan cobaan.  Kemudian kamu menetap beberapa tahun di Kota Madyan.  Kini, kamu tiba dari sana di waktu yang ditetapkan, hai Musa!”

[Seorang keturunan Israil berkelahi dengan seorang bangsa Qibti.  Nabi Musa melayangkan satu pukulan yang mengakibatkan orang Qibti itu tewas]

41.  “Aku memilihmu menjadi RasulKu”.

42.  “Pergilah bersama saudaramu membawa ayat-ayatKu.  Jangan lalai mengingatKu!”

43.  “Pergilah berdua kepada Fir’aun.  Kekafirannya sudah sangat keterlaluan”.

44.  “Berbicaralah kepadanya dengan ucapan lemah-lembut.  Semoga ia insaf atau takut kepada Tuhan”.

45.  Keduanya berkata: “Wahai Tuhan kami!  Kami takut ia menindak kami secara semena-mena atau kekafirannya makin jadi-jadi”.

46.  Allah berfirman: “Jangan khawatir!  Aku bersamamu.  Aku mendengar.  Aku melihat”.

47.  “Pergilah berdua kepada Fir’aun.  Katakan, kami utusan Tuhanmu.  Bebaskan bani lsrail agar ikut kami.  Jangan menyiksanya.  Kami datang membawa bukti kerasulan dari Tuhanmu!  Sejahtera segenap manusia yang mengikuti petunjuk”.

[Di Mesir, bani Israil menjalani kerja paksa.  Mereka menjadi kuli bangunan]

48.  “Diwahyukan kepada kami.  Azab pedih ditimpakan kepada pendusta para Rasul.  Kemudian orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah”.

49.  Fir’aun bertanya: “Siapa Tuhanmu berdua, hai Nabi Musa?”

50.  Nabi Musa menjawab: “Tuhan kami ialah yang memberikan kepada tiap sesuatu bentuk kejadian.  Lantas membimbingnya”.

51.  Fir’aun bertanya: “Bagaimana keadaan generasi-generasi bahari?”

52.  Nabi Musa menjawab:  “Pengetahuan perihal itu ada pada Tuhanku.  Termaktub dalam sebuah Kitab (Lauh al-Mahfuz).  Tuhanku mustahil keliru.  Tak pernah lupa”.

53.  Tuhan mendesain bumi untuk kalian sebagai hamparan.  Ia menjadikan jalan-jalan supaya kalian berjalan di atasnya.  Dari langit Ia turunkan hujan.  Dengan hujan, Kami tumbuhkan aneka jenis tanaman.

54.  Makanlah itu.  Biarkan ternak-ternakmu merumput.  Semua itu mengandung tanda-tanda bagi manusia berakal perihal kemurahan Allah.

55.  Dari bumi Kami menciptakan kalian.  Kemudian Kami mengembalikanmu ke dalamnya.  Dari bumi pula, sekali lagi Kami bakal mengeluarkan kalian.

56.  Kami menunjukkan kepada Fir’aun tanda kebesaran Kami.  Ia mendustakan.  Enggan beriman.

57.  Fir’aun sesumbar: “Tidak pantas kamu datang untuk mengusir kami dari negeri kami dengan sihirmu, hai Nabi Musa?”

58.  “Kami akan pamerkan kepadamu sihir serupa untuk melawanmu!  Tetapkan tempo pertemuan antara kami dengan kamu.  Kita sepakat tidak memungkirinya.  Pelaksanaannya di tempat netral”.

59.  Nabi Musa menjawab: “Waktu pertemuan ialah di hari perayaan.  Hendaklah khalayak berhimpun pada pagi”.

60.  Fir’aun meninggalkan majelis.  Lantas merancang siasat.  Ia pun datang ke arena.

61.  Nabi Musa berkata kepada para pesihir: “Celaka kalian! Jangan mendakwa secara dusta kepada Allah.  Gara-gara begitu, kalian bakal dibinasakan dengan azab.  Rugi orang yang mengumbar kebohongan tentang Allah”.

62.  Mendengar ancaman Nabi Musa.  Mereka bersengketa mengenai perkara yang dihadapi.  Mereka merahasiakan yang dirundingkan.

63.  Sebagian pesihir berkata: “Dua orang ini pasti pesihir lihai.  Hendak mengusirmu, hai Fir’aun.  Dari negerimu dengan sihirnya.  Keduanya ingin melenyapkan adat-istiadatmu yang utama”.

64.  “Satukan seluruh trik sihir kalian.  Kemudian datanglah dalam satu barisan.  Berjaya orang yang menang hari ini”.

65.  Pesihir berseru: “Hai Nabi Musa!  Kamu yang lebih dulu melempar atau kami?”

66.  Nabi Musa menjawab: “Silakan melempar lebih dulu”.  Tiba-tiba tali-temali dan tongkat-tongkat mereka terbayang di mata Nabi Musa seolah ular-ular yang menggeletar gesit karena kehebatan sihir.

67.  Terlintas rasa takut di hati Nabi Musa.

68.  Kami berfirman: “Jangan takut!  Kamu lebih unggul”.

69.  “Lempar yang ada di tangan kananmu, niscaya ia menelan segala benda sihir mereka.  Apa yang mereka lakukan sekedar ilusi.  Pesihir tidak akan menang, dari mana pun ia datang”.

70.  Para pesihir rebah bersujud sambil berucap: ”Kami beriman kepada Tuhan yang mengutus Nabi Harun dan Nabi Musa”.

71.  Fir’aun berkata: “Tidak patut kalian beriman kepada Nabi Musa sebelum saya izinkan.  Ia pemimpinmu yang mengajarkanmu sihir.  Saya akan potong tangan dan kakimu secara silang-menyilang.  Kemudian menyalib kalian pada pangkal pohon kurma.  Kelak kalian tahu siapa di antara kami yang paling keras sekaligus lebih kekal azabnya”.

72.  Para pesihir menanggapi Fir’aun: “Kami tidak akan tunduk kepadamu dengan menafikan mukjizat yang datang kepada kami.  Tuhan menciptakan kami.  Hukumlah sesuai yang kau putuskan.  Kau hanya dapat menghukum dalam kehidupan dunia ini saja”.

73.  “Kami beriman kepada Tuhan kami.  Semoga Ia memaafkan kesalahan-kesalahan kami.  Mengampuni dosa-dosa sihir yang kau paksakan pada kami untuk melakukannya.  Allah paling baik pahalaNya.  Lebih kekal azabNya”.

74.  Siapa datang berlumur dosa kepada Tuhannya di Hari Akhirat.  Tersedia baginya Neraka Jahanam.  Di sana, ia tidak mati agar terhindar dari siksa.  Tidak pula hidup untuk mengenyam kehidupan layak.

75.  Siapa datang kepada Allah.  Sebagai orang beriman.  Kemudian telah mengerjakan perbuatan bajik.  Mereka ditempatkan di kediaman yang tinggi derajatnya.

76.  Tempat mulia itu yakni Surga Aden.  Di situ mengalir beberapa sungai.  Mereka abadi di dalamnya.  Begitulah imbalan bagi insan yang menyucikan diri.

77.  Kami mewahyukan kepada Nabi Musa: “Bawa hamba-hambaKu (bani Israil) di waktu malam.  Pukul Laut Merah dengan tongkatmu untuk membuat jalan kering bagi mereka di dasar laut.  Jangan cemas tersusul oleh musuh.  Tak usah pula takut tenggelam”.

78.  Fir’aun memburu dengan serdadunya.  Ia bersama laskarnya tergulung gelombang.  Mereka tenggelam!

79.  Fir’aun menjerumuskan kaumnya pada kebinasaan.  Bukan memberinya petunjuk.

80.  Hai bani lsrail!  Kami menyelamatkan kalian dari musuhmu.  Kami buat perjanjian dengan kalian agar bermunajat di lereng sebelah kanan Thur Sina.  Kami turunkan untukmu Manna serta Salwa.

[Thur berarti gunung gersang alias tandus]

81.  “Makanlah rezeki baik yang Kami karuniakan kepada kalian.  Jangan berlebihan yang memicu amarahKu menimpamu.  Siapa ditimpa murkaKu.  Pasti celaka!”

82.  Aku Mahapengampun bagi orang bertobat, beriman maupun beramal saleh.  Lalu teguh dalam petunjuk.

83.  (Allah berfirman kala Nabi Musa berada di pucuk gunung).  “Mengapa kamu datang lebih cepat ketimbang kaummu, hai Musa?”

84.  Nabi Musa merayu Allah: “Mereka sedang menyusul jejakku.  Saya bergegas datang kepadaMu, wahai Tuhanku.  Supaya Engkau senang padaku”.

85.  Allah berfirman: “Kami uji kaummu ketika kamu tinggalkan.  Samiri menyesatkannya”.

86.  Nabi Musa kembali kepada kaumnya dengan rasa marah dan sedih: “Hai kaumku!  Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan satu janji baik?  Apakah terasa lama waktu kepergianku bagimu atau kalian mau murka Tuhanmu menimpamu.  Mengapa kalian melanggar perjanjianmu denganku?”

87.  Mereka menjawab: “Kami tidak melanggarnya atas kemauan sendiri.  Kami membawa beban berat berupa perhiasan-perhiasan pengikut Fir’aun.  Lantas kami diperintahkan melemparnya ke api.  Kami melakukannya.  Begitu juga Samiri”.

[Bani Israil mengambil harta Fir’aun yang berserakan di pantai Laut Merah]

88.  “Kemudian Samiri merancang dari leburan perhiasan-perhiasan itu patung seekor anak lembu yang bertubuh lagi dapat melenguh.  Mereka lalu berkata: “Inilah tuhanmu dan tuhan Nabi Musa, tetapi, Nabi Musa lupa jika tuhannya ada di sini!”

89.  Apakah mereka tidak berpikir.  Patung tidak dapat menjawab.  Tak berdaya merugikan mereka.  Tidak pula memberi manfaat.

90.  Sebelumnya, Nabi Harun mengingatkan: “Hai kaumku,  kalian diperdaya oleh patung itu.  Tuhan kalian ialah Allah yang melimpah-ruah rahmatNya.  Ikutlah saya.  Taati perintahku!”

91.  Mereka menjawab: “Kami tetap menyembah patung anak lembu ini sampai Nabi Musa kembali”.

92.  Nabi Musa menghardik: “Hai Harun!  Apa yang menghalangimu bertindak ketika kamu melihatnya berkubang kesesatan?”

93.  “Kamu tidak mengikutiku.  Apa kamu sengaja melanggar perintahku?”

94.  Nabi Harun menjawab: “Hai putra ibuku!  Jangan menjambak janggutku.  Jangan merenggut rambutku.  Saya khawatir kamu akan berkata.  Kamu memecah-belah keturunan lsrail!  Tidak menjaga amanahku!”

[Nabi Harun tidak menggunakan istilah “hai saudaraku” kendati ia saudara kandung Nabi Musa.  Ia mengucap “hai putra ibuku” untuk melunakkan hati Nabi Musa yang dibakar emosi]

95.  Nabi Musa bertanya:  “Apa yang mendoronngmu berulah begitu, hai Samiri?”

96.  Ia menjawab: ”Saya tahu sesuatu yang tidak diketahui mereka.  Saya ambil segenggam tanah pijakan Rasul.  Kemudian kulemparkan.  Begitulah, saya terhasut hawa nafsu”.

[Ada laporan bahwa “segenggam tanah jejak Rasul” yaitu ajaran Nabi Musa.  Samiri menjadikannya mantra dengan memungut bekas kaki kuda yang ditunggangi Jibril.  Pijakan itu tercetak di tanah ketika Jibril membantu membinasakan Fir’aun di Laut Merah]

97.  Nabi Musa berkata: “Pergi kau!  Hukumanmu dalam kehidupan dunia ini yakni kau cuma bisa berujar kepada manusia: “Jangan menyentuhku”.  Ditetapkan pula untukmu balasan Akhirat.  Tiada sanggup kau menghindarinya.  Kini, tatap tuhanmu yang tekun kau sembah.  Kami pasti membakarnya.  Kemudian menabur serbuknya di laut”.

[Samiri diasingkan di suatu pulau terpencil.  Kalimat Samiri jika bertemu seseorang yakni:  “Jangan menyentuhku.  Saya pun tidak akan menyentuhmu”]

98.  “Tuhanmu hanya Allah.  Tiada Tuhan selain Ia.  IlmuNya merangkum segala sesuatu”.

99.  Demikianlah Kami paparkan kepadamu (wahai Nabi Muhammad).  Sebagian peristiwa generasi lampau.  Kami memberimu dari sisi Kami.  Al-Qur’an yang menjadi peringatan.

100.  Siapa berpaling dari al-Qur’an.  Di Hari Kiamat ia memikul dosa berat.

101.  Mereka kekal dengan azab dosa itu.  Sangat buruk dosa tersebut sebagai beban pada Hari Kiamat.

102.  Hari ketika Sangkakala dibunyikan untuk kedua kalinya.  Kami himpun pelanggar hukum.  Wajah mereka biru lebam karena takut.

[Mata para pedosa buram karena teramat takut.  Mereka pun dibekap rasa sesal]

103.  Mereka saling berbisik.  “Kau menetap di dunia hanya sepuluh hari”.

104.  “Kami lebih tahu kadar masa yang dikatakannya.  Orang paling lurus pikirannya di antara pedosa berpendapat.  Kau tinggal di dunia cuma sehari”.

105.  Cecunguk kafir bertanya kepadamu (wahai Nabi Muhammad) soal gunung-ganang.  Jawab.  “Tuhanku akan menghancurkan sampai ludes”.

[Ayat ini terkait dengan pertanyaan musyrik Mekkah kepada Nabi Muhammad.  “Bagaimana Tuhanmu memperlakukan gunung pada Hari Kiamat?”]

106.  “Ia menjadikan bekas gunung-ganang itu sebagai padang datar lagi licin”.

[Ayat ini menandaskan kalau bumi adalah Padang Mahsyar.  Pasca Kiamat, bumi rata tanpa gundukan bukit atau gunung]

107.  Kamu tidak bakal melihat pada bekas gunung itu lekak-lekuk.

108.  Pada hari itu manusia menuju suara panggilan.  Mereka bergerak tidak berbelok-belok.  Segala suara merendah kepada Allah yang melimpah-ruah rahmatNya.  Tiada terdengar suara kecuali bisikan.

[Semua orang ke arah sumber suara tanpa melenceng atau membantah]

109.  Hari itu, tidak berfaedah syafaat kecuali orang yang diizinkan oleh Allah, Sang Mahapemurah.  Tuhan memperkenankan perkataannya.

110.  Allah mengerti yang di hadapan mereka mengenai ihwal yang bakal terjadi.  Ia paham yang di belakang mereka perihal perkara yang sudah terjadi.  Sedangkan pengetahuan mereka tidak sanggup meliputi ilmu Allah.

111.  Segala wajah tertunduk merendah di hadapan Allah yang Mahakekal.  Tuhan yang tercipta sendiri.  Hampa bagi manusia yang menanggung dosa-dosa kejahatan.

112.  Siapa mengerjakan perbuatan bajik.  Ia pun beriman.  Tiada pantas cemas oleh perlakuan zalim.  Tidak pula haknya dikurangi.

113.  Kami menurunkan al-Qur’an sebagai bacaan dalam bahasa Arab.  Di dalamnya Kami terangkan berulang kali sebagian ancaman supaya manusia bertakwa.  Al-Qur’an itu memberi pelajaran.

114.  Mahatinggi Allah!  Penguasa alam semesta yang sejati.  Ia Mahabenar.  Jangan kamu (wahai Nabi Muhammad) tergesa-gesa membaca al-Quran sebelum selesai dibacakan oleh Jibril.  Berdoalah: “Wahai Tuhanku, tambahlah ilmuku”.

[“Ketika tidur, saya mimpi didatangkan segelas susu.  Saya minum sebagian.  Saya melihat cairan mengalir keluar lewat kuku-kukuku.  Lalu sebagian susu saya berikan kepada Umar bin Khattab.  Sahabat bertanya, apa takwil mimpi itu, ya Rasulullah?  Nabi Muhammad menjawab, ilmu”]

115.  Kami berpesan kepada Nabi Adam di era lampau.  Ia lupa perintah itu.  Tiada Kami temukan padanya hasrat teguh.

[Ayat ini menjabarkan kalau Nabi Adam minim dalam ketetapan hati kala digoda iblis]

116.  Ingat tatkala Kami bertitah kepada malaikat: “Sujudlah kepada Adam”.  Mereka sujud.  Sementara iblis membangkang.

117.  Kami berfirman: “Hai Adam!  Iblis ini musuhmu.  Musuh istrimu.  Jangan ia mengeluarkanmu berdua dari Surga.  Kalian niscaya menderita”.

118.  Ada jaminan di Surga.  Kamu tidak kelaparan.  Tidak telanjang.

119.  Kamu pun tidak dahaga.  Tak pula diterpa terik mentari.

120.  Setan membisikkan hasutan.  “Hai Adam!  Mau kutunjukkan pohon keabadian serta kerajaan yang mustahil sirna?”

121.  Mereka berdua memakan buah pohon tersebut.  Mendadak aurat mereka tampak.  Keduanya menutup kelamin dengan merangkai dedaunan dari Surga.  Adam durhaka kepada Tuhannya.  Ia salah jalan!

122.  Ia terseleksi oleh Tuhan.  Allah menerima tobatnya.  Ia dibimbing.

[Allah memilih Nabi Adam sebagai hamba dengan derajat tinggi]

123.  Allah berfirman: “Turunlah bersama berdua dari Surga.  Sebagian keturunanmu menjadi musuh bagi yang lain.  Kelak datang petunjukKu.  Siapa mengikutinya, pasti tidak sesat.  Tiada kesengsaraan dideritanya”.

124.  “Siapa ingkar dari petunjukKu, maka, baginya kehidupan yang sempit.  Kami halau mereka dalam keadaan buta pada Hari Kiamat”.

125.  Ia berkata: “Wahai Tuhanku!  Mengapa Engkau bangkitkan saya dalam keadaan buta.  Dulu saya melihat”.

126.  Allah berfirman: “Demikianlah ketetapannya! Telah datang ayat-ayat Kami kepadamu.  Kau mengabaikannya.  Hari ini, kau pun diabaikan!”

127.  Kami membalas orang yang melampaui batas.  Tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya.  Camkan, azab Akhirat sungguh berat dan kekal.

128.  Adakah tersembunyi serta belum jelas bagi pedurhaka?  Berapa banyak Kami binasakan kaum terdahulu.  Padahal, mereka bolak-balik di bekas-bekas tempat tinggal umat-umat itu.  Pada aspek tersebut, terdapat tanda-tanda bagi manusia bernalar.

129.  Sekiranya tiada ketetapan terdahulu dari Allah.  Pasti siksa sudah menimpanya.  Azab pun segera berlaku andai ajal tak ditetapkan.

130.  Bersabarlah (wahai Nabi  Muhammad) terhadap cemooh mereka.  Beribadahlah memuji Tuhanmu sebelum terbit dan terbenam matahari.  Bertasbihlah di tengah malam serta di pengujung siang.  Hingga, kamu merasa puas.

131.  Jangan layangkan pandangmu terhadap pemberian Kami yang menyenangkan kepada gerombolan kafir.  Hal tersebut sekedar kembang kehidupan dunia.  Kami sekedar menguji mereka.  Rezeki Tuhanmu di Akhirat paling baik serta lebih kekal.

132.  Perintahkan keluargamu shalat.  Bersabarlah menunaikannya.  Kami tak meminta rezeki kepadamu.  Kami justru yang memberimu rezeki.  Ingat!  Akhir yang baik cuma bagi insan yang menghias diri dengan ketakwaan.

133.  Cecunguk kafir berceloteh: “Mengapa ia (Nabi Muhammad) tidak membawa kepada kami bukti dari Tuhannya?”  Padahal, telah datang pelbagai bukti otentik yang termaktub dalam Kitab-kitab bahari?

134.  Andai Kami binasakan mereka dengan azab sebelum datang Rasul Kami membawa al-Qur’an.  Tentu mereka memprotes di Hari Kiamat: “Wahai Tuhan kami!  Mengapa Engkau tidak utus seorang Rasul agar kami ikut ayat-ayatMu.  Sebelum kami terhina dengan siksa dunia.  Sebelum kami direndahkan oleh azab Akhirat”.

135.  Jawab (wahai Nabi Muhammad): “Tiap orang di antara kita sedang menunggu.  Kalian nantikanlah!  Kamu kelak tahu siapa yang menempuh jalan lurus.  Siapa memperoleh petunjuk”.



Alamat Allah di Arasy
Oleh Ayu Bella Fauziah



     “Sesungguhnya, Aku ini Allah. Tiada Tuhan kecuali Aku. Sembahlah Aku. Dirikan shalat untuk mengingat-Ku” (Thaha: 14).

     Di suatu malam, Nabi Muhammad melakoni jour de l'ascension (mi’raj) menuju ke Arasy. Di kawasan bertabur cahaya tersebut, Rasulullah menerima perintah shalat lima waktu. Shalat merupakan kewajiban bagi umat Islam.

     Para hamba Allah pun taat dan ikhlas menunaikan shalat. Mereka memohon diberi rahmat dalam mengarungi kompetisi kehidupan yang kian kompleks.

     Di mana sebetulnya alamat Tuhan di alam raya ini? Kalau tempat berdomisili Allah diketahui, tentu orang makin leluasa bertandang meminta hidayah.

     Kaum Muslim haqqul yaqin jika Tuhan bersemayam di Arasy. Tahta Suci Allah itu terletak di pucuk langit ketujuh. Al-Quran secara transparan menjelaskan alamat Allah. Zat Maha Agung tersebut beralamat di Thaha No. 5. “Tuhan yang Maha Pemurah bertahta di Arasy” (Thaha: 5).

     Bila alamat Allah telah diketahui, maka, dibutuhkan wahana antariksa super mutakhir untuk ke sana. Problem yang membelit selama ini yaitu ketiadaan pesawat berkecepatan tinggi. Pesawat cahaya (starship), umpamanya, muskil dipakai menuju ke alamat Thaha No. 5. Sebab, untuk sampai ke planet Gliese 581 e saja teramat repot.

     Andai pesawat cahaya sudah ada, berarti manusia memerlukan 20 tahun dari bumi ke Gliese 581 e. Durasi 20 tahun itu buat menempuh jarak sekitar 193 triliun kilometer. Sebagaimana dipahami, satu tahun cahaya setara 9,5 triliun kilometer.

     Jarak Gliese 581 e masih tergolong dekat. Teleskop Hubble justru ditaksir mampu merekam objek-objek yang berjarak di atas 700 juta tahun cahaya. Peralatan canggih Hubble telah dibawa pesawat ulang-alik Atlantis yang diluncurkan pada 11 Mei 2009.

     Hubble dilengkapi Wide Field Camera 3. Kamera pankromatik tersebut punya sudut pandang lebar guna menangkap gelombang cahaya.

     Kalau saja alamat Allah di Thaha No. 5 berjarak 1.000 tahun cahaya, maka, seorang hamba memerlukan tambahan usia seribu tahun. Sesuatu yang mustahil bagi manusia.

     Teleskop Hubble sebenarnya hanya dapat meneropong langit pertama. Pembatas antara langit pertama dengan langit kedua muskil ditembus. Maklum, dijaga pasukan khusus dari kalangan malaikat.

Luas langit pertama yang triliunan cahaya pasti rumit dijelajahi. Apalagi mau ke alamat Thaha No. 5 yang berada di kawasan puncak langit ketujuh.



Misteri Angka 5

     “Ya Tuhanku, jadikan saya bersama anak-cucuku sebagai insan yang tetap mendirikan shalat” (Ibrahim: 40).

     Angka 5 dalam Islam sangat populer. Rukun Islam ada lima. Shalat yang dilakukan sehari-semalam juga berjumlah lima.

     Ada dua nama indah (les noms les plus beaux) Allah yang senantiasa dilantunkan saban waktu. Kedua nama yang termaktub dalam basmalah itu ialah ar-Rahman serta ar-Rahim. Dalam alfabet Hijayyah, ar-Rahman terdiri lima huruf (alif, ra, ha, mim, nun). Elemen serupa tertoreh pula pada ar-Rahim (alif, ra, ha, ya, mim).

    Nama Tuhan yang kelima dalam Asmaul Husna yakni as-Salam (Sang Penyelamat). Dalam bahasa Arab, kata “as-salam” menjadi muasal istilah Islam.

     Johann Volfgang von Goethe menganggap jika 5 adalah angka indah dan suci. Sementara Johann Christoph Friedrich von Schiller menegaskan bahwa 5 merupakan bilangan pertama dari hasil penjumlahan angka genap serta ganjil.

     Dalam tubuh manusia, bilangan lima begitu akrab. Dua tangan masing-masing dilengkapi lima jari. Kaki pun demikian, memiliki lima jari. Secara umum, diketahui bila raga punya lima indera. Kelimanya yaitu mengecap, mencium, mendengar, melihat dan meraba.

     Angka 5 selalu dikaitkan dengan kehidupan manusia. Bangsa Cina berpendirian kalau bilangan 5 mempengaruhi seluruh konstruksi kehidupan. Pentagram Tiongkok pun mendeskripsikan lima unsur bumi. Kelimanya ialah tanah, air, api, logam serta kayu.

     Dalam keseharian, 5 acap dihubungkan dengan cinta dan perkawinan. 5 malahan digolongkan angka kenikmatan seksual. 5 dinilai sebagai paduan antara 3 (maskulin) dengan 2 (feminin).

     Thaha No. 5 pasti terlampau jauh bagi kecerdasan akal. Biarpun jauh, tetapi, umat Islam bisa enteng berkomunikasi transendental dengan Allah.

     Kaum Muslim tidak membutuhkan pesawat cahaya untuk tiba di Arasy. Keandalan umat Islam untuk sampai ke Thaha No. 5 tiada lain berkat shalat lima waktu. Shalat yang berkode 34244 merupakan alat transmisi ke Arasy. 34244 adalah bilangan terpisah yang menunjukkan jumlah rakaat shalat Maghrib, Isya, Subuh, Zuhur berikut Ashar.



Rahasia Shalat

     “Ingatlah Allah di saat berdiri, tatkala duduk maupun ketika berbaring” (an-Nisa’: 103).

     Shalat merupakan penghormatan seorang hamba kepada Sang Khalik. Zat yang disembah tak pernah terlintas dalam tatapan mata, namun, sekujur badan ikhlas bersimpuh. Sujud dalam shalat merupakan inti Islam. Sujud juga menjadi simbol jika manusia semata-mata makhluk lemah.

     Dalam shalat, orang dilarang menengadah ke atas. Mereka cuma diperintahkan menengok ke bawah. Fase tersebut menjabarkan bila manusia tidak sepatutnya bertingkah angkuh serta aniaya. Dengan menatap ke bawah, maka, manusia diharap mengingat kalau ia berasal dari tanah.

     Shalat merupakan aktivitas jiwa. Pasalnya, sarat unsur psikologis. Shalat mengaktifkan sistem dalam jasad. Kemudian melatih keandalan otot dan susunan saraf. Hingga, menjadikan emosi stabil. Dengan demikian, winning mentality (mental juara) terus-menerus terasah dalam menghadapi kompetisi global.

     Shalat menjadi sumber energi karena merangsang fisik bergerak. Bahkan, melatih keuletan. Di samping itu, melancarkan sirkulasi darah dalam organ jasmani.

     Shalat memiliki kontribusi guna mencegah kekeroposan tulang. Dengan shalat yang teratur sekaligus tepat waktu, maka, kesehatan tulang terjaga.

     Shalat yang berlainan rakaatnya menandaskan ada penyesuaian intensitas. Jumlah ruku selaras dengan perbedaan waktu, biosistem otot serta saraf. Jadwal shalat yang tepat bakal mengatur rutinitas. Soalnya, waktu shalat menunjang kegiatan dan aktivitas sehari-hari.

     Shalat pada akhirnya bermuara ke Arasy. Di pusat komando semesta tersebut berjejer Muqarrabin (malaikat di sisi Allah). “Kamu (Muhammad) akan menatap malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling Arasy. Mereka bertasbih memuji Tuhannya” (az-Zumar: 75).

     Puja-puji menggema di segenap pelosok Arasy. “Dari berbagai penjuru terdengar suara: Segala puji bagi Allah! Tuhan semesta alam” (az-Zumar: 75).

     Di tengah senandung pujian, bertebar doa shalat dari umat Nabi Muhammad. Rentetan doa itu bergemuruh menuju ke alamat Thaha No. 5.
     “Tiada Tuhan kecuali Ia. Kepada-Nya saya berserah diri. Ia adalah Allah pemilik Arasy nan Agung” (at-Taubah: 129).


Derajat Terjemahan

     Terjemah al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.  Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maharasul Muhammad.  Al-Qur’an senantiasa berbahasa Arab klasik.  Tidak dinamakan al-Qur’an jika firman-firman Allah tersebut disadur ke bahasa Bugis atau Perancis.  Soalnya, terjemahan muskil menampung seratus persen maksud al-Qur’an.  Alih bahasa mustahil sepadan dengan arti hakiki yang dimaksud Allah.  Apalagi, bahasa al-Qur’an bernas, ringkas, puitis sekaligus sarat makna.  Sedangkan aneka bahasa yang digunakan dalam terjemahan tak efektif serta efisien.

     Terjemah al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz.  Hingga, terjemah al-Qur’an tidak hidup, tak punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.  Terjemah al-Qur’an selalu kaku dan acap membingungkan.  Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar “pengantar” untuk membaca al-Qur’an.  Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.

     Terjemah al-Qur’an tidak pernah serupa.  Terjemahan senantiasa tampil beda.  Aspek itu menandaskan bahwa terjemahan tak mungkin setara dengan al-Qur’an.  Maklum, Kalam Ilahi tersebut memiliki irama dalam teks, kejelasan arti, sintaks kalimat serta penggunaan kata.

     Terjemah al-Qur’an secara harfiah (letterlejk) termasuk repot diaplikasikan.  Mayoritas ulama berpendapat bahwa terjemahan harfiah rumit lantaran membutuhkan persyaratan yang berat direalisasikan.  Terjemahan harfiah susah karena ada mufradat (sinonim) per huruf antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kemudian ada tanda baca yang sama pada bahasa penerjemah terhadap tanda baca pada bahasa al-Qur’an.  Tanda baca tersebut minimal mirip.  Selain itu, terjemahan secara harfiah menuntut kesamaan susunan kata antara bahasa penerjemah dengan bahasa al-Qur’an.  Kesamaan tersebut mencakup kalimat, sifat atau tambahan-tambahannya.

     Terjemahan harfiah diharamkan ulama akibat makna yang dikandungnya kurang sempurna.  Hatta, jauh dari maksud al-Qur’an.

     Walau sukar, tetapi, ada terjemahan yang benar-benar setia pada kata-kata dalam al-Qur’an.   Mereka berusaha selaras dengan wahyu.  Sebab, khawatir mengaburkan arti.  Mereka menjaga interpolasi pikiran.

     Terjemahan tidak lepas pula dari platform sastra.  Terjemahan berdimensi puitis itu diperkaya dengan nuansa keindahan bahasa si penerjemah.  Dalam kasus ini, penerjemah dapat digolongkan sebagai figur liberal.  Pasalnya, menyuntikkan semangat bahasa ibu si penerjemah ke dalam terjemahan.  Mereka tak menyukai kesetiaan pada tiap kata-kata Arab.  Penerjemah semacam ini memakai kebebasan dengan kata-kata pilihan.

     Di berbagai bentala, ada terjemahan yang benar-benar akademis.   Ada juga sekedar informatif dengan bumbu bahasa jurnalistik sastrawi.  Tiap kalimat tidak setia dengan kata per kata al-Qur’an.  Spirit yang diemban ialah bagaimana al-Qur’an cepat diserap dan tak membosankan ditelaah.

     Pada akhirnya, seluruh terjemahan dilandasi vitalitas agar Kalam Ilahi tersebut membuncah di hati.  Tiada seorang pun ingin menampilkan terjemahan ala kadarnya.  Elemen itu pula yang membuat segenap terjemahan wajib dilengkapi di sisi kanan atau atasnya teks al-Qur’an yang berbahasa Arab.  Alhasil, bila ada yang salah atau keliru, maka, pembaca segera mengecek ke al-Qur’an asli.

     Terjemahan apa saja terasa sempurna kalau dilampiri teks tulen al-Qur’an.  Soalnya, al-Qur’an berbahasa Arab tersebut sanggup berpengaruh secara psikologis terhadap pembacanya, biarpun ia tidak mengerti bahasa Arab.

     Di luar negara-negara Arab, istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata nahnuDhamir (kata ganti) nahnu bermakna “kita” atau “kami”.  Dalam ilmu Nahwu (sintaksis), nahnu bisa diterjemahkan “kita”, “kami”, “saya” atau yang lain tergantung konteks kalimat.

     Dalam bahasa Arab, istilah serta kata tak selalu berarti zahir atau apa adanya.  Sebagai contoh, kata antum (kalian).  Antum sering digunakan untuk menyapa lawan bicara kendati cuma satu orang.  Tidak dipakai kata anta (kamu).  Penggunaan antum yang plural dipandang lebih sopan sembari menghargai lawan bicara.

     Di Indonesia, orang menyapa lawan bicara dengan kamu, Anda atau tuan.  Kamu, Anda dan tuan punya rasa bahasa yang berbeda.  Kamu biasa dipakai untuk lawan bicara yang lebih muda atau di kalangan sebaya.  Anda digunakan kepada lawan bicara yang dituakan.  Sementara tuan buat orang yang dimuliakan.  Anda serta tuan dalam sosio-linguistik Arab bermakna ta’zim alias kata beradab terhadap lawan bicara yang memiliki derajat tinggi atau kepada khalayak.

     “Kami” merupakan sebutan Allah untuk diriNya.  Dalam bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas.  Jamak kuantitas (al-mutakallim ma’a ghairihi) menunjukkan jumlah banyak atau kata ganti orang pertama plural.  Sedangkan jamak kualitas (al-mutakallim al-muazzim li nafsih) menerangkan pola tunggal dengan banyak predikat atau berarti keagungan atas dirinya.

     Dalam tata bahasa Arab, terdapat kata ganti pertama singular “ana” (saya).  Lantas ada kata ganti pertama plural “nahnu” (kami atau kita).  Lazim terjadi pada bahasa lain jika kata ganti pertama plural bisa berperan sebagai singular.  Dalam nahwu sharaf (Arabic grammar), inilah yang dinamakan al-mutakallim al-muazzim li nafsih (kata ganti pertama yang mengagungkan diri sendiri).

     Allah menegaskan diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak.  Zat Esa itu tercantum sebagai pencipta, pengatur, pemelihara, pemaaf, penyayang serta Raja Diraja alam semesta.  Allah tak tidur!  Ia sibuk terus mencipta seraya mendengar doa insan saleh.

     “Semua makhluk di langit dan bumi senantiasa memohon kepada-Nya.  Tiap waktu Ia sibuk (mencipta serta memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).

     Saat membaca al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam Kitab Suci.  Harap dimafhumi bahwa nama asli penguasa langit dan bumi tiada lain Allah.  “Aku ini Allah.  Tiada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).

     Allah sendiri memaklumatkan bila nama-Nya adalah Allah.  Allah merupakan nama diri (proper name) dari Zat Mahakuasa.  Dalam kaidah bahasa Arab, kata Allah berwujud ism jamid.  Kategori tersebut menjabarkan kalau kata Allah bukan ism (kata benda) yang diambil dari kata kerja.  Arkian, tidak boleh diubah dalam bentuk apa pun!  Ini berbeda dengan kata rabbun (tuhan).  Rabbun modelnya ism musytaq (kata benda yang dibentuk dari kata lain dengan arti berbeda dari kata pembentuknya).  Rabbun terambil dari kata kerja rabba, rabbi atau tarbiyatan.

    Istilah Allah bagi umat Islam teramat jelas posisinya.  Berbeda dengan Yahudi.  Mereka tak mengerti bagaimana mengucapkan fonem יהוה (YHVH) dalam Perjanjian Lama.  Ini gara-gara tidak ada tradisi sanad (rentetan jalur sumber) yang sampai kepada Nabi Musa.  Akibatnya, Yahudi bingung bin bimbang membaca YHWH (tetragrammaton alias empat huruf nama tuhan).  Bahkan, Yahudi Ortodoks ogah melafalkannya.  Mereka terpaksa membacanya adonai (tuhan atau tuan).  Di kamus tersua bahwa adonai ialah a Hebrew name for God, usually translated in the Old Testament by the word “Lord”.

     Untuk mengibuli umatnya serta penduduk planet biru ini, maka, YHWH diinformasikan sebagai sebutan dalam bentuk orang ketiga tunggal.  YHWH dicelotehkan sebagai “Dialah yang ada, Dialah Dia”.

     Pada esensinya, empat konsonan itu sekedar ditebak pengucapannya.  Kadang dibaca Yahweh, Yahuweh, Yehuwa, Yahavah, Yaheveh, Yahaveh atau apa saja sesuai selera.  Dengan demikian, Yahweh atau Yehovah sekedar nama jadi-jadian bagi tuhan mereka.  Ini sungguh aneh.  Sebab, nama tuhan mereka sendiri tak diketahui secara pasti.

     Di kalangan Kristen, istilah Allah bukan nama diri sebagaimana konsep Islam.  Kristen menganggap jika Allah merupakan sebutan untuk “wujud yang disembah” (al-ilah).  Hingga, tuhan boleh dipanggil Allah, Yahweh, God atau Lord.  Mereka cuma paham bahwa nama tersebut merujuk pada sesuatu yang disembah.

     Terkutuk sekawanan agen Thaghut (sesembahan paling nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada tuhan selain Tuhan”.


Abdul Haris Booegies

























































































Amazing People