Selasa, 29 Mei 2012

Perjanjian dengan Setan


Perjanjian dengan Setan
Oleh Abdul Haris Booegies

     Pekan pertama bulan Januari 1989, TVRI menayangkan kisah horor Bay Cove yang disutradarai Carl Schenkel. Alkisah, sepasang suami isteri, Jerry Le Bon dan Linda yang pindah dari Boston ke Devlin Island. Pulau yang berada di pesisir Massachusetts itu dihuni sekelompok masyarakat yang disebut Bay Coven.
     Pada suatu kesempatan, Linda menemukan bahwa nisan di depan gereja menunjukkan jika penghuni pulau Devlin yang terakhir meninggal sekitar tiga abad lalu. Ini berarti bahwa selama tiga ratus tahun tak seorang pun Bay Coven yang mati.
     Kecurigaan Linda makin menganga saat menemukan sebuah tulisan yang bunyinya; “7 Oktober 1703, Nicholas dan Madeline Kline bertunangan”. Nama Nicholas dan Madeline Kline ini mengingatkan Linda kepada tetangganya, Nick dan Matty Kline.
     Puncak ketegangan cerita R. Timothy Kring ini, saat Linda melihat ke cermin. Dalam bayangan cermin itu, tulisan Le Bon di belakang baju suaminya terbaca Nobel. Tak membuncah keterkejutan Linda andai ia tak pernah membaca sebuah kuno. Dalam buku yang telah kusut itu, Linda menemukan nama Lucas Nobel, pimpinan sekte setan. Lucas Nobel akan bangkit saat bulan purnama setelah 300 tahun mati. Sebelum kebangkitannya yang ditunggu-tunggu Bay Coven alias pengabdinya, maka, harus ada seseorang yang dipersembahkan sebagai korban. Dan itu berarti, Linda!
     Apa sebenarnya keuntungan dari perjanjian dengan setan? Sepintas memang ada keuntungan, tetapi, sampai kapan keuntungan itu bisa bertahan? Keuntungan dari perjanjian dengan setan hanya ilusi monoton. Pada akhirnya, perjanjian itu menyerat si pengabdi setan untuk meninggalkannya.
     Sosok roh memang menarik untuk disimak, namun, mengerikan untuk dianut. Di akhir abad ke 20 ini, di Jerman Barat sedang dilakukan pengujian terhadap roh yang masih sulit dipercaya eksistensinya secara rasional. Sebuah penelitian menjabarkan bahwa tatkala seseorang meninggal dunia, maka, berat badannya hilang seberat 200 gram. Apakah berat yang 200 gram itu roh atau bukan, tentu ini menarik ditelisik.
     Tahun 1982, sebuah sinema Indonesia menceritakan petualangan manusia-manusia serakah berambisi negatif. Judul film itu Bayi Ajaib. Berkisah tentang Kosim dan Dorman. Keduanya bermaksud menguasai sebuah daerah yang menyimpan harta karun. Demi meraup harta tersebut, keduanya mesti menjadi lurah. Maklum, dengan kedudukan itu, masyarakat jelas akan membantu menemukan harta karun tersebut.
     Kosim bersama Dorman pun berlomba mencari pendukung. Dorman yang dirasuk impian kekayaan lalu menyembah sebuah kuburan orang Portugis, Alberto Dominique. Figur itu hidup pada tahun 1663- 1736. Sedangkan Kosim, membagikan uang kepada masyarakat agar kelak memilihnya sebagai lurah.
     Tragis, Sumi, isteri Kosim yang sedang hamil terperosok ke makam Alberto Dominique. Hingga, beberapa keanehan sering dialami keluarga Kosim. Sumi, akhirnya melahirkan seorang bayi laki-laki tepat saat gerhana bulan. Begitu bayi tersebut lahir, ia langsung menerkam pembantu dukun. Pada momen tertentu, bayi itu mirip Alberto Dominique.
     Untung saja roh Alberto Dominique yang bersemayam di raga putra Kosim tak tahan mendengar suara azan. Alhasil, masyarakat kampung itu tak merasa terteror lagi. Sementara ambisi Kosim dan Dorman akhirnya pupus. Warga lebih memilih Saleh sebagai lurah. Di mata masyarakat, Saleh merupakan individu lugu, jujur sekaligus tak berambisi dengan harta serta kekuasaan.
     Kedua cerita di atas menginginkan keuntungan dari setan. Babad pertama, Bay Coven mengabdi Lucas Nobel agar hidup abadi. Hikayat kedua yakni Dorman dalam Bayi Ajaib yang mencari kekayaan dengan menyembah kuburan Alberto Dominique.
     Di abad informasi ini, makhluk halus masih tetap memukau disingkap rahasianya. Alur kisah sosok gaib masih punya kekuatan untuk mengantar ke daerah disimterested contemplation. Trend dan hakikat setan pun makin kompleks. Tidak hanya bertumpu pada makhluk halus, melainkan menjangkau berbagai sektor yang merambah ke simbol kesesatan.
     Keganasan realistis setan memang tidak pernah tertangkap mata, tetapi, dampaknya tak mudah dilupakan. Darah pertama yang muncrat ke bumi mengingatkan Habil dan Qabil. Kedua putra Nabi Adam tersebut bertengkar paham. Semua gara-gara bisikan setan.
     Mengapa setan tertuduh pertama dalam kasus pernbunuhan awal ini? Sebab, ketika Habil wafat, maka, Qabil merasa menyesal dan nuraninya merintih. Sesal dan rintihan hanya milik manusia, setan tidak! Kalau setan punya penyesalan, niscaya ia membimbing manusia setelah menjatuhkannya ke jurang kesesatan. Dengan demikian, kematian Habil 100 persen didalangi setan.
     Seorang pengabdi setan, yang dikelilingi kekayaan jelas punya rasa was-was, sampai kapan harta ini dititipkan sang setan? Kemudian apa yang diinginkan setelah ia meninggal? Kekayaan, seperti kalimat klise yang sering terdengar, tak bakal membawa kedamaian.
     Barangkali, sembari tertawa, orang dapat melihat bagaimana Pangeran Akeem dari negeri Zamunda merasa bosan hidup di kerajaannya. Lalu berangkat ke Amerika. Ia rela menjadi pengepel sambil mencari wanita idaman untuk diperisteri.
Coming to America, memang lagu lama tentang putra raja yang mencari kedamaian di luar kerajaannya. Walau begitu, kisahnya apik diresapkan ke sanubari.
     Siklus kehidupan, memang tak membutuhkan kekayaan. Apalagi dari perjanjian dengan setan. Kekayaan tidak akan pernah sebanding nilainya dengan hakikat kehidupan yang bebas dan jujur.

(Fajar, Senin, 20 Maret 1989)

Laut Cina Selatan



Laut Cina Selatan
Oleh Abdul Haris Booegies

     Nama Laut Cina Selatan tiba-tiba bergaung keras. Hamparan lautan yang dihias pulau-pulau kecil itu menjadi berita-berita khusus di Asia Pasifik, terutama di ASEAN. Laut Cina Selatan yang ramai dibicarakan, bukan kepulauan yang menyimpan monster kelana angkuh atau makhluk tanpa wujud yang malang. Di sana, hanya terpaku abadi Spratly yang disebut Nansha oleh Beijing.
      Spratly terdiri atas 230 pulau karang dengan semilir angin, buih gelombang dan kelepak burung yang tiada henti melantunkan syair alam. Sekalipun minim penghuni, namun, perut gugusan pulau kerdil tersebut mengandung deposit minyak, bahan mineral maupun gas alam. Spratly juga sangat strategis bagi militer serta politik. Selain itu, Spratly mempunyai pula lintasan perdagangan dan pelayaran yang sangat potensial.
      Sumber alam yang berlimpah serta jalur perhubungan lalu lintas internasional yang menguntungkan, akhirnya membuat Spratly menjadi incaran empuk. Cina, Vietnam berikut Taiwan kemudian mengklaim seluruh Spratly sebagai teritorialnya. Sedangkan Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam menghendaki sebagian kepulauan tersebut. Dari enam negara yang mendambakannya, cuma Brunei yang tidak menempatkan pasukan. Pertikaian sekaligus perbedaan dalam masalah Spratly, malahan sempat membuat Cina serta Vietnam terlibat dalam aksi perang skala kecil pada Februari 1988.
      Suhu yang terus membara lantas memaksa negara yang terlibat sengketa Spratly menandatangani Deklarasi ASEAN di Manila pada 1992. Persetujuan itu meminta semua pihak yang terlibat supaya menyelesaikan lewat meja perundingan demi kestabilan Laut Cina Selatan. Perjanjian tersebut mengusulkan pula eksplorasi bersama atas Spratly.
      Tak dinyana, persetujuan itu pecah berhamburan hanya dalam hitungan bulan. Fase tersebut berawal ketika Filipina haqqul yaqin kalau Cina memboyong armada ke Mischief Reef. Bahkan, Manila menuduh Negeri Tirai Bambu itu membangun fasilitas militer, bukan tempat perlindungan buat para nelayan Cina. Akibatnya, Filipina memperkuat detasemen dan merapatkan angkatan laut di pulau Panganiban.
      Peningkatan aktivitas di sekitar Spratly, menandaskan bahwa konflik di kawasan tersebut sangat gampang memicu perseteruan sengit. Gelombang gemuruh api yang mengerikan bisa tersembur pertama kali dari mulut Naga Raksasa Cina yang merupakan major power di Asia.
      Spratly masih leluasa menghirup udara damai selama Deng Xiaoping bernafas. Pasca Deng, semua menjadi tidak jelas. Pasalnya, persoalan dalam negeri di negara berpenduduk 1,2 miliar jiwa itu, akan datang mencecar silih berganti. Sebagai misal, hasrat perwira senior Tentara Pembebasan Rakyat yang berniat menguasai Partai, Kongres Rakyat serta tampuk pemerintahan. Kemudian berderak ancaman serius bagi wibawa partai komunis dari hembusan nasionalisme yang marak.
      Perkara makin gawat dengan kehadiran masalah eksternal seperti perang dagang Cina dengan Amerika Serikat. Hatta, suara merdu Cina yang ingin menegakkan prinsip koeksistensi, bakal sulit bertahan di bawah kepungan perubahan lokal dan global.
      Keadaan yang memojokkan serta membingungkan lantaran sergapan problem internal dan eksternal, bisa memaksa Cina nekat sebagaimana dalam tragedi pembantaian Tiannanmen. Sebagai magma besar di Asia, Cina dapat membuat 3,03 juta prajuritnya menodongkan moncong meriam ke Spratly. Pengerahan militer dilakukan guna menepis segala bentuk tantangan serta gangguan yang memusingkan tahta Cina.
      Skenario yang sanggup mendatangkan bahaya di Asia Pasifik tersebut, sesuai dengan hasrat Beijing yang bernafsu besar menjadi kekuatan hegemoni di Laut Cina Selatan.
      Sebagai bom waktu di Asia Tenggara, maka, Spratly yang kian eksplosif membutuhkan prinsip win to win yang membuat semua pihak tidak merasa terkalahkan. Alhasil, karakteristik dan dinamika wilayah Spratly enteng dikembangkan menurut strategi, sistem serta struktur yang berorientasi humanis menjelang pergantian milenium. Sebab, kehadiran serdadu yang didasarkan pada pertimbangan emosional, tidak akan menyelesaikan masalah. Aksi militer cuma memperlihatkan kekerdilan manusia dalam berpetualang mengarungi kegelisahan hidup.
      Cina yang sering mempertontonkan sifat bebal, pada intinya adalah sebuah kekuatan yang gatal dalam suatu proses suksesi. Keutuhan kekuasaannya kini diuji. Arkian, basis militer dilirik sebagai pilihan untuk melewati aneka sandungan. Di samping itu, Cina ditakdirkan oleh sejarah memiliki keperkasaan angkatan bersenjata yang hebat dan tiada tanding di era lampau. Pasukan bermata sipit tersebut tertera dalam silsilah bangsa-bangsa sebagai kelompok individu sakti. Kematian Deng, kelak menjadi kesempatan bagi Cina untuk kembali mengukuhkan diri menjadi kekuatan militer yang agresif.
      Dengan posisi yang bervisi militeristik, niscaya Cina sanggup menebar ancaman di tiap laju geraknya. Keadaan itu pada esensinya bakal membawa instabilitas terhadap Asia. Dalam situasi yang terombang-ambing oleh godaan negatif, maka, penempatan pasukan di Laut Cina Selatan justru akan menebar jaring-jaring kekhawatiran di atmosfir kedaulatan Rusia, Selandia Baru serta Jepang. Akibatnya, jalan sejati yang bertabur kebenaran dan kedamaian, kian rumit digapai. Maklum, segenap tindakan yang didasarkan pada kepentingan nafsu serta alur mimpi, selalu berakhir tragis dalam lorong gelap, pengap dan berliku.
      “Katakan (wahai Nabi Muhammad): “Tiap orang bertindak menurut tabiatnya”. Tuhan tahu siapa yang paling benar jalannya” (al- Isra: 84).

(PANJI MASYARAKAT NO.822, 20-29 SYAWAL TAHUN XXXV, 21-31 MARET 1995)

Rabu, 23 Mei 2012

Eragon dan Tembok Israel

Eragon dan Tembok Israel
Oleh Abdul Haris Booegies


     Belum berlalu penyihir cilik Harry Potter, khazanah imajinasi kini dibuai lagi naga bernama Saphira.  Naga tersebut hilir-mudik berpetualang dalam novel fantasi berjudul Eragon.
     “Buku yang mengisahkan Penunggang Naga pesaing Harry Potter ini diprediksi menyaingi penjualan novel Harry Potter karya JK Rowling yang booming di penjuru dunia” (Tribun Timur, 11 Juli 2004).
     Eragon ditulis oleh Christoper Paolini yang kala itu berusia 15 tahun.  Hikayat fiksi yang dikarang remaja kelahiran Paradise Valley, Montana, Amerika Serikat tersebut, bakal difilmkan pada 2005.  
     Sekuel sukses The Lord of the Ring karya JRR Tolkien sebagai epik masa kini berceloteh perihal masa silam.  Alkisah, cincin sakti mandraguna yang diperebutkan ibarat hamparan sains serta teknologi.  Siapa mempunyai ilmu, berarti ia akan menguasai dunia.  Hal itu senada dengan pepatah Arab; “lana ilman wa lil juhhali malun” (buat kami pengetahuan dan bagi orang bodoh adalah harta).
     Kalau The Lord of the Ring diinterpretasikan sebagai perebutan sains serta teknologi, maka, Eragon merupakan adu kuat antara Intifadah dengan Zionis.
     Eragon memulai ceritanya ketika pemuda miskin Eragon yang berusia 15 tahun mengejar rusa betina guna dijadikan santapan.  Selama tiga hari di pegunungan Alagaesia, ia tidak memperoleh seekor pun rusa.  Eragon justru menemukan sebuah batu oval biru tua sepanjang 30 centimeter.  Batu yang ternyata telur itu kemudian menetas.  Seekor naga pun keluar sembari membersihkan membran yang membungkus tubuhnya.  Eragon lalu menamakannya Saphira.
     Eragon bersama Saphira lantas berperang melawan King Galbatorix, raja dari segala raja jahat.  Galbatorix dibantu anteknya seperil Urgalls.  Sosok tersebut merupakan monster raksasa bermata kekuningan bagai babi.  Jongos lainnya yakni Ra’zac yang kuat melompat sekaligus menguasai komunikasi manusia.

Intifadah
     Di dunia realitas, Eragon seperti anak-anak Palestina.  Sementara pegunungan Alagesia adalah negeri mereka yang dicengkeram Israel.  Sedangkan Saphira merupakan wujud Intifadah yang lahir pada 15 Desember 1987.
     Saphira berasal dari telur biru nan indah.  Sementara Intifadah dari filosofi pemimpin spiritual Syekh Ahmad Yassin.  Raja Galbatorix tiada lain personifikasi Perdana Menteri Israel Ariel Sharon.  Di kamp pengungsi Shabra dan Shatila di Beirut, Sharon dikenang sebagai tukang jagal maut yang membunuh ratusan wanita dan anak-anak Palestina.  Tua bangka bedebah itu selalu berdiri di titik yang berlawanan.  Sharon merupakan sumber bergolaknya bara politik di Timur Tengah.  Ia juga pemicu instabilitas keamanan Israel.
     Pada tahun 2000, Sharon memasuki Masjid al-Aqsa tanpa membuka sepatu.  Umat Islam sedunia meradang, namun, tak kuasa membendung kekuatan keji Sharon.  Saat ini, Sharon menyerobot tanah Palestina dengan membangun tembok sepanjang 720 kilometer.  Bahkan, pada 3 Juli 2004, Israel terbukti menyebarkan wabah penyakit dijalur Gaza.  Angkatan Darat Israel menyambung jaringan pembuangan ke jaringan air minum.
     Pakar sejarah dan filsafat AS Prof Albert D Pastore PhD, menilai Sharon tak akan gentar menghabisi siapa saja, termasuk orang Yahudi sendiri.  Ambisi politik Raja Galbatorix terkesan kejam akibat disokong Urgalls.  Sharon pun sangat bengis gara-gara dukungan membabi-buta Presiden AS George Walker Bush.
     Urgalls adalah monster raksasa bermata kekuningan seperti babi.  Visualisasi Urgalls mirip AS.  Negeri Paman Sam tersebut merupakan raksasa berjuluk superpower.  Sedangkan mata babi identik dengan CIA dan pesawat AWACS yang tak lelah menyadap serta mengintai statistik negara lain.  Selain Urgalls, juga Ra’zac termasuk kaki-tangan Raja Galbatorix.
     Ra’zac dilambangkan perkasa melompat sekaligus menguasai bahasa manusia.  Di daratan nyata, Ra’zac adalah Perdana Menteri Inggris Tony Blair.  Sejarah mencatat bila Inggris dahulu tergolong imperialis.  Imperium itu menaklukkan aneka negara sebagaimana Ra’zac yang kuat melompat dari satu tempat ke tempat lain.  Warisan negara Elizabeth di dunia ialah Bahasa Inggris.  Tanpa pengetahuan Bahasa Inggris, maka, kitab-kitab pemikir besar sulit dicerna.
     Christoper Paolini yang menghias novelnya dengan unsur Celtic, menuturkan kalau Ra’zac menguasai komunikasi manusia.  Di ranah realitas, Blair leluasa bercakap-cakap dengan siapa saja lantaran Bahasa Inggris dibaptis sebagai bahasa utama planet bumi.

Tembok lsrael
     Ketika Ronald Reagan bertahta di Gedung Putih, ia menyembur  amarah agar Tembok Berlin diruntuhkan.  Sejarah lalu mencatat  bahwa tembok pemisah antara Jerman Barat dan Jerman Timur dihancur-leburkan.
     Sekarang, saat Bush ongkang-ongkang kaki di Ruang Oval Gedung Putih, ia kiranya tidak ambil peduli soal tembok pemisah Israel di wilayah Palestina.  Padahal, pembangunan tembok tersebut adalah perbuatan ilegal.  Bahkan, bertentangan dengan hukum internasional.
     Amerika Serikat malahan tidak mengakui intervensi Mahkamah Internasional dalam perkara tembok Israel.  Alhasil, peta jalan (roadmap) yang diprakarsai AS, Uni Eropa, Rusia dan PBB, makin jauh dari penyelesaian.  Akibatnya, Peta Jalan Damai laksana angin surga yang terus dipermainkan volume temponya supaya Israel tetap eksis di Palestina.
     Di sisi lain, Israel juga menikmati perlindungan di Dewan Keamanan PBB.  Semua berkat kemesraan hubungannya dengan AS yang memiliki hak veto.
     Aspek itu pula yang merangsang Sharon tidak takut pada dunia internasional.  Bahkan, ia leluasa melecehkan Amerika.
     “I want to tell you something very clear.  Don’t worry about American pressure on Israel.  We, the Jewish people control America, and the Americans know it”.
     Sharon tahu bahwa sekalipun Bush sebagai presiden, tetapi, wakil presiden Richard (Dick) Cheney yang pada intinya kekuatan di balik tahta.  Inilah kecelakan besar bagi Palestina maupun dunia Arab.  Pasalnya, Cheney termasuk pendukung utama Israel.
     Derita kian panjang menimpa Palestina lantaran Cheney dibaiat sebagai warga kelas satu yang susah dicari tandingannya di Amerika.  Cheney adalah patriot berinteligensia tinggi yang mendedikasikan hidupnya untuk AS.
     Cheney yang memiliki putri lesbian begitu terpandang dengan reputasinya.  Sementara Bush tidak lebih dari pecundang bebal.  Presiden AS yang bergelar MBA itu, tergolong pribadi pandir.  Tatkala kuliah, nilainya rata-rata C.
     Prof Yoshihiro Tsurumi, bekas dosen Bush, malahan mempertanyakan kualifikasinya sebagai presiden.  Bush selama ini selalu mengandalkan orangtuanya. “Well, ayah saya punya koneksi”, ucap Bush tanpa risih.
     Bush yang berotak tumpul juga memanipulasi sains demi tujuan politik.  60 ilmuwan dalam Union of Concerned Scientists menuduh Bush mendistorsi dan menyensor temuan ilmiah yang berlawanan dengan kebijakannya.
     Saat pemilihan presiden makin dekat, Bush kian teledor.  Catatan microfilm penugasannya di Garda Nasional Utara Texas selama tiga dekade, ternyata sudah hancur.  Padahal, file itu menjadi isu hangat menjelang Pemilu 2 November 2004.
     Sharon, Bush serta Blair adalah titisan Raja Galbatorix, Urgalls maupun Ra’zac.  Ketiganya merupakan akar segenap kejahatan yang menodai kedaulatan Palestina, Afganistan, dan Irak.  Siapa saja yang memiliki hati nurani berharap Sharon, Bush dan Blair merupakan spesies terakhir yang pernah hidup di dunia.  Sebab, tidak ada traktat universal yang membolehkan pembangunan tembok guna mengurung kebebasan mengais sepotong roti.  Tidak ada peradaban modern yang mengizinkan kekuasaan menistai nyawa manusia di suatu negara berdaulat.

(Tribun Timur, Rabu,14 Juli 2004)


Senin, 14 Mei 2012

Salman Rushdie dan Lady Diana



Salman Rushdie dan Lady Diana
(Dilema Kebebasan serta Figur Kontroversial Monarki Inggris)

Oleh Abdul Haris Booegies

      Kerajaan Inggris, khususnya the Royal Family (keluarga Ratu Elizabeth II), saat ini terkesan goyah. Kekaguman masyarakat dunia terhadap monarki Inggris mulai memudar. Kemegahan Kerajaan Inggris yang telah berusia seribu tahun tersebut, sudah menampakkan sinar redup. Sumber malapetaka yang menggerogoti kharisma kejayaan itu, berasal dari putra-putri dan menantu Ratu Elizabeth sendiri. Ulah Duchess of York (Sarah Ferguson) yang bertelanjang dada di pantai St. Tropez, Perancis maupun Princess of Wales (Lady Diana) yang punya foto bugil, telah mengotori lembaran adat istiadat Kerajaan Inggris.
      Perilaku kedua menantu Ratu Elizabeth tersebut, makin lengkap oleh perangai anak-anaknya yang juga miring. Pangeran Charles Philip Arthur George, misalnya, dibalik wajahnya yang sarat getaran kewibawaan, ternyata suka mengumbar kata-kata cabul kepada wanita pujaannya. Elemen itu menandaskan bahwa Charles di usia yang sudah matang, masih merindukan semangat muda seperti saat ia banyak menaklukkan kaum Hawa.
      Wibawa Kerajaan Inggris di mata dunia, mungkin hancur akibat keluarga Ratu Elizabeth. Di sisi lain, sosok yang nyaris terlupakan adalah Salman Rushdie alias Simon Rushton. Figur ini yang pada hakikatnya mengacau opini publik. Rushdie boleh bangga karena gedorannya tidak disadari masyarakat Inggris. Kalau pun mereka tahu, maka, pers Inggris pasti malu mengungkapkannya.
      Rushdie adalah simbol setan di negara-negara Islam. Sementara di dunia Barat, ia menjadi lambang freedom of expression (kebebasan berpendapat) serta freedom of speech (kebebasan berbicara) yang didasarkan pada ideologi liberalisme.
      Figur sesat Rushdie akhirnya membuat Republik Islam Iran menghendaki kepalanya ditebas atas kelancangannya menghujat Nabi Muhammad. Kaala kaum Muslim tersayat atas penghinaan Rushdie, Inggris justru melindunginya sampai titik darah penghabisan. Ia dijaga ketat selama 24 jam oleh Scotland Yard, dinas rahasia Inggris. Perang diplomat pun bergetar antara Ayatullah Rohullah Mossavi Khomeini dengan Lady Margareth Thatcher.
      Inggris bersama Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) kemudian menekan Iran. Hubungan bilateral antara Iran dengan Inggris akhirnya putus pada Maret 1989 akibat ”Dekrit Kematian 14 Februari 1989” yang dititahkan Imam Khomeini. Negeri para Mullah tersebut bersumpah bahwa fatwa bersejarah Khomeini, merupakan perintah Tuhan untuk merajam setan Rushdie sampai mati terkapar.
      Nyawa Rushdie terancam akibat novel karyanya The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan) teramat vulgar struktur caci-makinya. Sekalipun ngeri, tetapi, Rushdie terlihat tidak gentar. Bahkan, sabda Khomeini dianggapnya sebagai ancaman langsung dari teroris.
      Perintah bunuh bagi dirinya yang diiringi pengerahan pasukan khusus, dilihat Rushdie sangat bertentangan dengan hak-hak asasi manusia serta hukum internasional. Rushdie memang ciut, karena dua penerjemah The Satanic Verses diteror habis-habisan. Hiroshi Agarashi, profesor yang menerjemahken novel setan Rushdie, mati dengan 10 tusukan di tubuhnya pada 13 Juli 1992. Sedangkan Ettore Capriolo, seniman Italia yang juga menerjemahkan The Satanic Verses ke bahasa Italia, ditemukan pula telah dianiaya pada 3 Juli 1991.
      Dalam novelnya, Rushdie menyebut Rasulullah sebagai “the medieval baby frightener, the devils synonim: Mahound” (seorang yang terdorong menjadi nabi. Ia sinonim setan yang sering mengganggu bayi di Abad Pertengahan). Mahound adalah semacam nama yang digantungkan oleh kaum farangis di sekitar lehernya sebagai kartu setan.
      Sosok Mahound yang diilustrasikan bermoral bejat, juga hadir di novel Midnight’s Children yang sudah disinonimkan oleh Rushdie dengan Nabi Muhammad. Istilah Mahound diambil dari bahasa Inggris Schottish yang artinya setan. Pengarang Barat, sejak Abad Pertengahan (Renaissance) suka menggunakan nama Mahound, Bafum, Maometh, Mohounde, Baphometh, Mohamed atau Moehammered untuk Maha Rasul Muhammad.
      Di samping The Satanic Verses, juga buku yang secara ekstra agresif menghina Islam adalah The Age of Resson (Thomas Paine), Liber Peragrinacionis (Ricoldo da Monte), La Divina Commedia (Dante Alighieri) maupun Verlegung Alcorans Bruder Ricaldi (Martin Luther). Dalam kitab-kitab itu, Islam disebut agama untuk nabi. Sedangkan Nabi Muhammad dituduh sebagai penghuni neraka tingkat sembilan bersama para penghujat agama dan pembuat skandal. Rasulullah dianggap pula kepala perampok, pengecut, pemuas nafsu seks serta manusia setan.

Kehilangan Iman
      Rushdie lahir pada 19 Juni 1947 di Bombay, India, dari kalangan Muslim Kashmir yang menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Urdu dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Saat kecil, ia diberi nama Salman Sinai. Ayahnya, Anis Rushdie, yang pernah bersekolah di Kirig’s College, Carnbridge, lalu mengirim Rushdie untuk menuntut ilmu di Inggris.
      Pada 1964, Rushdia masuk Universitas Cambridge. Sebelumnya, ia telah menyelesaikan pendidikan di Cathedral and John Connon Boys High School.
      Inggris kemudian mernbuat Rushdie hidup di alam kebebasan. Selain menganut paham Anglophile(westernized) itu membuat Rushdie kehilangan iman. Ia melepaskan Islam sebagai agamanya. Hidupnya juga berkiblat ke arah liberal. Arkian, secara leluasa Rushdie bergaul intim dengan Clarissa Luard. (semangat pemujaan terhadap Inggris), ia pun terbius gaya politik kiri. Proses pembaratan
Sesudah hidup seatap selama dua tahun, Rushdie lalu menikahinya. Dari wanita Inggris tersebut, ia memperoleh seorang anak yang diberi nama Zafar. Di sisi lain, jejak-jejak sukses Rushdie di bidang kesusastraan, tak mampu mengangkat harkat perkawinannya. Mereka bercerai pada 1987.
      Setelah berpisah dengan Clarissa, Rushdie menjalin affair dengan Robin Davidson, penulis asal Australia. Keakraban itu sirna ketika ia memilih Marianne Wiggins sebagai pendamping hidupnya pada 1988. Wiggins, novelis Amerika merupakan perempuan yang berhaluan sekuler. John Dollar, bukunya, rnalahan menghujat iman Kristen.
      Sebelum The Satanic Verses (1988), Rushdie menyelesaikan Grimus (1975), Midnight’s ChildrenShame (1983) serta The Jaguar Smile (1987). Midnight’s Children merupakan tonggak keberhasilannya. Sebab, novel tersebut mendapat penghargaan bergengsi di dunia kepustakaan Inggris be (1979), rupa The Booker Prize pada 1981. Sedangkan The Satanic Verses memenangkan Whitbread Novel Award 1988 sekaligus peringkat dua The Booker Prize.
      Saat gelora Perang Teluk II antara pasukan Saddam Hussein al-Takriti dengan tentara multinasional pimpinan Jenderal Norman H Schwarzkopf kian memanas, Rushdie pun menyelesaikan Haroun and the Sea of Stories. Dalam novel itu, ia secara lantang mengejek Khomeini dengan nama Khattam Sud yang bergelar Prince of the Darkness (Pangeran Kegelapan). Buku tersebut boleh dikatakan luput dari penglihatan fundamentalisme Islam di Iran akibat membaranya Teluk Persia oleh Irak serta koalisi Amerika.
      Dalam pengasingannya, Rushdie merasakan tekanan akibat hukuman in absentia berupa pidana mati. Untuk menjaga keselamatannya, ia harus mengeluarkan uang sekitar 250.000 poundsterling (Rp 716 juta) sebagai anggaran perlindungan keamanan dirinya. Maklum, para penembak jitu (sniper) leluasa bergerak mencarinya. Apalagi, Khomeini menyediakan 2,6 juta dollar AS bagi pembunuh Rushdie. June Fifth Foundation (Yayasan Lima Juni), ikut pula menyokong dana untuk mencabut nyawa setan Rushdie. Organisasi kemasyarakatan dukungan Pemerintah Iran, juga menawarkan hadiah dua juta dollar AS bagi pembunuh Rushdie.
      Sekalipun terkurung oleh opini dunia Islam, namun, Rushdie tetap aman. Bahkan, raja koran lnggris Robert Maxwell menawarkan enam juta poundsterling (Rp 17 miliar) bagi yang bisa membujuk Khomeini agar mengubah sikapnya. Sedangkan harian Inggris The Sport Splashed pada edisi 22 Februari 1989, menawarkan hadiah 1,8 juta dollar AS kepada siapa pun yang bisa menangkap Khomeini.
      Di tengah perang harga antara fatwa mati Khomeini serta pers Inggris, Rushdie secara provokatif memilih masuk Islam. Pada 24 Desember 1990, ia berikrar: “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Pengakuan itu disaksikan beberapa ulama di bawah pimpinan Mohammad Ali Mahgoub dari Lembaga Perwakafan Keagamaan. Penandatanganan dokumen syahadat tersebut, didukung Presiden Mesir Hosni Mubarak. Patut diduga bahwa Rushdie masuk Islam tidak dengan keikhlasan. Sebab, ia sekedar ingin melakukan pengamatan terhadap risalah Nabi Muhammad.
      Kelicikan itu akhirnya makin membuat curiga umat Islam. Akibatnya, Rushdie kian terdampar ke dalam lumpur kesengsaraan. Novelis yang murtad dari Islam tersebut, mampu pula membuat beberapa kalangan mencoba menolongnya.
      Di dunia Barat, bertekad lebih 1.000 pengarang, penerbit berikut penjual buku, termasuk Graham Greene, Norman Mailer, Alberto Moravia serta Saul Bellow. Mereka bersatu menandatangani sebuah pernyataan yang memprotes fatwa maut bagi Rushdie. Berkat bantuan anggota kelompok Article 19, maka, Rushdie akhirnya mulai menampakkan diri di muka umum.
     PEN American Center yang beranggotakan 2.100 orang bersama Authors Guild, terus menebar sokongan moral untuk Rushdie. Bahkan, Perancis berniat memberikan gelar doktor bagi Rushdie sesudah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Jack Lang menyetujui usulan sekitar 100 profesor Perancis tentang pemberian tanda kehormatan kepada pengarang kontemporer Inggris itu.
      Irama dukungan tersebut, akhirnya membuat Rushdie makin kalap untuk menikmati kebebasan setelah terbelenggu selama empat tahun. Ia kemudian melakukan kampanye global dengan mengunjungi beberapa negara untuk memperkuat aliansi internasional terhadapnya sembari menekan Iran.

Claustrophobia
      Rushdie adalah kebalikan dari Putri Diana. Jika Rushdie tidak bebas berkeliaran, maka, Diana kiranya memiliki kemerdekaan ke mana saja di dunia ini. Rushdie terkurung dalam titah maut Khomeini. Ia hanya bebas mengembara dalam dunia imajinasi. Sedangkan Diana bebas, namun, terbelenggu dalam kesepian yang mencekam.
      Sebagai orang Inggris, keduanya selalu menghias media massa dunia. Apalagi, Rushdie tertoreh sebagai novelis sukses yang karyanya sarat pertentangan. Sementara Diana dipuja seantero jagat sebagai perempuan paling cantik di Inggris. Ia menduduki peringkat atas wanita terpopuler dunia yang menimbulkan Dianamania.
      Diana Frances Spencer lahir dari rahim Frances alias Viscountess Althrop pada 1 Juli 1961. Ia anak ketiga dari empat bersaudara (Sarah, Jane, Diana serta Charles).
      Diana dibesarkan di Park House (bangunan kuno di Norfolk) di bawah inang pengasuh (nanny) Miss Gertrude Allen yang dipanggil Ally. Di masa kanak-kanak Diana, ibunya lari ke pelukan Peter Shand Kydd.
      Ketika berusia sembilan tahun, Diana bersekolah di Riddleworth Hall. Setelah lulus, ia melanjutkan ke West Heath yang juga sekolah asrama. Sesudah itu, keluarga Viscount Althrop (Sir John Spencer) yang kemudian bergelar Earl of Spencer, pindah ke istana warisan Northamptonshire. Di sana, ayah Diana berhubungan gelap dengan Countess of Dartmount (Rainey), putri novelis mashur Barbara Cartland. Setelah dua tahun hidup bersama, mereka pun menikah.
      Diana bertemu dengan Charles pada November 1977. Sesudah perjumpaan tersebut, Diana ke Swiss meneruskan pendidikannya. Ia masuk Institut Alpin Videmanette dekat Gstaad. Usai menuntut ilmu, Diana kembali ke Inggris. Ia tinggal di Chelsea bersama dua sahabatnya. Sejak itu, Diana berstatus guru taman kanak-kanak Young England di Pimlico.
      Diana yang sering menjadi panutan kaum wanita, punya mata mempesona dengan senyum di depan umum (public smile) yang merekah bagai mawar. Keindahan fisik Diana ditunjang pula oleh tinggi badannya yang 178 cm. Sebelum resmi dilamar oleh Charles di bawah sinar lilin pada sebuah makan malam di Istana Buckingham pada 3 Februari 1981, Diana pernah dijodohkan dengan Pangeran Andrew Albert Christian Edward. Ia malahan sudah dipanggil Duchess of York, gelar resmi bila menikah dengan sang pangeran.
      Ketenaran Diana sebagai perempuan paling anggun sejagat, terekam dalam berbagai bingkai suka-duka. Superstar Inggris tersebut, telah 56 kali menjadi sampul majalah People. Televisi National Broadcasting Corporation (NBC) dalam acara Today, sudah menampilkan Diana lebih dari 160 tayangan. Hingga, ia diwartakan menderita claustrophobia akibat kilatan lampu kamera yang senantiasa menyengat keayuan wajahnya.
      Dalam perjalanan hidupnya, Diana telah mengilhami beberapa penulis dan sutradara untuk menggali riwayatnya. Nicholas Davies, umpamanya, menulis buku Diana: a Princess and Her Troubled Marriage.Diana in Private (The Princess Nobody Knows). Lalu Andrew Morton menulis Diana, Her True Story, yang gaungnya memerahkan telinga seisi istana. Lady Colin Campbell menuangkan kisah calon permaisuri itu dalam Diana in Private (The Princess Nobody Knows). Lalu Andrew Morton menulis Diana, Her True Story, yang gaungnya memerahkan telinga seisi istana.
     Selain tergores dalam buku, riwayat Diana juga terpantul di layar kaca. Steven H Stern, misalnya, menyutradarai The Women of Windsor. Sedangkan televisi Columbia Broadcasting System (CBS) di Amerika, pada 1982 membuat film The Royal Romance of Charles and Diana. Kemudian jaringan televisi Paman Sam, American Broadcasting System (ABC), merampungkan Charles and Diana, a Royal Love Story yang bercerita perihal upacara perkawinan agung keluarga elite itu. Camille Paglia pun membuat sebuah film kartun dokumenter dengan judul Diana Unclothed (Diana tanpa busana).
      Film kartun yang menampilkan Diana dalam posisi telanjang bulat tersebut, bakal disiarkan televisi Channel Four di London. Rumah tangga keluarga aristokrat The Royal Family itu, juga dikemas dalam film Charles and Diana: Unhappy Ever After yang dibintangi Roger Rees berikut Catherine Oxenberg.

Putri Penyeleweng
      Mahligai pernikahan Charles-Diana yang mengikat tali “perkawinan dongeng” di Katedral St. Paul pada 29 Juli 1981, ternyata tidak berjalan mulus. Sikap keduanya sering bertolak belakang. Charles menyenangi arsitektur, pertanian dan musik klasik. Bahkan, kecintaannya terhadap lingkungan membuatnya menulis buku bersama Charles Clover. Buku yang membahas pertanian organik tersebut, diberi tajuk Highrove: Portrait of an Estate. Sedangkan Diana menyukai shopping serta rock ‘n roll. Dalam sepekan, Diana menghabiskan 4.000 dollar AS (delapan juta) untuk membeli busana. Ketidakpaduan selera itu, kemudian menimbulkan gelombang keretakan. Apalagi, saat buku Andrew Morton terbit. Buku itu memiliki daya gempur yang melumat wibawa The Royal Family.
     Diana, Her True Story yang terjual 100.000 eksemplar pada pekan pertama di Inggris, terkesan membawa berkah bagi Diana. Sebab, buku tersebut makin melejitkan kepopulerannya sekaligus menjadi pijakan rasa simpati masyarakat Inggris terhadapnya. Aspek itu tak berlangsung lama. Sebab, tiba-tiba badai menghempaskan pribadi Diana dalam cemoohan akibat sikapnya yang ceroboh dalam hal-hal mesum.
      Terungkap bahwa pacar Diana sebelum bersanding dengan Charles adalah George Plumptre. Penthouse lalu menuduh kalau Diana sudah tidak perawan ketika kawin dengan Charles. Majalah pengumbar syahwat tersebut, malahan memuat pengakuan seorang pria yang pernah meniduri sang lady di rumah ibu Diana sendiri di Chelsea. Berita yang rnenampar pihak istana itu, hanya di tanggapi skeptis.
      Dugaan kebinalan Diana kembali mekar setelah TV-Movie, majalah televisi Jerman di Hamburg punya foto bugil Diana yang dipotret sekitar awal tahun 80-an. Untuk meredam stamina foto yang berisi fantasi seks tersebut, maka, TV-Movie mengembalikannya ke Istana Kensington, London, pada 18 Februari 1993.
      Di awal kehidupannya di Keraton Inggris, Diana telah menjalin keakraban dengan Oliver Everett, pengajar tata karma kerajaan. Kemudian Diana berhubungan intim dengan Raja Juan Carlos. Sebagai Raja Spanyol, ia tahu seluk-beluk istana untuk mendekati kamar Diana. Walau demikian, tugas kenegaraan kedua pihak menjadikan hubungan itu terhenti.
      Barry Mannakee, detektif yang menjadi bodyguard Diana, pernah pula merasakan kehangatan bersama sang putri. Entah mengapa, pada 1987, ia tewas dalam kecelakaan sepeda motor sesudah mengancam akan membocorkan rahasia pribadinya dengan Diana. Diduga kuat, yang mencabut nyawa Mannakee adalah M15, dinas intelijen Inggris.
      Petualangan seks Diana kian seru setelah berjumpa dengan Philip Dunne, bankir idola gadis kalangan atas London. Diana pernah berdansa mesra dengannya di Marquis of Worlester pada 1987. Diana yang merapatkan tubuhnya lalu mengecup pipi Philip. Keduanya malahan berlibur di rumah orangtua Philip. Sejoli itu bercengkerama mesra ketika orangtua Philip meninggalkan rnereka berdua di rumah.
      Mayor James Hewitt adalah pembimbing berkuda Pangeran Williar Arthur Philip Louis (calon penguasa yang bakal bergelar Raja William V). Keadaan kemudian berubah saat Diana secara agresif merindukan Hewitt. Suatu sore di bulan November, ia malahan berani mengunjungi Hewitt di asramanya yang terletak di kawasan Windsor. Di sana, Hewitt mencium mesra Diana. Sedangkan Kapten David Wathouse yang juga the other man, menurut majalah New Idea, sempat dikecup oleh Diana ketika menyaksikan film Rain Man di Waterhouse.
      Kisah kasih Diana yang paling menggetarkan ialah bersama James Gilbey, konsultan industri mobil. Pada 25 Oktober 1989, Diana meluangkan waktu bersantap malam di flat mewah Gilbey. Pukul 01.00 dini hari, Diana meninggalkan flat seharga satu juta dollar AS tersebut. Kenakalan sang putri terjadi gara-gara di malam itu Charles ke Katedral Gloucester. Ia lantas menginap di rumah pertanian Highrove.

Pangeran Porno
     Love affair antara Diana serta Gilbey, lalu terkuak ke permukaan akibat ulah pers. Bahkan, The Sun akhirnya mempublikasikan sebuah transkrip (salinan) percakapan intim via telepon antara Diana dengan direktur Holbein Motors yang berdagang mobil-mobil Saab, Swedia di London itu. Squidgytape atau Dianagate direkam pada 31 Desember 1989 oleh Cyrill Reenan, pelayan radio amatir.
      Stasiun televisi Australia ABC pada 1 Maret 1993, kemudian menyiarkan sisa rekaman “squidgy” (sebutan sayang Gilbey bagi Diana). Dalam rekaman tersebut, Diana mengutarakan niatnya untuk tidak hamil. Saat itu, Diana memang hamil. Menurut sebuah majalah Perancis, Ratu Elizabeth memerintahkan supaya janin yang bakal menjadi anak ketiga tersebut, dilenyapkan. Kandungan itu lalu digugurkan di Charing Cross Hospital, London, dengan alasan Diana mengidap penyakit bumilia nervosa.
      Sekalipun gema Dianagate sangat besar, tetapi, Camillagate justeru mencecar bejat pamor Charles. Camillagate atau Charlesgate yang direkam pada 18 Desember 1989 oleh Jane Norgrov, juga pelayan radio amatir, telah membuat atribut Putra Mahkota (Crown Prince) Inggris yang dikenal sebagai pria berbudaya tersebut, rusak akibat dijejali nafsu syahwat. Hingga, masyarakat pun memakinya sebagai pangeran porno.
      Sebagai calon raja, Charles mestinya tidak tersambar the other women. Apalagi, Undang-undang Negara The Bill of Right (1968) menyebutkan bahwa raja Inggris juga kepala gereja Inggris. Ayat The Act of Supplement 1701 menandaskan pula jika raja tidak boleh mengawini orang yang beragama Katolik.
      Transkrip Camillagate disiarkan pertama kali oleh New Idea. Majalah wanita dengan tiras 1,04 juta itu, diterbitkan oleh Pacific Magazine milik Rupert Murdoch. Dalam rekaman cabul tersebut, Charles bersama Camilla (keduanya menyapa dengan nama kesayangan Fred dan Gladys) secara bernafsu mengungkapkan hasrat seksual mereka.
      Tatkala Camilla ingin selalu berada di sisi sang pujaan, maka, Charles menjawab: “Oh Tuhan, saya akan tinggal di dalam celana dalammu atau yang lain. Itu akan lebih mudah”.
Di akhir percakapan, Charles merayu: “Saya akan pencet dadamu”. Camilla membalas: “Baiklah sayang, saya harap kamu memencet milikku”.
      Charles yang merupakan the perfec man berkat terprogram sejak kecil untuk menjadi raja, terkenal punya banyak kekasih sebelum menikahi Diana. Ia pernah pacaran dengan Susan George, bintang Straw Dogs dan Mandingo yang membuat aktris tersebut ditahbiskan obyek seks dekade 80-an.
      Wanita pertama yang mengisi lembaran hidup Charles adalah Lucia Santa Cruz. Kemudian hadir gadis-gadis seperti Georgina Russel, Lady Jane Wellesley, Princess Marie Astrid of Luxembourg, Laura Joe Watson, Davina Sheffield, Duchess Jane of Roburghe, Lady Sarah Spencer, Sabrina Guinness, Anna Wallace, Sheilla Ferguson, Amanda Knatchbull, Fiona Watso serta Lady Kanga Tryon (Dale Harper). Layak diakui bila cewek yang paling dahsyat perjalanan cintanya yakni Camilla Parker Bowles, istri Brigadir Jenderal Andrew Parker Bowles. Suami Camilla adalah pejabat Kepala Dokter Hewan dan Korps Kavaleri di angkatan bersenjata Kerajaan Inggris.
     The Royal Family yang dipandang di seluruh negeri sebagai suatu landasan moral dan contoh perilaku, sesungguhnya sejak awal sudah kusut dengan masalah seks. Kamar tidur Ratu Elizabeth, umpamanya, pernah digemparkan akibat menyelusupnya seorang gay. Adik sang ratu, Putri Margareth, malahan haus laki-laki. Ia pernah semen leven (kumpul kebo) dengan penyanyi pop Roddy Llewellyn di pulau Mustique, Karibia. Di pulau itu pula, Pangeran Andrew menjalin kasih dengan Kathleen (Koo) Stark sesudah ikut bertugas di Malvinas (Falkland) saat terjadi perang antara Inggris dengan Argentina. Koo Stark adalah leading lady yang berbugil dalam film Cruel Passion.
      Seperti Charles saudaranya, Andrew pun termasuk playboy. Pers Inggris malahan menggelarinya “Randy Andy” (Andy si Penakluk). Dalam kariernya sebagai buaya wanita, ia tidak pandang bulu. Beberapa perempuan yang pernah mengisi lembaran hidupnya antara lain Sandy Jones, Clio Nathanels, Alexandra Carnegie, Julie Guinness, Louisa Huntington-Whiteley, Julia Blount, Jeanette Baril, Carolyn Seaward, Kim Does, Carolyn Herbert, Vicky Hodge, Katie Rabett, Vicky McDonald serta Finona Hughes.
      Andrew yang jantan sejati, rupanya punya saudara yang layu di depan wanita. Pangeran Edward Antony Richard Louis, putra bungsu Ratu Elizabeth, tiada lain homoseks yang dijuluki Barbara. Nama itu merupakan parodi Barbara Windsor, aktris beken Inggris.
Sosok mengenaskan ialah Fergie. Sebelum mendampingi Andrew, ia pun suka gonta-ganti pasangan. Bahkan, pernah hidup serumah dengan tokoh balapan mobil Paddy McNally selama empat tahun. Ketika masih menjadi istri sah Andrew, Fergie secara lancang rnenyeleweng dengan Steve Wyaat (konglomerat Texas) maupun Johnny Bryan (penasehat keuangan sang putri).
      Putri Anne Elizabeth Alice Louise, anak Elizabeth yang lain setali tiga uang. Ia tidak luput dari kemelut rumah tangga. Putri Anne dilanda prahara akibat perkawinannya dengan Kapten Mark Philips yang mata keranjang. Ia kemudian memilih pendamping baru. Anne menikah dengan Kolonel Timoty Laurence.
      Skandal-skandal nafsu kebinatangan yang sensasional tersebut, membuat seorang lelaki rnisterius berani bertaruh bahwa monarki Inggris akan berakhir pada abad 20 ini. Pria itu mempertaruhkan 8.000 poundsterling (Rp 23 juta). Ia malahan rnenambah 146.000 poundsterling (Rp 421 juta) bila Kerajaan Inggris masih berdiri pada 1 Januari 2000.
      Ratu Elizabeth, oleh golongan oposisi dianggap sebagai ratu terakhir dari dinasti Windsor. Charles dilihat repot memangku jabatan sebagai raja akibat adanya warga Inggris yang mengusulkan pembentukan negara republik.

Kerajaan Munafik
      Semua kelakuan The Royal Family yang kini menggoyahkan keberadaan monarki Inggris, memperlihatkan bahwa moral keluarga kerajaan sangat rapuh dan bertetangga dengan kemaksiatan. Sebagai kambing hitam akibat adanya sikap sinis masyarakat terhadap monarki, maka, mereka menuding pers terlalu leluasa mengobral kehidupan penghuni keraton. Padahal, saat Rushdie dikutuk umat Islam, kerajaan serta pers Inggris bahu-membahu membenarkan novelis tersebut seraya mengagungkan asas kebebasan berbicara. Anehnya, ketika keluarga Ratu Elizabeth dibantai media, pemerintah pun segera mendesak agar dibentuk Pengadilan Pengaduan Pers (Press Complaints Tribunal).
      Pengadilan yang didukung oleh undang-undang (Statutory Tribunel) itu, sangat mencemaskan pers Inggris setelah Komite Keluhan Pers (Press Complaints Cornmission) tidak berfungsi.
      Sir David Calcutt dipilih Pemerintah Inggris sebagai ketua untuk merancang undang-undang pembatasan pers. Peraturan yang bakal membungkam kesaktian pers Inggris, ditanggapi Kelvin McKenzie, pemimpin redaksi tabloid The Sun, sebagai tindakan untuk melindungi golongan tertentu yang punya hak istimewa (the privilege). Padahal, selama ini mereka memiliki wewenang untuk meliput seluas-luasnya. Pers Inggris yang menganut sistem liberal, kebal oleh sanksi atas pelanggaran terhadap hak-hak kehidupan pribadi (privacy) seseorang.
      Semuanya kemudian berakhir sesudah pers Inggris menyiarkan secara gegap-gempita foto telanjang Fergie dan percakapan intim Diana. Pemberitaan yang bersemangat dari tabloid Inggris itu, membuat Pemerintah merasa malu. Bahkan, orang-orang dekat kerajaan memaksa pers untuk memiliki pengertian serta kemurahan terhadap monarki. Mereka meraung-raung minta tolong supaya pers menutup mata seraya menghilangkan kebebasannya dalam memandang kehidupan putra-putri Elizabeth.
      Kehadiran Komisi Pengaduan Pers dengan ketua Lord McGregor, lalu diejek oleh surat-surat kabar setempat sebagai a press watchdog agency (perwakilan penjaga pers). Soalnya, media massa Inggris akan kehilangan kekuasaan mutlak. Hingga, terancam terseret ke pengadilan akibat mengungkap fakta-fakta.
      Novel The Satanic Verses dan skandal Charles-Diana, merupakan dua sisi dari Kerajaan Inggris. Mereka mendukung Rushdie yang berdarah kotor (mahdur ad-damm) tersebut dengan semangat berapi-api. Inggris tidak menginginkannya menjadi mangsa para penembak yang melihat darah Rushdie halal terpercik. Dukungan itu kemudian membuat pula pers Inggris makin membabi-buta memberitakannya secara timpang. Ajaibnya, ketika media massa Inggris yang liberal menggempur habis moral anggota kerajaan, maka, pers pun diredam.
      Kasus The Satanic Verses membahana ke jagat raya, gara-gara ditopang negara-negara pengendali ekonomi dunia serta budaya pop. Di sisi lain, mengalirnya novel setan Rushdie tanpa hambatan dari Pemerintah Inggris, memperlihatkan bahwa negara tersebut tidak adil. Pasalnya, saat buku Spycatcher (The Candid Autobiography of a Senior Intelligence Officer) diterbitkan pada 1987, Pemerintah Inggris justeru panik. Hatta, Perdana Menteri Margareth Thatcher memohon kepada Kejaksaan Agung agar melarang peredaran buku itu. Kitab yang ditulis Peter Wright, pensiunan perwira Dinas Rahasia MI5 tersebut, menyingkap trik kotor M15 dalam menjalankan tugas.
      Di samping Spycatcher yang berhasil dibendung peredarannya oleh Inggris, juga kitab memoar seorang mantan agen rahasia Inggris dilarang beredar di negeri sendiri. Pustaka dengan judul Inside Intelligence itu ditulis oleh Antony Cavendish, bekas perwira M16 (dinas rahasia Inggris urusan internasional serta militer). Di dalamnya, diungkap tentang dugaan keras kalau Perdana Menteri Inggris Harold Wilson, terlibat jaringan Komitet po Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB), dinas intelijen Uni Soviet sebelum hancur berkeping-keping.
      Inggris yang punya undang-undang untuk melarang seseorang atau organisasi menghina agama Kristen Protestan (Anglo Saxon), juga berhasil mendepak film The Last Temptation of Christ dan komik True Fait. Film “Godaan Terakhir Yesus” yang didasarkan pada novel karya Nikos Kazamtzakis dengan tajuk Hoteleutaios Peirasmos tersebut, bercerita mengenai fantasi seks Yesus Kristus untuk berhubungan intim dengan Maria Magdalena. Sedangkan True Fait yang dicetak oleh penerbit milik Robert Maxwell, berisi penghujatan terhadap iman Kristen.
     Spycatcher, Inside Intelligence, The Last Temptation serta True Fait yang dilarang beredar, pada hakikatnya menampilkan sisi kemunafikan Inggris. Mereka mendukung The Satanic Verses atas nama kebebasan berbicara dan mengemukakan pendapat. Di lain pihak, ketika Spycatcher cs muncul, Inggris justru gusar seraya melarangnya dengan dalih stabilitas negara. Padahal, novel Rushdie lebih berbahaya lagi. Pasalnya, mampu menggelorakan massa dunia secara serentak atas penghinaannya terhadap Islam.
      Agama tidak sekecil negara yang bisa diukur maupun dijumlahkan. Agama mencakup kehidupan dunia serta akhirat. Alhasil, The Satanic Verses tidak tepat dilindungi dengan alasan kebebasan berbicara yang ditopang stamina imajinasi.
      Kerajaan lnggris yang sekarang dipatuk oleh pers akibat ulah putra-putri dan menantu Ratu Elizabeth, terlihat mulai berantakan. Hingga, tanpa malu, Sri Ratu menyebut 1992 sebagai Annus Horribilis atau the Horrible Year (tahun yang mengerikan). Goncangan terhadap kafilah ningrat itu menjabarkan bahwa, saatnya tiba untuk mencampakkan petuah king can do no wrong (raja tidak bisa salah), in the British Empire the sun never sets (di Kerajaan Inggris mentari tak pernah terbenam) serta Britain rules the waves (Inggris mengatur gelombang laut). Soalnya, kalimat-kalimat bombastis tersebut, cuma menyingkap kekerdilan Kerajaan Inggris yang tercecer dalam masalah moral.
      Rushdie dan Diana, di pengujung abad ke 20, bakal menjadi monumen bagi pers Inggris. Sebab, keduanya tertera sebagai simbol kebebasan sekaligus figur kontroversial di monarki Inggris. Rushdie menelantarkan wibawa kebebasan Inggris akibat terhambatnya peredaran Spycatcher, Inside Intelligence, The Last Temptation serta True Fait. Sedangkan Diana menumbangkan kharisma The Royal Family akibat ulah bebasnya yang menentang aturan protokoler istana. Alhasil, memorak-porandakan eksistensi dinasti Windsor. Akhirnya, asas liberal pers Inggris pun kena getah keborokan demi nama baik sebuah keluarga kerajaan yang telah berusia 1.000 tahun.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Majalah LEKTURA Universitas Hasanuddin

PANJI MASYARAKAT NO. 751 TAHUN XXXV, 7-16 SYAWAL 1413 H, 1-10 APRIL 1993

Senin, 07 Mei 2012

George Bush, Wajah Purba Amerika




Presiden George Bush ke Indonesia
George Bush
Wajah Purba Amerika
Oleh Abdul Haris Booegies

     Di tiap kunjungan ke negara lain, Presiden George Walker Bush selalu dihantui sebagai target bangsa lain.  Kini, Bush bakal singgah selama enam jam di Istana Bogor pada 20 November 2006.
     Di zaman sekarang, AS identik dengan kekuatan, keangkuhan serta kekacauan.  Di mana ada perang, di situ ada Amrik.  Taliban di Afghanistan berantakan lantaran dibombardir prajurit AS.  Keluarga Saddam Hussein di Irak kocar-kacir setelah diberondong serdadu AS.  Palestina, Lebanon dan Sudan, juga tidak luput dari cengkeraman Paman Sam.
      Pada 11 September 2006, blok negara Uni Eropa menyentil AS.  Mereka menganggap AS membuat dunia tidak aman.  Sebab, menyiksa tersangka teror di luar aturan hukum internasional.  Di penjara-penjara CIA yang berada di Inggris, Jerman, Polandia serta Rumania, para tersangka disiksa setengah mati.
     Kebengisan AS dengan cara melabrak negara-negara yang tidak sejalan dengan kebijakannya, merupakan warisan masa silam.  Kala benua Amerika masih berupa ladang rumput dan rimba raya, maka, ada dua aspek yang menjadi ancaman bagi rombongan pendatang dari Eropa.  Pertama, binatang buas yang sigap memangsa.  Kedua, orang-orang Indian yang merasa terdesak.  Penduduk asli Amerika itu, merupakan bahaya nyata yang datang terus-menerus mengancam kaum pendatang.
     Orang-orang yang mencari penghidupan baru di benua Amerika, akhirnya membekali diri dengan senjata api.  Mereka membunuh hewan yang berpotensi menerkam atau menembak orang Indian yang mengusik kehadirannya.
    Membunuh binatang atau Indian masih legal.  Soalnya, hukum belum ada.  Kafilah pendatang belum mengurus undang-undang yang mesti dipatuhi.  Hukum padang penggembalaan masih menghalalkan pembunuhan yang lumrah terjadi.  Mereka hanya sibuk mencari harta.  Sebab, benua Amerika yang ditemukan Christopher Columbus pada 1492, memang sangat kaya.  Gurun, hutan, celah karang, bawah tanah, semua mengandung peluang yang menakjubkan.  “Akar rumput saja mengandung emas.  Sementara di ujung daunnya lebih banyak lagi emas”, ucap California Joe, seorang pemandu di Dakota pada 1870-an.
     Pada 1857, Mayor William H Emory, mengamati kalau berburu kuda serta sapi liar menjadi kelaziman bagi warga Laredo dan kota-kota di sepanjang sungai Rio Grande.  Daniel J Boorstin dalam buku The Americans: The Democratic Experience, mencatat bila ternak Texas teramat liar.  Para pencari harta jelas harus cerdas, giat, kuat serta berwatak keras.  Mereka mesti gesit menghindari anak panah orang Indian, berani berkelahi sekaligus andal menunggang kuda berhari-hari.
     Pada 1787, di Philadelphia, berkumpul beberapa orang guna menyusun undang-undang dasar AS.  Ralph Henry Gabriel, pengarang buku American Values: Continulty and Change, menuliskan komitmen AS terhadap prinsip demokrasi.  Para pembuat konstitusi menyusun pemerintahan dengan model ajaran John Locke yang terbuka atas persetujuan rakyat.

Kebijakan Agresif
     Membunuh orang dengan cara melanggar hukum, kini jamak dilakukan Bush.  Dengan dukungan peralatan canggih, ia bisa seenaknya memasuki negara berdaulat tanpa permisi.
     Sifat Bush yang melecehkan nilai-nilai kemanusiaan, sudah tumbuh sejak kecil.  Di masa kanak-kanak, ia pernah menangkap kodok.  Kemudian mengikatkan mercon di punggung katak tersebut.  Ketika kodok malang itu meledak berhamburan, kontan Bush junior terpingkal-pingkal.
     Sosok sadis tersebut, ternyata terpilih dua periode sebagai presiden AS.  Pada 7 November 2000, Bush naik tahta dengan cara mengakali kemenangan Al Gore.  Apalagi, ia didukung oleh sekretaris negara bagian Florida Katherine Harris yang mensertifikasi hasil pemilihan di Florida.  Dinasti Bush yang dinilai sebagai klan dominan di panggung politik AS, akhirnya sukses menempatkan Bush junior sebagai pemegang tampuk kuasa kepresidenan AS.
     Prestasi Bush sebagai orang nomor satu AS, harus diakui tidak ada kecuali musuh di mana-mana.  Ekonomi AS merana oleh lilitan defisit gigantik.  Demokrasi yang diekspor ke negara-negara jajahannya sering dilecehkan.  Hatta, warganya yang melancong acap menjadi sasaran kebencian.
     Uncle Sam hendak menciptakan rasa aman dengan cara menyakiti penduduk dunia lewat kebijakan agresif.  Akibatnya, bukan ketenangan yang timbul, tetapi, sikap penentangan dari beberapa negara.
     Invasi AS ke Irak lantas mengobarkan inspirasi bagi kelompok-kelompok militan.  Mereka yang selama ini diam seribu bahasa, sontak terlibat dalam gelombang perlawanan.  Semua gara-gara serangan AS yang menewaskan lebih 655 ribu warga sipil Irak.  Sedangkan 914 ribu terpaksa mengungsi mencari penghidupan baru.  Padahal, pembumihangusan Irak dilancarkan berdasarkan data keliru CIA.  Dinas intelijen itu menengarai jika Irak menimbun senjata pemusnah massal (WMD).  Padahal, tak ada WMD di Irak atau di balik kumis tebal Saddam.
     Kesalahan informasi yang fatal dan sepak terjang Bush yang di luar batas, mendorong masyarakat universal menuduh AS sudah keterlaluan.  Bahkan, warga Inggris memandang Bush lebih berbahaya daripada pemimpin Korea Utara Kim Jong Il.
     Bush yang bebal akhirnya dikritik tajam soal Irak.  Kubu Demokrat yang sekarang menguasai kursi DPR (House of Representative), menghendaki perubahan strategi dalam kebijakan AS di Irak.
     Mantan Menteri Luar Negeri Madeline Albright menuturkan kalau AS kehilangan otoritas moral lantaran peristiwa di Irak.  Seluruh problem berawal dari Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld yang tak mau mendengar nasihat para jenderal.  Rumsfeld kini tak punya kredibilitas di mata Kongres, pimpinan militer, prajurit serta masyarakat.  Sementara Bush yang kukuh mempertahankan kebijakannya, dituding tak ingin mendengar suara akal sehat.
    Sekarang, demonstrasi di berbagai negara sering membawa poster bertuliskan “Bush: the Most Wanted Man” atau “USA, the Real Terrorist”.

Neo-Cons
     Bush saat ini aktif berikhtiar menggalang dukungan optimal dari sejumlah kepala negara.  Fase tersebut dilakoni sebagai langkah buat mengamankan nadi kehidupan di AS.
     Dalam beberapa periode, roda indsustri AS tergantung pada energi negara lain.  AS tidak mampu mandiri guna menghidupkan mesin-mesin industrinya.  Maklum, energi dari perut buminya tak mencukupi pabrik-pabrik di daratan AS.
     Selama ini, AS butuh sekitar 20,5 juta barel per hari atau hampir seperempat minyak dunia.  Sedangkan AS cuma menghasilkan 7,24 juta barel per hari yang disedot di Teluk Mexico.
     Bila ada negeri yang tidak loyal pada Bush, berarti alamat buruk bagi negara bersangkutan.  Mesin perang AS bisa langsung melumat wilayah yang menolak kerja sama.  Sebab, Bush yang lahir di Texas adalah wajah purba AS.  Perilaku penduduk awal Amrik asal Eropa, merekat-erat dalam jiwanya.  Ia merupakan koboi modern yang bukan hanya ulet meledakkan katak, menembak binatang buas atau menghukum orang Indian.  Bush justru tahu bagaimana menghajar komunitas Muslim sampai lebam dan bonyok berdarah-darah.  Dalam benak presiden ke 43 itu, cuma ada satu kalimat: “Perang atau serahkan sumber energimu”.
     Afghanistan serta Irak yang tidak sudi bekerja sama, akhirnya merasakan azab berkepanjangan.  Neo-konservatif yang mengelilingi Bush, lalu merancang malapetaka 9/11.
     Ketika gedung kembar WTC sempoyongan ditabrak pesawat, sontak neo-cons menunjuk hidung Osama bin Laden, al-Qaeda, Taliban dan Afghanistan sebagai biang teror.  Padahal, Dick Cheney, Paul Wolfowitz, Rumsfeld serta John Bolton yang sesungguhnya dalang tragedi tragis tersebut.
     Armada tempur AS kemudian menderu-deru menuju ke Afghanistan.  Akal bulus Paman Sam lantas terungkap jika serangan bom yang gencar, hanya kamuflase buat menjarah energi dari perut bumi Afghanistan.
     “Kami berpegang-teguh pada dalil bahwa segenap manusia diciptakan setara.  Semua insan diberkati oleh penciptanya dengan beberapa hak asasi yang tak boleh diganggu-gugat, di antaranya hak untuk hidup, hak kebebasan sekaligus hak dalam mengejar kebahagiaan” (sebuah pasal dalam Deklarasi Kemerdekaan AS).
     Pada 22 Februari 1861, Abraham Lincolm membanggakan Deklarasi Kemerdekaan AS.  “Deklarasi itu bukan cuma memberi kemerdekaan kepada penduduk negeri ini, namun, menjadi harapan bagi seluruh dunia untuk selamanya”, tandas presiden AS ke 16 tersebut.
     Celakalah Bush yang membuat planet ini sewaktu-waktu meledak oleh kesintingannya.  Presiden Lincolm menghormati hak hidup sejajar umat manusia yang berasas Deklarasi Kemerdekaan AS.  Sementara Bush mengirim militer ke pelosok lima benua serta dua samudera guna merajam rasa merdeka di hati warga dunia.
     Akhirul-kalam, jangan coba-coba mengusik mafioso Don Bush dengan politik mafia globalnya kalau tidak siap mati.  Dan itu menjadi tantangan bagi dunia Islam untuk segera merapatkan shaf demi melawan show of force Bush yang makin edan.



























Amazing People