Rabu, 31 Agustus 2011

Puisi Inilah Cintaku

Inilah Cintaku
Kutatap wajahmu
Kau menerawang seolah mengabaikan pandanganku
Hatiku dan hatimu kemudian saling terpikat
Kau rindu dicinta
Hidup berseri laksana kembang di taman
Cintamu terpacu
Hatiku terpicu
Tiap hari kudambakan menjelajahi segenap relung kalbumu
Saya menengadah memandang lengkung langit biru
Di lubuk hati terdalam
Kupendam rahasia
Kita mustahil bersatu
Tubuhku milik seseorang
Kau kucintai
Hatiku ingin terpaut dengan dirimu
Kendati usia terasa secepat layu kuncup bunga
Cintaku sepanjang bentangan cakrawala
Cintaku tak surut menapak hari demi hari
Walau kita dipisah sang kala
Jiwaku selalu bersamamu
Secuil riang hatimu senantiasa berdegup di sarafku
Seribu pedihmu ikut kupikul
Kutulis namamu pada debur ombak
Membentang ke samudera
Membentuk rangkaian aksara raksasa
Rembulan pun terpana membacanya
Kau kusayang, namun, tiada mungkin kita bersatu
Terbayang di rongga hati ini
Kau milik sejatiku
Kau kelak mengisi hari-hariku
Sebuah rahasia ternyata menghalangi babad asmara kita
Andai rahasia itu tak pernah terjadi

(akhir Ramadan-awal Syawal 1432 Hijiriah)

Jumat, 19 Agustus 2011

Puisi Di Antara Istri dengan Kekasih

Di Antara Istri
dengan Kekasih
Istriku
Engkau cahaya kehidupan
Rahimmu wadah benih bersemi
Senyummu menggugah nurani
Suaramu bergemersik bak buluh perindu
Alunan katamu selalu menggelorakan simfoni syahdu
Wangi badanmu memercikkan bau kesturi
Hidup tiada makna tanpa dirimu

Kekasihku
Engkau mutiara kalbu
Wajahmu tempat menuai inspirasi
Senyummu membelai kalbu
Suaramu mengombak laksana nada suling nan merdu
Untaian perimu senantiasa menjadi madah khidmat
Aroma tubuhmu menabur harum melati
Hidup tiada gairah tanpa dirimu

Di antara dua wanita
Di antara dua cinta
Di antara dua kehidupan
Keduanya taman bermukim hati
Keduanya bandar berlabuh jiwa
Keduanya mengenal tingkah-polah diri ini
Siapa yang terpilih
Istri atau kekasih

Pria sejati selalu memilih berdusta
Segenggam doa tiada jeda kupanjatkan
Secercah asa senantiasa kunanti
Memohon agar kebohongan muskil terungkap
Keluh-kesah jiwa yang resah
Menyelimuti segenap raga
Saya tak ingin jauh dari istri
Tiada pula hendak ditinggal kekasih

Sebelum retak pilar cakrawala
Sebelum gulungan gelombang samudera menjilat rembulan
Sebelum aus pucuk gunung-ganang
Sebelum tamat musim bunga
Dustaku kehabisan daya
Terkapar oleh suara sang waktu

(Kamis, 18 Ramadan 1432 - 18 Agustus 2011)

Selasa, 16 Agustus 2011

Puisi Surat Cinta

Surat Cinta
(Memori 1990-1992)

Wajahmu
Kini terkenang
Engkau mengingatkan tapak kisah silam
19 tahun berlalu
Tatkala berpisah
Tiada alif, ba, ta, tsa terucap
Tali yang dirajut berhari-hari itu putus
Terlepas dalam keikhlasan
Kini, namamu kembali bergiang-riuh
Sosokmu tetap agung
Silih berganti malam bersua siang
Roman mukamu tetap menawan
Raga ini tetap berdegup menatapmu
Jiwa ini tetap membuncah merindukanmu
Tatapan matamu yang teduh telah menggoreskan kata cinta di hatiku
Engkau bagai surya dari balik awan-gemawan
Menerangi hidupku dengan cahayamu
Air danau yang menjadi tinta tak cukup melukiskan kebaikanmu
Langkah kakimu senantiasa terdengar
Senyummu selalu terbayang
Parasmu senantiasa hadir
Suaramu selalu mendekap nurani
Bersamamu hari-hari senantiasa indah
Kala bintang-gemintang tampak kerlap-kerlip
Kukirim ciuman lewat angin sebanyak jumlah bintang
Gelora kalbuku takkan padam
Selama pelangi belum pudar
Engkau permata hatiku
Engkau lestari dalam sukmaku

(Selasa, 16 Ramadan 1432 Hijriah - 16 Agustus 2011)

Senin, 01 Agustus 2011

Puisi Bidadari Facebook

Bidadari Facebook
(untuk seorang sahabat FB yang cantik mempesona)

Awan-gemawan perak berarak-beriring
Seekor burung hijau singgah
Di tepi pelangi pada puncak Thur Sina
Penunggang burung seorang anak muda
Ia jejakkan kaki
Pada hamparan kembang berkilau yang tiada bertepi
Di pucuk bunga an-Nisrina
Seorang gadis elok tergolek tafakur
Rupa-rupa kupu-kupu berlingkar di sisinya
Sang pemuda terkesima
Dara jelita itu tersenyum
Menampakkan gigi yang seolah untaian mutiara
Gadis tersebut bangkit
Menggelorakan keanggunan
Diadem kencana di kepalanya berpijar laksana cahaya purnama
Kecantikannya serupa yakut dan merjan
Parasnya bak permata yang tersimpan secara apik
Kulitnya halus bagai kulit telur bagian dalam
“Siapa engkau?” bertanya pemuda
“Ia yang diberkahi”, sabda kupu-kupu di tengah sepoi bayu
“Engkaukah yang ternukil di tujuh kitab suci cinta?”
“Ia yang diberkahi”, senandung kupu-kupu
“Engkaukah mojang yang membuat dewa-dewi di gunung Olympus takzim kala menyebut namamu?”
“Ia yang diberkahi”, berdendang kupu-kupu sembari mengitari sang putri
“Engkaukah yang membuat para pujangga kehabisan kata-kata saat melukiskan kemolekan ragamu?”
“Ia yang diberkahi”, terdengar tabik kupu-kupu mengalun
“Engkaukah yang menginspirasi kehidupan dengan wajah rupawanmu”
“Ia yang diberkahi”, berdering suara kupu-kupu melantunkan simfoni merdu
“Engkaukah yang menebar kasih sayang kepada para pemujamu?”
“Ia yang diberkahi”, kupu-kupu berkidung syahdu
“Engkaukah bidadari Facebook?”
“Amin…”, serentak kupu-kupu khusyuk memanjatkan permohonan
“Terpujilah rahim yang mengandungmu
Terpujilah perempuan yang mengasuhmu
Maha Suci Allah telah menciptakan keindahan”

(Maghrib-Isya, Kamis, 21 Juli 2011)

Vocabulary
Thur Sina   = Bukit Sinai
An-Nisrina = mawar putih
Facebook   = tempat Abdul Haris Booegies mengenalnya

Redenominasi Rupiah atau Sanering Harga

Redenominasi Rupiah atau Sanering Harga
Oleh Abdul Haris Booegies
      Selama Juli 2010, tiba-tiba kita ditumbuk isu soal redenominasi.  Khalayak tersedak!  Ke arah mana sesungguhnya bahtera moneter Indonesia menuju?  Kelompok yang berorientasi dengan pemerintah kemudian berupaya menenteramkan rakyat dengan sejumput rayuan.
     Golongan yang menyuarakan kepentingan penguasa berfatwa jika redenominasi perlu karena nilai rupiah terus merosot bin melorot.  Mereka juga berceloteh bahwa redenominasi berbeda dengan sanering.  Kebijakan sanering yaitu memangkas nilai uang.  Sanering aslinya berbunyi geld sanering politiek.  Istilah dari bahasa Belanda tersebut bermakna politik penyehatan uang.
     Sanering di Indonesia terjadi pada 19 Maret 1950.  Paket itu dikenal sebagai “Gunting Sjafrudin”.  Kebijakan Menteri Keuangan Sjafrudin Prawiranegara tersebut diberlakukan untuk menekan inflasi.
     Sanering lalu dilakukan lagi pada 25 Agustus 1959.  Hasilnya, inflasi 22 persen pada 1959 sontak membumbung 594 persen pada 1965.  Sanering selanjutnya pada 13 Desember 1965.  Program itu bonyok ditimpuk inflasi 635,5 persen.
     Redenominasi diambil dari kata denomatio.  Kata yang berasal dari bahasa Latin tersebut merujuk pada istilah pecahan mata uang.  Redenominasi adalah perampingan angka nominal mata uang menjadi kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.  Duit Rp 1.000, misalnya, dipotong menjadi Rp 1.  Alhasil, gula yang Rp 10.000 menjadi Rp 10.
     Redenominasi rupiah digembar-gemborkan demi efisiensi.  Bahkan, secara psikologis dipandang meningkatkan bargaining position.  Hingga, nilai tukar rupiah memiliki derajat di antara mata uang lain.
     Bank Indonesia haqqul yaqin bila redenominasi bakal mendongkrak rupiah tampil kredibel dan bernilai.  Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan kalau redenominasi membuat rupiah lebih gagah.
     Redenominasi hendak dilakukan guna mengatasi inefisiensi lantaran makin tingginya biaya transaksi.  Indikasi menunjukkan jika angka dalam laporan keuangan perbankan kian gigantik.  Bilangannya telah mencapai ratusan miliar.  Ihwal itu terjadi berkat nilai transaksi terus membumbung.  Di sisi lain, redenominasi dianggap mujarab mengatasi inefisiensi pembangunan infrastruktur.  Fase tersebut terkait sistem pembayaran non-tunai yang acap menelan banyak biaya.
     Redenominasi dipercaya tak meruwetkan pencatatan sembari menyingkat durasi waktu pembukuan.  Akuntansi pun lebih gampang klir.  Sebagaimana dipahami, nilai pecahan rupiah tergolong terbesar di dunia.  Rupiah bersaing dengan dong Vietnam yang punya pecahan 500.000.  Selain itu, rupiah kurang andal melakukan apresiasi.  Rupiah tidak kompetitif!  Rupiah malahan termasuk 10 uang sampah (garbage money).  Rupiah dituding tak bernilai.  Sebab, nilai tukarnya mencapai Rp 9.000 per 1 dolar AS.  Elemen tersebut serupa dengan mata uang negara-negara miskin di Afrika.
     Selama ini, nilai tukar rupiah terus mengalami penurunan.  Rupiah melemah akibat kebijakan (devaluasi) serta natural (depresiasi).

Hiper Inflasi
     Redenominasi rupiah yang digodok Bank Indonesioa direncanakan berlaku pada 2013.  Pendukung redenominasi bersuara bahwa kita harus belajar dari Turki.  Negara itu menghapus enam angka nol untuk membuang sial hyper inflations yang melaknatnya.
     Turki yang sempat sempoyongan akhirnya bangkit.  Negara tersebut sukses melakukan redenominasi pada 1 Januari 2005.  Ekonomi negeri bekas Kesultanan Ottoman itu mendadak menggeliat.  Yetele alias new Turkish lira membawa berkah bagi masyarakat.  Inflasi turun dari 12 persen menjadi 5 persen.
     Pada esensinya, Turki tidak sepatutnya menjadi contoh bagi Indonesia.  Letak geografis dan kondisi sosial politik kedua negara sangat berbeda.  Di Indonesia, budaya korupsi subur nian.  Sementara mental pejabat banyak yang memprihatinkan.  Ada kecenderungn pula bila muncul patronasi politik serta penguatan oligarki ekonomi.
     Dewasa ini, rakyat ditimpa kengerian gara-gara kebijakan gas elpiji.  Awalnya, semua bersorak-ria dengan program konversi minyak tanah ke elpiji.  Tak dinyana, masyarakat akhirnya menjadi korban gas elpiji.  Hampir tiap hari ada korban ledakan gas kemasan 3 kilogram.
     Tatkala korban susul-menyusul diekspos, maka, seluruh pihak saling menyalahkan.  Tiada yang sudi pasang badan untuk bertanggung jawab secara ksatria.  Mereka justru bingung sendiri ketika horor bom elpiji meneror rakyat.  Padahal, langkah yang mesti segera dilakukan pemerintah ialah menarik 45,28 juta paket perdana konversi yang sudah didistribusikan kepada masyarakat.
     Redenominasi tentu baik kalau didukung oleh segenap aspek.  Jika kebijakan tersebut gagal, niscaya rakyat makin sengsara.  Jangan lagi rakyat dijadikan kelinci percobaan sebagaimana kasus tabung gas 3 kilogram.  Apalagi, bila ada masalah, mendadak pejabat mencari kambing hitam buat cuci tangan.
     Zimbabwe pernah merasakan pahitnya redenominasi.  Pada 2006 dan 2008, redenominasi negeri di bagian selatan benua Afrika itu gagal total.  Redenominasi jilid ketiga pada 2009, lantas menggunting 12 digit nol.  Program tersebut ternyata membawa malapetaka.  Zimbabwe terperangkap hiper inflasi.  Tingkat inflasi mencapai ribuan persen.
     Redenominasi sebetulnya juga rancu.  Pasalnya, pada 2015 dicanangkan mata uang bersama ASEAN Plus Three (China, Jepang berikut Korea Selatan).  Mata uang tunggal Asia Timur itu merefleksikan kokohnya relasi moneter ASEAN Plus Three.

Bertabur Fasilitas
     Gagasan redenominasi sebenarnya belum pantas dilontarkan ke publik.  Soalnya, proposal tersebut belum matang.  Publikasi redenominasi bisa meresahkan masyarakat.  Bahkan, stabilitas moneter dapat terganggu.  Inflasi bisa melonjak.  Pendapat ekstrem justru menengarai kalau redenominasi menimbulkan ketidakstabilan ekonomi serta politik.
     Suporter redenominasi mempropagandakan jika program itu tak berdampak terhadap inflasi.  Pendapat tersebut jelas sahih di atas kertas memo pribadinya.  Pada realitasnya, hal itu sulit menjadi kebenaran.  Apalagi, belum ada survei.
     Sejumlah ekonom merekomendasikan agar pemerintah jeli saat menerapkan redenominasi.  Landasan yang mutlak diperhatikan yakni inflasi terkendali di bawah 10 persen.  Kemudian kurs rupiah stabil sekaligus kuat.  Syarat lain yaitu utang pemerintah turun dalam persentase terhadap Produk Domestik Bruto.
     Pada hakikatnya, bukan redenominasi rupiah yang harus dilakukan, namun, sanering harga.  Pejabat mungkin tidak peka dengan yang namanya harga mahal.  Mereka tak bersentuhan langsung dengan harga sembako.  Pejabat tidak pernah dipusingkan ongkos kesehatan, pendidikan dan perumahan.  Maklum, usai dilantik, maka, pejabat langsung menikmati fasilitas yang berlimpah.  Dalam hitungan hari, fulus mereka malahan telah berceceran di rekening gendutnya.
     Masyarakat tak memiliki fasilitas.  Hatta, mereka terantuk-antuk mengais sepotong rezeki.  Negeri ini bertabur sumber daya alam, tetapi, cuma dinikmati segelintir manusia.  Bahkan, Amerika Serikat lewat PT Freeport Indonesia dibiarkan seenaknya menambang emas, perak serta tembaga  di Irian Jaya.  Akibatnya, penduduk Papua melarat.  Sedangkan Paman Sam hidup makmur.
     Di masa kini, kita mendambakan figur dengan visi strong leadership yang berani berkata tidak kepada asing.  Kita merindukan the great leader yang malu berutang ke IMF maupun Bank Dunia.  Kita butuh pemimpin yang punya nurani untuk melihat negara ini berdaulat.  Sementara penduduk negeri ini hidup mandiri.
     Kita mengharapkan pemimpin yang mau memekikkan sanering harga.  Biaya yang berhubungan dengan sembako, kesehatan, pendidikan dan perumahan dipotong tiga angka nolnya.  Sanering harga sudah mendesak sekali dibandingkan redenominasi rupiah.

Soeharto Jadi Pahlawan

Soeharto Jadi Pahlawan
Oleh Abdul Haris Booegies
     Mendadak ramai lagi terdengar nama Soeharto.  Ia tidak bangkit dari kubur, tetapi, Bupati Karanganyar, Jawa Tengah, mengajukannya sebagai Pahlawan Nasional.  Pendukung Soeharto menerangkan supaya mengesampingkan kesalahan penguasa rezim Orde Baru itu.  Sebab, tak ada orang yang betul-betul bersih dari kesalahan.
     Kementerian Sosial sekarang tengah menggodok 10 nama untuk diusulkan memperoleh gelar Pahlawan Nasional.  Di antara tokoh tersebut terdapat nama Soeharto.  Setelah masuk di Kemensos, 10 nama itu dibawa ke Dewan Gelar Tanda Jasa dan Kehormatan yang dipimpin oleh Menkopolhukam.  Kemudian Menkopolhukam mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 10 November 2010.
     Riwayat  Soeharto memang riuh.  Ia mampu berkuasa selama 32 tahun.  Ajaibnya, ia memerintah dengan tangan besi di negeri kepulauan.  Satu pulau dengan pulau lain saling berjauhan.
     Soeharto tidak sama dengan diktator Rumania Nicolae Ceausescu yang berkuasa di sebidang negeri di daratan Eropa.  Soeharto berbeda dengan pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Than Shwe.  Letak geografis Myanmar nyaris terkucil di antara negara-negara Asia Tenggara.  Sedangkan Indonesia begitu transparan di peta dunia dibandingkan Rumania atau Myanmar.
     Selama memerintah 32 tahun, Soeharto jelas acap menelurkan kebijakan kontroversial.  Berderet sejarah kelam menghias perjalanan negeri ini.  Soeharto tak dapat dipisahkan dengan tragedi politik 1965, petrus (penembakan misterius) terhadap preman, tragedi Tanjung Priok, Operasi Mawar, pelanggaran HAM di Timor Timur, penculikan aktivis prodemokrasi maupun Operasi Jaring Merah di Aceh.
     Soeharto juga dituduh menyelewengkan kewenangannya sebagai presiden dengan memberikan kemudahan kepada putra-putrinya dalam berbisnis.  Beberapa koleganya dipermudah pula buat melebarkan sayap bisnis.  Akibatnya, konglomerasi yang korup menghancurkan sendi-sendi perekonomian Indonesia.  Negara ini akhirnya dilanda krisis ekonomi pada tahun 1997-1998.  Transparancy International (TI) menempatkan Soeharto sebagai seorang kepala negara terkorup dalam 20 tahun terakhir.
     Walau kebijakannya banyak bertentangan dengan HAM, namun, Soeharto rupanya dicintai.  Buktinya, ia didambakan sebagai Pahlawan Nasional.  Soeharto memang harus diakui sebagai orang besar.  Hingga, pantas memperoleh tanda jasa.  Masalah yang mengusik nurani ialah mengapa Soeharto mesti memperoleh gelar pahlawan tatkala bangsa ini sedang kolaps.  Apakah frustrasi sosial yang melanda masyarakat mulai membingungkan pemerintah.  Hatta, isu krusial dialihkan ke pencalonan Soeharto sebagai pahlawan.

Otoriter
     Wajar jika ada orang yang menginginkan tokoh idolanya sebagai pahlawan.  Di sisi lain, penganugerahan yang prematur teramat riskan.  Musuh-musuh Soeharto masih banyak yang hidup.  Orang yang pernah dizalimi masih segar-bugar.  Ingatan terhadap Orde Baru masih sangat kental.  Perasaan serta hak-hak banyak orang yang menjadi korban kebijakan politik Soeharto masih mekar di lubuk hati.
     Sebagaimana dilansir sebuah media bahwa frustrasi sosial terjadi karena lemahnya penegakan hukum, ketiadaan keteladanan dari elit politik dan maraknya tingkat kemiskinan.  Frustrasi sosial juga diikuti bigotri (paham yang intoleran).  Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, bigotri terjadi di Indonesia lantaran sistem pemerintahan yang otoriter terlalu lama diterapkan.  Sepanjang era Orde Baru, tidak ada yang benar kecuali Pemerintah.  Mereka yang tak setuju lantas ditangkap atau dieksekusi.
     Rezim Orde Baru kerap melukai, menodai serta merusak toleransi, pluralisme atau multikulturalisme.   Hak warga negara tidak punya harga di mata penguasa.  Kecurigaan seolah terus mengungkung Orde Baru.  Alhasil, kekerasan pun menjadi hal lumrah demi melanggengkan kekuasaan.  Orde Baru begitu menikmati ekstasi kekerasan.
     Gaya pemerintahan militeristik-represif yang banyak menelan korban membuat orang enggan menerima penyematan gelar pahlawan kepada Soeharto.  Rachland Nashidik, Sekretaris Departemen Pemajuan dan Perlindungan HAM Partai Demokrat, dengan tegas menolak bila Soeharto mendapatkan gelar pahlawan. “Soeharto tak layak diberikan gelar Pahlawan Nasional karena kepemimpinannya yang otoriter”.
     Dewasa ini, Indonesia dipentung aneka prahara.  Sementara penguasa seolah tidak tanggap.  Aksi 20 Oktober 2010 pun dicurigai sebagai gerakan untuk mendongkel pemerintahan yang sah.  Pada esensinya, pemerintah lebih baik bekerja untuk menyelesaikan sejumlah agenda bangsa.  Tak usah merawat kecurigaan yang mengungkung diri.

Harakiri
     Di masa kini, ada dugaan kalau pemerintah tidak serius menangani agenda bangsa.  Banyak tersisa aturan yang dianggap abu-abu.  Dana bertaburan, tetapi, gagal didayagunakan ke dalam sistem.  Arkian, banyak yang tak produktif.  Padahal, membuncah kebijakan serta strategi yang bagus, namun, implementasinya nihil.  Bencana pun tiada putus merajam sebagai ekses kebijakan yang buruk.
     Isu yang selalu membuat masyarakat prihatin ialah wakil rakyat yang terinfeksi malas bersidang.  Anggota dewan membuat pula rumah aspirasi yang dituding sekedar proyek.  Studi banding atau study tour dilakoni saat negeri ini membutuhkan pertolongan ekonomi.  Bahkan, terdengar delapan anggota Badan Kehormatan DPR plus dua staf ke Yunani belajar etika.  Perjalanan selama enam hari tersebut menguras uang negara Rp 1,4 miliar.
     Ketika Indonesia berduka oleh tsunami di Mentawai berikut letusan Gunung Merapi, ternyata 16 anggota DPR keluyuran ke Italia.  Mereka berangkat pada 26 Oktober 2010.  16 anggota DPR itu akan studi banding perihal pembangunan rumah susun.  Mereka pergi diam-diam ke Negeri Pizza supaya tidak terjadi ribut-ribut.  “Ini disebut mental maling.  Legitimasi moral mereka mencapai titik nol”, cetus Hamdi Moeloek, pakar psikologi politik dari UI.
     Nurani kita setuju dengan Sebastian Salang, Koordionator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).  Ia menekankan jika anggota dewan lebih baik ke Jepang.  Di sana mereka bisa belajar budaya mundur atau bunuh diri (harakiri) bila gagal melaksanakan tugas.
     Rakyat yang prihatin dengan perilaku anggota dewan, kian terpana dengan remisi dan grasi bagi terpidana korupsi.  Hingga, publik termangu, tersentak serta tak habis pikir.  Fulan bin Tikus yang menggarong duit negara justru diberi kebebasan secuil demi secuil.  Padahal, dulu ia sulit ditangkap untuk diadili.  Keadilan betul-betul sudah karam di negeri ini.
     Kalau Soeharto memperoleh gelar pahlawan 50 tahun setelah kematiannya, maka, hal tersebut patut dipuji.  Soalnya, durasi waktu yang panjang banyak menapis dan menepis beragam kejahatan seorang tokoh.  Pada 2058, pengikut Orde Baru hampir pasti tiada lagi.  Alhasil, penyematan gelar pahlawan terasa netral.  Tidak menjilat sekaligus tak ada upaya untuk menyelamatkan sang bos yang dulu dihujat siang-malam.

Amazing People