Selasa, 26 Juli 2011

Bulan Suci Ramadhan

Ramadhan
Oleh Abdul Haris Booegies
      Perputaran arah jarum jam berikut pergantian siang malam yang merupakan kendaraan zaman dalam mengarungi kehidupan, terasa makin cepat lajunya.  Dari pergeseran waktu yang kencang
itulah, berkilau suatu bulan dalam kalender Islam yang dinamakan Ramadhan.
     Di bulan utama tersebut, kebesaran Allah menaungi makhluk semesta alam.  Sebab, al-Khalik  mengampuni dosa, mengabulkan doa, melipat-gandakan pahala kebaikan serta menghentikan siksa.  Tuhan juga menerima taubat, ketaatan menjalankan perintah dan amal sedakah.  Bahkan, Surga yang merindukan kaum Mukmin, dibuka lebar pintunya. Sementara shalawat serta tasbih para Malaikat pun dipersembahkan kepada jemaah Muslim.  Di sisi lain, pintu-pintu kesesatan jahanam ditutup rapat.  Sedangkan setan dan iblis durhaka dirantai erat.
     Di zaman klasik tempo doeloe, Ramadhan tertoreh sebagai bulan tempat diturunkannya kitab-kitab suci.  Shuhuf Nabi Ibrahim, misalnya, bergema penuh takzim ke bumi pada malam pertama Ramadhan. Taurat di malam keenam, Zabur pada malam keduabelas serta Injil di malam kedelapan belas.  Sementara al-Furqan pada keindahan malam keduapuluh satu.
     Kedatangan Ramadhan selalu dirindukan oleh segenap pengikut Rasulullah.  Pasalnya, menyambut bahagia bulan mulia tersebut, membuat api neraka haram menjilat jasad komunitas Islam.  Selain itu, bulan ibadah, berkah dan rahmat tersebut, menjadi landasan reformasi bagi kaum Mukmin untuk mewujudkan diri sebagai insan kamil.  Ramadhan malahan berperan sebagai alat komunikasi transendental kepada Allah yang paling tinggi kadar pahalanya.  Di samping menjadi penghubung antara Sang Khalik dengan hamba, Ramadhan berfungsi pula sebagai wadah komunikasi interpersonal, antarpribadi (sosial) serta lingkungan.
     Ramadhan yang setara dengan seribu bulan, merupakan karunia Ilahi yang sangat besar bagi umat Islam.  Di bulan Ramadhan, berlimpah pahala bisa dipetik.  Sedangkan dosa-dosa terpelanting ke lorong pekat nan pengap.  Himpunan balasan perbuatan kotor itu didera sampai raib oleh aura kebaikan.
     Kiraaman Kaatibin (malaikat pencatat) lantas diperintahkan hanya memonitor kebaikan umat Nabi Muhammad.  Allah sendiri justru menghapus dosa-dosa sekaligus membebaskan 600.000 budak tiap jam dari desah maut neraka yang mestinya disiksa sampai Lailatul Qadar.
     Ramadhan yang identik dengan puasa, merupakan cahaya bagi orang Islam dalam melintasi kegilaan kehidupan fana, kegelapan alam kubur dan kedahsyatan kiamat.  Ramadhan pun menjauhkan manusia dari geliat malapetaka yang merajalela di seantero jagat raya.  Arkian, kedatangan bulan suci tersebut, senantiasa dinanti berjuta penyembah al-Khalik.  Apalagi, Ramadhan sanggup memberi kehangatan iman serta takwa.
     Di bulan Ramadhan, kaum Mukmin leluasa bercinta lebih seru dengan penguasa Kerajaan Arasy.  Bulan pengampunan dan kasih sayang tersebut, malahan dapat mengontrol hawa nafsu yang berdimensi destruktif dalam pergaulan lokal serta global.  Aspek itu mampu terwujud berkat puasa di bulan suci menjernihkan jasmani dan rohani dari tuntutan biologis, belenggu emosi, kembara imajinasi liar serta aroma hegemoni material.
     Ramadhan pada intinya adalah momen bagi terciptanya basis ketauhidan dalam menghadapi tabrakan konflik kehidupan.  Dengan kemantapan aqidah, maka, lolongan persoalan pelik yang resah gelisah, bisa diatasi.  Hatta, nuansa kehidupan keseharian dan keagamaan bakal serasi laksana suatu pergelaran orkestra yang tiap instrumennya terdengar harmonis. Keseimbangan tersebut, pada akhirnya akan memperkokoh kesatuan tiap individu Muslim dalam menghalau bara nafsu bejat.  Ketegaran yang bagai gelombang perkasa dalam menerjang tantangan itu, bakal menciutkan anasir-anasir yang berhasrat melecehkan Otoritas Kebenaran.
     Ramadhan yang sarat dengan kesucian, kebahagiaan serta kontrol selera, adalah super-ritual ubudiyah yang cuma menjadi milik umat Islam.  Bahkan, puasa yang berarti meninggalkan kelezatan dunia berupa makan, minum dan sanggama, merupakan kendaraan golongan Mukmin menuju ke Taman Firdaus. Apalagi, di Surga terdapat pintu Arrayyaan, yang khusus diperuntukkan buat hamba yang menunaikan puasa.  Fase tersebut menunjukkan bahwa derajat orang-orang yang berpuasa sangat tinggi di sisi Tuhan.  Alhasil, Allah sendiri yang membalas pahalanya.
     Ramadhan yang penuh keagungan akan menjadi titik sentral dalam memacu umat manusia guna menyembah Sang Khalik secara total-optimal. Para makhluk berakal wajib mempersembahkan sembah sujud ke hadirat Ilahi serta salam sejahtera kepada Rasulullah.  Sebab, Ramadhan sebagai pusaka lestari dari kemilau syiar Islam, adalah roda yang mempererat ukhuwah sesama hamba Tuhan dari zaman Anbiya (para Nabi) sampai era berlumur tragedi masa kini.  Dengan demikian, rasa kebersamaan iman dengan golongan manusia takwa di zaman lampau, tetap abadi.  Apalagi, Ramadhan bisa menetralkan hitungan waktu dan lapis peristiwa demi kesinambungan ummatan wahidah dengan kaum yang saleh di masa silam.    
     “Hai insan beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelum kamu.  Semoga kalian bertakwa kepada Tuhan” (al-Baqarah: 183).

(PANJI MASYARAKAT NO. 817, 1-10 RAMADHAN 1415 H 1-10 PEBRUARI 1995)

Aktualisasi Keislaman Mahasiswa

Aktualisasi Keislaman Mahasiswa
Oleh Abdul Haris Booegies
      Dalam untaian kisah Islam, tercatat dua mahasiswa Mekkah telah memercikkan sinar api Islam.  Mereka abadi dalam sejarah.  Seorang di antaranya pemuda Arab gempal bermata awas. Sementara yang satu lagi remaja berkulit hitam berwajah bulat dengan suara merdu.  Mereka adalah Ali bin Abi Thalib dan Bilal bin Rabah.  Kedua mahasiswa yang belajar langsung Islam dari Nabi Muhammad ini, memiliki kelebihan dalam jatidiri iman.
     Ali, putra Abdul Manaf alias Abi Thalib, tiada lain saudara misan Rasulullah.  Ia mengawini Fatimah az-Zahrah al-Batul, putri Nabi Muhammad.  Ali, kelak menjadi khalifah keempat yang bergelar Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhahu.  Selain kepala negara yang jago memainkan Zulfiqar, pedang saktinya, ia pun disucikan sebagai Imam Syiah.
     Ketika tercatat sebagai mahasiswa, yang khusus mendalami ajaran Rasulullah, ia sudah mempertontonkan keteguhan iman.  Kala itu, di suatu malam yang lembab, Jumat, 12 September 622, para punggawa Quraisy dari Republik Jahiliah melangkah menyerbu rumah Nabi Muhammad.  Ali, dengan hati suci tidur di atas dipan Rasulullah.  Udara yang menusuk setelah siang membakar dengan panas 45 derajat Celcius, seolah mengantar kelelapan Ali.  Ia ikhlas mempertaruhkan nyawanya untuk dikirim ke alam Ilahi.  Ia rela tubuhnya dicabik-cabik pedang para pembunuh yang haus darah.
     Detik yang menentukan, saat nyawa serta jasad begitu dekat dengan cengkraman maut, lindungan Allah tiba-tiba membaur.  Pedang yang menyilaukan mata sembari memantulkan sinar kemilau ke dinding, tersentak oleh kekagetan para pembunuh.  Ali yang berbaring seraya menghangatkan raga dengan selimut, tetap pasrah. Ia menghitung detak jantungnya yang berirama keras.  Sabetan pedang panjang ternyata tak kunjung merobek dagingnya. Tahu bila Nabi Muhammad bersama Abu Bakar Shiddiq lolos, para pembunuh mundur.  Kaki mereka berat.  Kegalauan mengungkung.  Mereka kecewa.
     Tatkala Ali merentangkan tubuh yang dipagari kemarahan, nafsu dan pedang, maka, ketika itu tergambar bahwa seorang cucu Adam, telah menyelamatkan jiwa pembawa konsep kemanusiaan.  Ia melawan kesendiriannya sambil menghadapi maut.  Ia mengukur deras alir darahnya yang mendesir.  Ia pasrah dirobek pedang angkuh.  Kala itu, ia seorang diri.  Tanpa kawan!

Roh Berdendang
     Bilal bin Rabah atau Bilal Muazzinur-rasul adalah Black Moslem asal Habsyi (Ethiopia). Kelak, namanya lestari sampai Mukmin di Amerika Serikat menamakan diri Muslim Bilali (para pengikut Bilal).  Bahkan, koran mereka bernama The Bilalian News.
     Sebagai budak yang bekerja di bawah kemewahan Umayah bin Khalaf, kapitalis Mekkah dari keluarga Jumah, Bilal termasuk orang pertama memeluk Islam sesudah Sitti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Shiddiq, Zaid bin Haritsah serta Sa’ad bin Waqqas.  Keislaman Bilal yang back street, rupanya diendus oleh Umayah.  Alhasil, demi Lata dan Uzza, Bilal pun diseret.
     Saat terik memanggang paras bumi, Bilal menerima deraan siksa.  Dengan badan terikat, ia dicambuk agar tetap mengakui eksistensi Lata serta Uzza.  Mulut Bilal yang rapat oleh keyakinan ajaran Rasulullah, tetap tak bergeming.
     Kemarahan pun memekik dari ujung kuku ke ujung rambut Umayah.  Bilal mesti disiksa oleh alam yang ganas.  Ia dibaringkan di atas cadas, lalu perutnya ditindih batu.  Tangan dan kakinya diikat.   Bilal menggelepar oleh ketakmampuan mengatur nafas.  Denyut nadi yang naik-turun, seirama dengan melodi bibirnya, yang mendendangkan keesaan Sang Maharaja di Singgasana Arasy.   
     Cahaya keimanan bertemu dengan sinar mentari.  Persinggungan kedua nur ini, membuat udara bening dari pernik-pernik hawa panas.  Jasad kasar Bilal melepuh.  Roh halus Bilal berdendang.
Bilal sudah menguji imannya.  Cambuk telah menyobek dagingnya.  Perih sudah menusuk syarafnya.  Surya telah membakar kulitnya.  Darah sudah kering serta kristal keringat yang keluar dari pori-porinya membersihkan debu padang pasir yang melekat di badannya.
     Bilal menghadapi semua cobaan ini.  Ia bangga menciptakan tempat kudus di pelupuk hatinya.  Iman mesti di semaikan.  Lambang keteguhan iman, telah ia persaksikan.  Tanpa seorang pun peduli oleh perihnya cabikan cemeti.  Ia tabah.  Ia seorang diri.  Tanpa teman!

Meremas Mengelus
     Ali bin Abi Thalib bersama Bilal bin Rabah, memperlihatkan bahwa jatidiri iman, teruji dengan perkasa oleh kesendirian.  Ia bukan hanya Muslim ketika berdua, bertiga atau berombongan.  Ia tetap seorang Islam, sekalipun saat berteman kesendirian.  Ia tabah.  Tak riya (berbuat demi sanjungan).  Imannya tetap mekar oleh deraan di sekeliling.  Kala ia seorang diri.  Seorang diri!
     Beratus tahun kemudian, cahaya Islam tegak lurus di bumi Nusantara.  Mahasiswa Islam bebas menafsirkan fenornena alam.  Bebas menginterpretasikan ajaran Islam sesuai konsep al-Qur’an dan Hadits.  Hingga, lahir si Boy, yang catatan-catatannya menggemaskan.  Ironi golongan hura-ria anak muda Islam.  Mungkin juga kelompok sempalan yang ekstrim.  Barangkali pula kesadaran menikmati formula Islam yang bisa diterima rasio mahasiswa.
     Di antara beberapa syiar Islam, model si Boy serta Islam Kampus (mahasiswa yang menggebu minatnya tentang Islam), paling jelas terlihat.  Si Boy, yang diperankan Onky Alexander, memang menarik.  Seorang remaja handsome, rich dan famous di kalangan anak muda metropolitan.    
     Mulutnya bisa komat-kamit membaca wirid. Tangannya lunglai di sela tasbih yang dipegang. Aneh, mulut yang fasih mengucap alhamdulillah berikut astagfirullah tersebut, ia gunakan pula untuk melumat bibir gadis-gadis.  Tangannya yang suci pun ia pakai meremas dada serta mengelus paha.  Si Boy memang tak suka mubazir.  Di satu sisi ia alim, di sudut lain ia zalim.  Sebuah potret kebingungan di sela kebangkitan umat Islam.
     Si Boy jelas bukan pemuda Islam yang sesungguhnya.  Pasalnya, keadaan masih mempermainkan gejolak hatinya.  Ia Muslim ketika suasana memungkinkan.  Di pojok lain, ia liberal pula saat kondisi meringankan.  Berbeda dengan Ali dan Bilal, yang teguh saat apa saja menghadang.
     Generasi si Boy, layak diakui keberadaannya. Sebab, banyak remaja yang shalatnya bagus, tetapi, keusilannya dalam menggoda wanita juga canggih.  Bukan cuma sebatas rayuan.  Beberapa di antaranya berani menantang dosa serta penyakit. Remaja dari kalangan the haves bisa mengumbar nafsu dengan uang Rp 35.000, tanpa risih.  Remaja golongan ekonomi lemah yang dicekik nafsu primitif tak mau kalah.  Rp 3.500 ia relakan sekali coba.  Sedang remaja indekost, yang kadang telat kirimannya, harus puas bila punya Rp 350.  Duit Rp 350 itu sesudah dibelikan sabun, dapat memuaskan dalam kamar mandi.  Ditanggung tanpa raja singa dan AIDS.
     Potret remaja yang punya ulah begini tak pernah tidak hadir.  Shalat seolah cuma aksi gagah-gagahan untuk mengelabui orang supaya ia leluasa dengan perbuatan mungkar.  Ini generasi si Boy, generasi bingung.

Prestise Akal
     Islam kampus, mesti diakui demikian pula. Bedanya hanya sebatas selaput perawan.  Kalau generasi si Boy hura-huranya kental, maka, Islam Kampus lebih intelek.  Wawasan cinta (kiss and touch), nyaris tak terdeteksi penglihatan.   
     Persamaan generasi si Boy dengan Islam Kampus adalah kesendirian yang bisa terombang-ambing.  Padahal, letak untuk mengukur sesuatu yakni saat ia tertekan menghadapi gejolak.  Tentu juga ketabahannya berteman kesendirian.
     Islam Kampus yang kini marak di beberapa perguruan tinggi, teramat menggembirakan.  Ada ceramah keagamaan yang ustaz, kyai atau cendekiawannya diundang dari Ibukota.  Ada pengajian di rumah sesama rekan seiman.  Ada bakti sosial ke daerah-daerah kumuh.  Ada pertemuan-pertemuan dengan anak yatim piatu, atau pengidap penyakit lepra.  Ada pengumpulan dana untuk rakyat yang menderita kesengsaraan setelah ditimpa bencana.  Ada rapat-rapat rahasia untuk membongkar ketakadilan.
     Bila tiba bulan suci Ramadhan, kegiatan-kegiatan Islami tersebut terpusat.  Tarwih keliling maupun buka puasa bersama dengan kaum lemah berserak-marak di mana-mana.  Hati siapa pun bakal bahagia melihat peningkatan yang sangat bergelora itu.  Kegiatan-kegiatan yang dilakukan merupakan janji wajib manusia sebagai khalifatun fil ardy.  Untuk membenarkan eksisitensinya sebagai makhluk Tuhan, ia mesti punya hubungan horison dengan manusia.  Aspek itu banyak disebut dalam kitab kuning sebagai muamalah.
     Harap dimaklumi bahwa kesempurnaan manusia bukan lewat muamalah.  Ada satu hal yang sangat menentukan sumpah wajib manusia.  Ia harus mempunyai hubungan vertikal, yang dinamakan ibadah.
     Sudahkah semua mahasiswa Islam Kampus memenuhi ibadahnya sebagai pemimpin kehidupan?  Mikhail Sergeyevich Gorbachev, muamalah-nya sudah membludak.  Hatta, dinobatkan Man of the Year sekaligus Man of the Decade.  Bahkan, merebut hadiah Nobel dalam bidang perdamaian.  Sayang, ibadahnya tak ada.  Ia mengingkari ajaran komunis.  Gorby malahan mengacaknya dengan Glasnost (keterbukaan) serta Perestroika (restrukturisasi).  Gambaran Gorbachev adalah cermin Islam Kampus.  Muamalah banyak, ibadah sedikit.
     Para aktivis Islam Kampus, boleh bertepuk dada dalam soal kemasyarakatan.  Maklum, shalatnya mungkin bagus pula.  Masalahnya, tak ada yang tahu bila ia seorang diri.  Mungkin seperti si Boy, sang potret bingung.
     Menghujat Salman Rushdie, tak ada larangan khusus.  Demi Masa! Hidup Bumi dan Langit! Mengapa?  “Saya kecewa karena belum membaca The Satanic Verses”.  Emosi Islam Kampus meletup oleh Arswendo Atmowiloto yang angkuh serta pengejek.  Mengapa? “Kita tak bakal lagi menikmati gadis seronok ceria di halaman lher (keterbukaan) Monitor Minggu”.
     Arus informasi yang tak terbendung, memang, bakal merusak berbagai perangkat iman.  Dengan demikian, kreativitas muamalah dan aktivitas ibadah, perlu diimbangi pikiran.  Children of God yang hampir berjaya di bumi subur indah ini, bukan hanya sukses karena janji-janji muluk. Patut diingat bahwa saat itu, pikiran sudah lemah untuk membedakan kenikmatan dunia fana serta alam baka.
     Kini, kreativitas muamalah, aktivitas ibadah dan prestise pikir, mutlak dirangkul erat agar membawa Islam Kampus ke Shirathal Mustaqim.  Jika ini sudah menyatu, godam laknat apa pun akan terbendung.  Kendati jasad bersahabat kesendirian.  Tanpa kawan, tanpa teman!

Abdul Haris Booegies, Pengagum Sasaki Kojiro Ganryu (Samurai Jenius Negeri Matahari Terbit).

(Muwahid No.01/Th.1/April 1991)

Sabtu, 23 Juli 2011

Winnie Mandela

Winnie Mandela
Oleh Abdul Haris Booegies
      Dalam sejarah Islam, nama Maryam binti Imran bersama Khadijah binti Khuwailid, tercantum sebagai wanita anggun dengan keimanan yang utuh. Sementara Fatimah az-Zahra al-Batul tertoreh penuh kebesaran sebagai perempuan mashur bergelimang kemuliaan serta keagungan.
     Ratusan tahun sesudah mereka wafat, lahir wanita-wanita dengan identitas modern di berbagai bidang.  Pada dasawarsa 80-an dan 90-an, muncul Lady Diana serta Madonna sebagai perempuan paling populer di seluruh tapak negeri.
     Dunia yang dilanda resesi moral, tak pernah jenuh mendendangkan nama istri jelita Pangeran Charles maupun janda gemerlap Sean Penn, Madonna, itu.  Selain Lady Diana dan Madonna, juga Winnie Mandela ramai dibincangkan pada dekade ini.  Istri Presiden Nelson Mandela tersebut, sangat seronok diberitakan media massa internasional akibat ulahnya yang meledak-ledak. Karakternya bersepuh ambisi dengan menghalalkan segala siasat.  Ia malahan terkenal punya watak pembangkang.  Sifat itu pula yang membuat Mandela mendepaknya setelah berjuang bersama dalam menghalau kezaliman rezim Apartheid Afrika Selatan.
     Winnie yang bernama asli Nomzamo Winifred Madikizela, lahir di distrik Pondoland, Transkei, Afsel, pada 1936.  Nama Nomzamo bermakna “mereka yang beraksi dalam perjuangan”.  Sedangkan nama Winifred diberikan oleh orangtuanya yang guru sejarah sebagai rasa hormat kepada seorang misionaris Jerman.
     Di masa kecil, Winnie yang berasal dari etnis Xhosa sudah akrab mendengar dari ayahnya perihal kegagahan sukunya dalam melakukan perlawanan terhadap kolonialis kulit putih.  Ketegaran bangsanya itulah yang menempa semangat Winnie dalam melewati variasi kehidupan.
     Winnie yang sempat menggembala ternak, kemudian hijrah ke Johannesburg untuk belajar pediatri sosial.  Pada Natal 1955, ia bertemu Mandela yang dikaguminya.  Winnie lantas mengarungi bahtera kehidupan bersama tokoh pujaannya pada 1958.
     Kebahagiaan yang mereka nikmati berakhir kala Mandela dijatuhi hukuman seumur hidup atas perbuatan subversif pada 1964.  Winnie pun dialienasi dan berada di bawah ancaman pemerintah Apartheid.
     Wanita yang dijuluki si “Elang Besi” tersebut, malahan sempat meringkuk di hotel prodeo selama 17 bulan pada 1969-1970.  Winnie lalu hidup di pengasingan di Brandfort selama 1977 sampai 1985.  Meski berstatus tahanan rumah yang wajib lapor tiap pekan, namun, ia tetap aktif dalam pekerjaan sosial serta pendidikan.
     Perjuangan Winnie kemudian ternoda ketika ia bersama pengawalnya terlibat dalam pembunuhan Stompie Seipei pada 1988.  Mei 1991, wanita kontroversial itu dihukum penjara enam tahun gara-gara menculik dan menganiaya.  Winnie yang bersahabat dengan Hazel Crane (mafia intan di Afsel), akhirnya bebas dengan membayar uang jaminan.
     Pada 13 April 1992, Mandela pisah rumah dengan Winnie atas tekanan politik ANC. Pemutusan hubungan tersebut dinilai mutlak dilaksanakan supaya citra Mandela tidak tercoreng. Maklum, Winnie tak jera dikeroyok tuduhan yang merusak reputasi Mandela.  Perpisahan itu mengungkap pula kalau Winnie memiliki kisah asmara dengan seorang pengacara muda.  Walau berpisah, tetapi, Mandela yang terpilih menjadi presiden masih bermurah hati mengangkatnya sebagai Deputi Menteri Kesenian, Kebudayaan, Sains dan Teknologi.
     Selama 1995, Winnie yang ultra-militan sudah mengukir sederet daftar dosa.  Winnie yang populer di mata rakyat, malahan mengeritik pemerintahan Mandela yang menurutnya telah mengecewakan warga kulit hitam.  Ia berpendapat bila kepemimpinan Mandela terlampau akomodatif kepada kepentingan kulit putih.
     Perilaku vulgar serta pernyataan minor Winnie, bukan sekadar memperlihatkan geliat feminisme yang tengah melanda Afsel. Winnie sebagai the only one in Africa, justru menunjukkan satu sisi tabiat perempuan yang tak segan menentang suami.    
     Ia tidak merasa riskan mengkhianati sosok publik dan pribadi Mandela yang selalu mendukungnya tanpa syarat.  Winnie yang menjadikan Liga Wanita ANC sebagai basis kekuatan dalam menapak karier politik, malahan berambisi pula menyaingi Mandela untuk menduduki kursi presiden.
     Figur Winnie akhirnya mengetuk nurani jika dunia membutuhkan perempuan saleh yang dapat mewujudkan kerjasama dengan suami.  Bumi yang elok mendambakan ketegaran Maryam binti Imran yang mampu meredakan amukan nafsu jahil di sekelilingnya.
     Masyarakat mutakhir yang dibentak keresahan, mengharapkan ketabahan Khadijah binti Khuwailid yang berhasil membantu perjuangan mulia agamanya.  Arus aktivitas dinamika kreatif umat manusia, juga merindukan kelembutan Fatimah az-Zahra yang setia mendampingi sang suami dalam membangun cita-cita luhur.
     Dunia modern yang ultra-kompetitif tidak memerlukan tipe Lady Diana yang pendiam di depan massa.  Bumi yang bergolak oleh aneka nuansa pembaruan tidak membutuhkan pula wanita liar, binal serta gatal yang punya 1000 karakter setan semacam Madonna.
     Turnamen-turnamen kehidupan pun tak menghendaki kaum Hawa semacam Winnie yang agresif, emosional dan revolusioner.  Soalnya, sifat mengkhianati perjuangan yang telah ditata apik maupun melakukan aksi perbuatan kotor, hanya mempertontonkan kekerdilan jatidiri perempuan sebagai monumen moralitas bangsa.
     “Sungguh, Allah tiada menyukai orang-orang yang berkhianat lagi bergelimang dosa” (an-Nisa: 107).

(Panji Masyarakat, 1-10 Mei 1995)

Rabu, 20 Juli 2011

Theory of Everything dan Stephen Hawking

Stephen Hawking Mencari
Theory of Everything
 Oleh Abdul Haris Booegies 
     Pada 9 September 2010, Stephen William Hawking meluncurkan The Grand Design.  Buku kontroversial tersebut menuding jika tak ada campur tangan Ilahi dalam penciptaan alam semesta.  “God did not create the universe”, tegas Hawking.
     Menurut profesor Lucasian dalam bidang matematika itu, konstruksi semacam gravitasi membuat Tata Surya dapat membentuk dirinya dari ketiadaan.  Gravitasi adalah bagian dari skenario karena membantu keseimbangan kosmis berada di garis edar.  Hukum gaya tarik-menarik tersebut merancang ruang dan waktu.  Gravitasi lalu membuatnya stabil secara lokal, tidak secara global.  Dalam skala komprehensif, energi positif bisa diselaraskan dengan energi gravitasional negatif.  Arkian, tak ada batasan dalam penciptaan jagat raya.
     Penciptaan spontan merupakan dalih bila ada sesuatu, bukannya kehampaan.  Tidak perlu memohon kepada Tuhan untuk memulai segalanya.  Hawking menambahkan bahwa fisika dapat membeberkan sesuatu tanpa membutuhkan Tuhan sebagai perakit alam semesta bagi manusia.   Hawking memaparkan bahwa M-Theory (proposal solusi Theory of Everything) sebagai sebuah wujud dari String Theory (teori kuantum gravitasi) bisa menerangkan penciptaan jagat raya.  Pasalnya, ada hukum gravitasi.  Tak usah membawa-bawa Tuhan seolah Ia pemicu terciptanya alam semesta.
     The Grand Design yang ditulis Hawking bersama fisikawan dari Caltech, Leonard Mlodinow, sebetulnya menambah referensi astronomi.  Kendati memperkaya wawasan, namun, tidak dapat ditampik kalau orang menuding miring Hawking.  Sirkuit otak anggota Gonville and Caius College, Cambridge itu dianggap ada yang error.  Tak mustahil ada serangkaian chip yang rusak dalam kesatuan jasad Hawking.
     Pada hakikatnya, dialektika tiap insan berbeda.  Ada yang memiliki tingkat wacana dengan hasil akhir berupa ironi memilukan.  Di sisi lain, ada yang dipandu pengetahuan kritis (hard science) yang sarat data empiris.  Dengan demikian, lahir aneka perspektif baru dalam mengoptimalisasi keunggulan.  Alhasil, menempa manusia menjadi makhluk agung.
     Adikarya fenomenal secara global di awal peluncuran belum tentu abadi.  Inovasi yang dikandungnya boleh jadi rekayasa destruktif.  Sementara karya sejati senantiasa lestari.  Sebagai contoh yaitu pandangan Bapak Fisika Isaac Newton.  Ia berfatwa bahwa jagat raya muskil muncul dari kekacauan, tetapi, diciptakan Tuhan.

Hijaz Awalnya
     Hawking barangkali penasaran di ambang senja kala usianya.  Dengan fisik yang menderita tetraplegia (kelumpuhan) gara-gara sklerosis lateral amiotrofik, ia pasti lelah mencari Theory of Everything (Teori Paripurna).  Pada Juni 2010 dalam wawancara dengan stasiun televisi Inggris Channel 4 di program Genius of Britain, Hawking menampik konsep Tuhan dalam mengemukakan teorinya.  Ia mengaku tidak percaya bahwa ada Tuhan secara personal.  Ahli fisika teoretis tersebut lebih yakin dengan dalil ilmiah ketimbang Tuhan secara personal yang bisa ditemui atau ditanya.
     Sejak lama, Hawking telah berupaya memadukan dua landasan fisika modern.  Keduanya yakni teori relativitas karya Albert Einstein dengan Teori Kuantum.  Pada 1998, Hawking memperoleh penghargaan atas buku A Brief History of Time.  Kala itu, ia berargumentasi bahwa andai kita menemukan Theory of Everything, niscaya menjadi kemenangan besar bagi nalar manusia.
     Theory of Everything alias teori super simetri merupakan obsesi para datuk fisika.  Teori tersebut dipercaya sebagai metode pamungkas dalam menjabarkan seluk-beluk alam semesta.  Theory of Everything menggabungkan empat gaya dasar jagat raya.  Interaksi kuat, interaksi lemah, interaksi elektromagnetik serta interaksi gravitasi dinilai sebagai penanggung jawab terhadap seluruh gaya yang diamati di alam semesta.  Dengan menemukan Theory of Everything, maka, manusia enteng mengetahui peristiwa sebelum detik pertama berdetak sampai akhir dunia (kiamat).
     Pada intinya, Theory of Everything sejak dulu sudah muncul.  Theory of Everything berasas rumus Kaf + Nun = Ain (Alam).  Teori ini membahana pertama kali di Distrik Hijaz sekitar 1395 tahun silam.  Di era tersebut, Theory of Everything tak populer sebagai struktur ilmu.  Soalnya, tidak dibungkus dengan metode ilmiah.  Apalagi, kecerdasan manusia di zaman itu masih sangat minim.  Bahkan, mereka menyangka langit ditopang dengan tiang.  Ilmu falak belum cemerlang.
     Tiga dekade lampau justru masih ada yang mengira Planet Pluto (kini resmi bernama 134340) berada di lapis langit ketujuh.  Padahal, planet katai (dwarf planet) dalam Tata Surya yang berjarak 5.900,1 juta kilometer dari matahari tersebut ibarat debu di Galaksi Bimasakti.  Sebagaimana dipahami, pesawat jet yang berhasrat mengelilingi Bimasakti memerlukan waktu 100 miliar tahun.
     Jagat raya bukan cuma Bimasakti.  Dengan peralatan yang ada sekarang, diprediksi galaksi berjumlah 300 miliar.  Angka ini terdeteksi berkat teleskop abad ke-21 pada dasawarsa pertama milenium ketiga.  Teleskop dekade mendatang jelas lebih canggih lagi dalam menghitung bilangan galaksi seiring dinamika sains maupun teknologi.

Jadilah Engkau
     Sejumlah pakar fisika berstatus empu bingung merumuskan Theory of Everything.  Big Bang (Dentuman Besar) malahan diutak-atik sebagai teori kuno.  Maklum, model kosmologi ilmiah itu tak mampu merangkai narasi mengenai kondisi sebelum proses pengembangan alam semesta terjadi.
     Theory of Everything merupakan kristalisasi aneka ilmu dalam sepasang aksara.  Kaf + Nun = Ain (Alam) sebagai Theory of Everything sesungguhnya keynote (intisari kekuasaan) Allah perihal penciptaan.  Kaf  + Nun ialah “Kun” (Jadilah engkau!).  Sedangkan Ain (Alam) adalah segenap semesta raya berikut isinya sebagai ciptaan Allah.
     “Perintah-Ku kepada sesuatu jika Aku berkehendak hanya titah “Jadilah engkau!”.  Kemudian tercipta apa yang Aku inginkan.  Huruf Nun tidak akan dapat mendahului aksara Kaf” (Hadis Qudsi).
     Kaf  + Nun menguraikan proses penciptaan di sisi Allah.  Pertama, prosedur sebab-akibat.  Sebagai umpama yaitu penciptaan langit dan bumi yang tak sekoyong-konyong.  Ada durasi waktu selama enam periode.  “Allah menciptakan langit serta bumi.  Lantas semua yang ada di antara keduanya dalam enam masa” (as-Sajdah: 4).
     Kedua, penciptaan dengan prosedur langsung.  Bidadari merupakan hasil daya cipta langsung.  Tidak ada proses biologis sebagaimana manusia.  “Kami menciptakan hauri secara langsung” (al-Waqiah: 35).
     Di sisi Allah, sistem perancangan langit sekaligus bumi cuma dengan mengucap “Kun”.  Langit lalu tersusun dalam tujuh lapis.  Tujuh tingkat langit terus mengembang dari hari ke hari.  Di bawah langit pertama kemudian bertebar beragam bintang yang menghias cakrawala.  Tatkala Allah mendesain sesuatu, Ia tak capek.  “Kami tiada secuil ditimpa keletihan” (Qaaf: 38).
     Hawking repot menemukan Theory of Everything lantaran dialektika fisika belum menyentuh rahasia anatomi alfabet Hijayyah.  Abjad yang dipakai fisika sebatas menjelaskan kemungkinan.  Rangkaian huruf dalam fisika belum sanggup melontarkan kepastian.  Hawking akhirnya terjerumus oleh logika gravitasi.  Hingga, kitab The Grand Design mengeliminasi Tuhan sebagai pencipta.

Gayus dan Korupsi

Mendadak Mau Korupsi
Oleh Abdul Haris Booegies
     Banyak yang tersentak oleh vonis Gayus Halomoan Partahanan Tambunan.  Pegawai negeri di Unit Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak tersebut dipidana penjara selama tujuh tahun.  Pada Rabu, 19 Januari 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis tujuh tahun serta denda Rp 300 juta subsider tiga bulan penjara.  Padahal, uang negara yang digarongnya lebih Rp 104 miliar.  Sementara yang tidak terendus mungkin lebih banyak lagi.
     Publik kecewa terhadap putusan majelis hakim.  Hukuman yang dijatuhkan jauh di bawah keinginan jaksa berupa 20 tahun.  Inilah potret kelam penegakan hukum di Indonesia.
     Gayus begitu super atas kasusnya.  Pundi-pundi miliknya yang berisi miliaran tak diusut oleh polisi dan jaksa.  Di sebuah bank di Singapura, Gayus punya save deposite box yang memuat dollar AS, dollar Singapura berikut 3 kg emas batangan.  Nilainya mencapai Rp 74 miliar.  Gayus hanya didakwa memberi keterangan palsu serta menyuap penegak hukum.  Aparat hukum tidak kuasa mencari penyuap Gayus.  Hingga, hukuman yang ditimpakan terlampau ringan.
     Vonis Gayus adalah ironi paling menyayat kalbu saat pemberantasan korupsi digalakkan.  Segenap orang berteriak-teriak agar epidemi korupsi dilawan sampai tetes darah penghabisan.  Pelakunya harus dihukum seberat-beratnya.  Apes hasilnya.  Tatkala koruptor diadili, ia cuma dihukum seringan-ringannya.
     Tinggi nian harapan publik terhadap pemberantasan korupsi.  Arkian, ketika Gayus divonis tujuh tahun, banyak pihak terkejut.  Sejumlah kalangan heran.  Masyarakat merasa tak puas.  Nurani menjerit.  Ke mana sesunguhnya hukum berpihak.  Kepada tuan-tuan koruptor atau kepada rakyat.
     Pemuka agama menuduh jika pelaku korupsi mengidap kelainan jiwa.  Beranikah mereka menuding bila hukum ternyata lebih kronis penyakitnya daripada koruptor.  Hukum melempem menghadapi koruptor kelas kakap.  Akibatnya, tidak mampu menjatuhkan vonis berat.
     Sebagaimana disinyalir, Gayus mengaku hanya ikan teri, bukan big fish.  Gayus yang royal membagi-bagi uang miliaran lantas divonis tujuh tahun.  Kalau Gayus yang golongan III A cuma tujuh tahun, maka, atasannya barangkali hanya tujuh bulan.

Stagnasi Aksi
     Vonis Gayus tak mendidik masyarakat.  Merampok duit negara sebanyak Rp 104 miliar kemudian diganjar tujuh tahun sama maknanya merangsang orang melakukan korupsi.
     Vonis maksimal sepatutnya ditimpakan supaya menjadi efek jera bagi yang lain.  Gayus bisa menjadi momentum.  Vonis berat bukan berarti ia dikorbankan, tetapi, menyelamatkan negeri ini dari virus korupsi.  Dengan vonis maksimal, maka, orang lain gentar mencoba korupsi.  Sebab, korupsi merupakan sebuah tindak pidana yang menistai norma-norma kemanusiaan.
     Sebagian koruptor juga seperti tidak paham makna korupsi.  Mereka tak mengerti bahwa korupsi sama dengan mencuri.  Perbedaannya dengan maling ayam cuma terletak pada tempat kejadian aksi.  Maling ayam berprofesi di luar rumah.  Sedangkan koruptor di dalam kantornya.  Inti kedua pelaku kejahatan tidak berbeda, sama-sama pencuri.  Keduanya memiliki niat busuk buat menikmati barang yang bukan kepunyaannya.  Dengan demikian, koruptor itu aslinya tiada lain pencuri.  Mereka merupakan gerombolan penjahat yang wajib dibasmi sampai ke akar-akarnya.
     Penduduk Indonesia sengsara lantaran ulah koruptor.  Hasil jarahannya membuat pembagian kesejahteraan tak berjalan baik.  Kemakmuran pun makin jauh dari bangsa Indonesia.  Di antara 237 juta penduduk, 70 juta rupanya hidup di lembah kemiskinan.
     Pada hakikatnya, vonis terhadap Gayus bukan wacana pendidikan yang baik.  Hukuman atas Gayus jauh dari rasa keadilan.  Vonis tersebut menimbulkan stagnasi pemberantasan korupsi.  Ihwal itu menegaskan pula jika Indonesia kian dililit problem korupsi.
     Andai saja di negeri ini keadilan tidak dikenal, maka, vonis Gayus tetap melecehkan rasa kemanusiaan.  Soalnya, hukuman itu akan mempengaruhi orang untuk korupsi.  Gayus dianggap mencuri Rp 104 miliar, namun, dihukum hanya tujuh tahun.  Saat berada di penjara, koruptor juga memiliki banyak peluang untuk hidup bersenang-senang dengan fasilitas mewah.  Sebagai contoh, menyulap ruang tahanan menjadi kamar hotel bintang lima.  Artalyta Suryani alias Ayin pernah mempraktikkannya.  Ayin terpidana kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan sekitar 660.000 dollar AS, sempat hidup enak di Lembaga Pemasyarakatan Pondok Bambu.
     Bila tak sudi tinggal di hotel prodeo, maka, bisa menghubungi “joki penjara”.  Jasanya dapat dipakai untuk menyewa orang yang rela mendekam di bui.  Hatta, koruptor bersangkutan bisa leluasa di luar.  Kemungkinan lain ialah menyogok petugas agar dapat bebas keluar-masuk penjara.  Gayus sukses melakukannya kala dititipkan di Rumah Tahanan Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.  Ia 68 kali keluar dari selnya berkat menyogok kepala rutan sebesar Rp 368.  Bahkan, ia sempat ke Bali menonton pertandingan tenis pada November 2010.

Dimensi Struktural
     Kasus Gayus sangat melelahkan.  Apalagi, ia sering bermanuver.  Gayus lihai mengelabui segala lini aparat penegak hukum semacam kejaksaan, kepolisian maupun imigrasi.  Kasusnya makin runyam setelah ia diduga hendak ke Republik Guyana.  Sebelumnya, ia sempat ke Macau, Singapura dan Malaysia pada September 2010.  Gayus berlenggang-kangkung keluar negeri dengan paspor asli beridentitas palsu atas nama Sony Laksono.  Biaya pembuatan paspor tersebut sekitar Rp 900 juta.  Sementara pengacaranya menegaskan sekitar Rp 200 juta.
     Selama ini, perhatian secara simultan terfokus ke Gayus.  Akibatnya, tenaga sekaligus pikiran habis untuk membangun negara.  Energi terkuras cuma oleh Gayus.  Andai ia divonis berat, berarti banyak waktu untuk memodernisasi negeri ini.
     Pada intinya, esensi kasus Gayus yakni pembukaan blokir atas dana Rp 28 miliar.  Pengadilan justru membidiknya dengan masalah korupsi serta pemberian keterangan palsu.  Alhasil, perkara dan dakwaan Gayus tak menyangkut mafia peradilan serta mafia pajak.
     Komite Pemberantasan Korupsi diharap menangani persoalan Gayus guna menuntaskan dugaan keterlibatan perwira polisi dan oknum kejaksaan.  Selain itu, kasus Gayus dipandang punya dimensi struktural.  Hingga, bisa menjangkau atasannya.
     Timbul kecurigaan kalau kasus Gayus sengaja diarahkan seperti reality show.  Ketika orang asyik-masyuk menyimaknya, maka, koruptor big fish punya kesempatan membentengi diri.  Selama Januari 2011 ini saja, media cetak bersama elektronik tersita halaman serta jam tayangnya untuk melansir warta seputar Gayus.  Berita anomali cuaca kurang digubris.  Aspek tersebut jelas menguntungkan koruptor untuk terus berpesta-pora.
     Vonis terhadap Gayus mesti berat demi mencegah orang supaya tidak tergoda mencicipi uang yang bukan miliknya.  Jika vonis Gayus ringan, niscaya seluruh manusia bakal berikhtiar korupsi.  Orang yang berteriak korupsi itu haram boleh jadi hatinya mendesis bahwa korupsi sebetulnya halal.  Semua mendadak mau korupsi gara-gara Gayus hanya divonis tujuh tahun!

Sabtu, 16 Juli 2011

Mengklon Yesus Kristus

Kloning Yesus Kristus
Puncak Kesintingan Manusia
Oleh Abdul Haris Booegies
Hamba Allah, Penyimak Alkitab dan Sejarah Yesus Kristus

     Bumi serasa terbelah serta langit laksana runtuh tatkala terbentik secuil kabar perihal rencana mengklon Yesus Kristus.  Semua bermula dari mazhab Second Coming Project yang berniat menghadirkan wujud Yesus di abad ke-21.  Kini, aliran yang beranggotakan 14 orang tersebut, giat bergerilya mencari sampel DNA Sang Mesias.  Mereka berusaha menemukan barang-barang yang pernah bersentuhan dengan Yesus, terutama Kain Kafan Turin.
     Di dekade budaya SMS (short message service) ini, tiada lagi yang muskil dikerjakan.  Apalagi, sesudah ditemukan bahwa manusia terbentuk oleh tiga miliar nukleotida (satuan asam nukleat yang terdiri dari sebutir molekul gula).  Nukleotida tersusun atas 100 ribu gen.  DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan sekuens dari genom yang menjadi suatu makhluk hidup dengan fungsi sebagai blue print.
     Skema yang memuat gen itu berperan menginstruksikan pembuahan protein-protein tertentu dalam membangun struktur makhluk hidup.  Gen tersebut secara keseluruhan mampu pula berfungsi dalam merespons lingkungan.   
     Himpunan pengetahuan yang meneropong anatomi kemudian berani bermain-main dengan penduplikasian makhluk hidup.  Pada Februari 2004, Dr. Woo Suk Hwang bersama Dr. Moon Shin-yong sukses mengkloning embrio manusia.
     Puncak segenap berita kloning yakni kabar dari Second Coming Project yang siap menggandakan Kristus.  Dilandasi habba besyem adoney (dia yang datang dengan Tuhan), sekte itu lantas memperalat biotek DNA guna menghadirkan Mesias pada periode the Passion of Christ.
     Begitulah konsenkuesi peradaban. Teknologi yang menjulang menawarkan kemudahan menggapai hadirat Allah.  Di sisi lain, high tech pun membawa jebakan.  Kristalisasi sains membuat manusia tak ubahnya mainan. Masyarakat planet bumi yang terkurung zaman mabuk teknologi (technologically intoxicated zone), akhirnya menjadi makhluk tanpa makna.

Yesus Era Nanobacteria
     Niat Second Coming Project jelas tergolong mulia dalam menghadirkan kembali wujud Putra Maria.  Kelahiran massal Yesus bisa dibagi-bagi.  “Satu Kristus satu kota” di pelbagai pelosok dunia di bawah kolong langit.  Walau dilatarbelakangi keinginan luhur, namun, hasrat memunculkan kembali Yesus menyimpan begitu banyak kontroversi.  Persengketaan tersebut antara lain mengenai keutuhan DNA Yesus serta rahim siapa yang kelak mengandung Hosanna (keturunan Raja Daud) itu?
     Second Coming Project boleh berandai-andai bahwa sebuah benda arkeologis Kristus memiliki noda darah atau rambut Yesus.  Diperkirakan gumpalan darah atau rambut tersebut masih mengandung DNA alias penyusun materi genetik.
     Skenario penciptaan Mesias lalu dimulai.  Metode kloning yang diterapkan ialah mengambil satu sel awal berupa stem cell dari noda darah atau rambut Yesus.  Kemudian inti sel (nucleus) diangkat dari sel stem (sel dasar dari seluruh jaringan organ-organ tubuh).  Mekanisme selanjutnya yaitu menyiapkan sel telur dari sukarelawan wanita.
     Nukleus sebagai pusat tubuh sel telur yang berisi kromosom Yesus lantas disisipkan ke dalam sel telur.  Rangsangan elektris lalu mengaktifkan inti sel yang merupakan sumber materi genetik agar masuk ke sel telur.
     Pada hari kedua, percampuran nukleus dengan sel telur memungkinkan terjadinya embrio.  Di hari keempat, embrio mencapai tahap blastocyst.  Struktur non-prokreasi tanpa penetrasi alat kelamin itu yang bakal memunculkan bayi Yesus di zaman Nanobacteria.

Tiada Serupa Maria
     Pemilihan perempuan donator rahim juga mutlak memperoleh prioritas utama.  Sebab, proses uji coba dunia medis terhadap Kristus akan mewarnai rentetan peristiwa yang dilakoni umat manusia.  Second Coming Project menerangkan bahwa wanita yang melahirkan Yesus tidak wajib perawan.  Kalau itu yang dikehendaki, berarti banyak perempuan sehat jasmasi yang antre untuk mengandung bayi Yesus.
     Perkara yang menyeruak ialah, Bunda Maria (Maryam Aulia al-Bijzah binti Imran) yang melahirkan Yesus di masa Kaisar Tiberias bukan wanita sembarang.  Imran yang merupakan kakek Yesus adalah pemimpin ibadah bani Israil di Yerusalem.  Kemudian sejak masa kanak-kanak, Maria diasuh oleh Imam Agung Zakharia bin Berekhya (Nabi Zakariya), ayahanda Yohanes Sang Pembaptis (Nabi Yahya).
     Sebelum mengandung Yesus, maka, seluruh hidup Maria dipersembahkan buat keagungan Yang Ilahi. “Jiwaku memuliakan Tuhan, serta hatiku bergembira karena Allah, Juru Selamatku” (Lukas 1: 46-47).  Bahkan, makanan dan minuman Maria juga didatangkan khusus dari langit.  Dari track record yang bertabur kuasa kasih tulus itulah, Kristus lahir di pinggir kota antik Nazareth.
     Curriculum vitae Bunda Maria sesungguhnya menjadi saksi, bahwa Isa Almasih merupakan keturunan suci.  Ia dilahirkan dari rahim perempuan yang mendapat perlindungan Tuhan Allah.  Apalagi, pengetahuan telah membuktikan bahwa buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya.
     Seorang ibu sangat menentukan alur kehidupan sang anak sejak dari konsepsinya.  Faktor genetika ibu teramat berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak.  Sebab, parameter kemahiran seseorang terkait dengan kromosom X yang berasal dari ibu.  Ada 23 kromosom dari ibu yang dinamakan kromosom XX.  Lantas tiap sel yang normal punya sekitar 40 ribu gen yang bakal menentukan spesifikasi seseorang.
     Menghadirkan Yesus lewat kloning, pada hakikatnya merupakan puncak kesintingan manusia di era semarak Alkitabiah.  Soalnya, kloning patut diduga memuat ratusan gen yang abnormal.  Jika DNA Putra Maria yang diambil ternyata rusak, lalu wanita yang melahirkan Sang Juru Selamat berperilaku mirip Ohola serta Oholiba (gadis maniak seks penjaja cinta di Mesir versi Yehezkiel 23: 4), maka, cuma kehancuran dunia yang akan terjadi.  Alhasil, kehidupan ribuan bayi Yesus hasil teknologi klon tidak mustahil bernasib tragis seperti Dolly.
     Domba hasil kreasi Ian Wilmut dan Keith Campbell tersebut, mengalami penuaan prematur, menderita kegemukan serta mengidap arthtritis. Padahal, Dolly lahir sesudah mengalami 247 kali percobaan.
     Diari kehidupan Dolly yang naas, diikuti pula oleh tikus klon.  Dari penelitian 12 tikus klon, rupanya sepuluh di antaranya mati muda lantaran tumor, pneumonia dan liver.

Makhluk Fotokopi
     Mengklon manusia, khususnya Kristus, bukan jawaban tepat demi tercapainya kedamaian di bumi.  Pasalnya, reproduksi insan lewat kloning pada dasarnya adalah sumber kerusakan.  Bencana yang ditimbulkan pun bakal mengganyang etika kebangunan rohani Kristiani.
     Implikasi etis teknologi kloning manusia justru membuat kehidupan kacau berantakan.  Apalagi, kalau DNA serta rahim donator mengalami gangguan, kerusakan atau salah perhitungan.
     Kelainan genetik bisa melecut terjadinya retardasi mental yang dikenal dengan istilah XLMR (X Link Mental Retardation).  Sisi negatif tersebut menimbulkan gangguan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.  Di samping itu, manusia klon juga tergolong makhluk tanpa orisinalitas.  Akibatnya, manusia fotokopi tersebut leluasa memantik konflik internal maupun antar-personal alias anti-sosial. Hingga, bukan Yesus yang datang, tetapi, makhluk serupa ciptaan Frankenstein yang tercabik asa serta aura imannya.
     Kehidupan yang normal, tenang dan mengarah ke peraduan anugerah kasih, akhirnya akan terkulai-lunglai oleh ulah sembrono Second Coming Project.  Mereka bernafsu besar menggandakan Yesus tanpa memikirkan efek negetif berskala gigantik yang mengintai kejam.
     Perkembangan biologi DNA serta high tech tanpa moral bakal mengeliminasi, mengisolasi, mendistorsi sekaligus memorak-porandakan manusia dan peradaban.  Maklum, Mesias-Mesias yang akan dilahirkan lewat proses kloning tidak bakal setara dengan kemuliaan Isa Almasih. “Sebab, orang-orang itu merupakan rasul-rasul palsu.  Pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus” (II Korintus 11:13).

(Gloria, edisi 209 Minggu ke IV Juli 2004)

Jumat, 15 Juli 2011

Terjemahan Surah asy-Syams versi Abdul Haris Booegies

(Bahasa pada terjemahan ini belum diedit secara utuh.  Naskah ini tidak bertujuan komersial)
91. Surah asy-Syams
(Sang Surya)
1.    Demi mentari di pagi hari yang berkilau cemerlang.
2.    Demi rembulan kala mengiringi matahari.
3.    Demi siang bila menampakkan sang surya.
4.    Demi malam bila terselubung kegelapan.
5.    Demi langit dan yang membinanya.
6.    Demi bumi dan yang membentangkannya.
7.    Demi sukma manusia dan yang menyempurnakan kejadiannya.
8.    Allah mengilhamkan kepada sukma.  Jalan kepada kejahatan dan ketakwaan.
9.    Sungguh, beruntung orang yang mensucikan diri (dengan iman dan kebajikan).
10.  Alangkah rugi manusia yang mengotori jiwanya.
11.  Kaum Tsamud mendustakan (Rasul Allah).  Tingkah durhaka mereka melampaui batas.
12.  Tatkala bangkit orang terjahat di antara mereka (untuk membunuh unta dari Surga).
13.  Rasul Allah (Nabi Saleh) bersabda: “Jangan usik unta betina dari Allah ini!  Biarkan ia minum!”
14.  Mereka mendustakan (Nabi Saleh).  Unta itu digorok!  Allah kemudian membinasakan mereka akibat dosa-dosanya.  Allah memusnahkannya sampai rata dengan tanah!
15.  Allah tiada hirau terhadap akhir hidup mereka.

Derajat Terjemahan
     Terjemahan al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.  Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maha Rasul Muhammad.  Al-Qur’an selalu berbahasa Arab.  Tidak dinamakan al-Qur’an kalau firman-firman Allah itu disadur ke bahasa Bugis atau Perancis.  Soalnya, terjemahan mustahil menampung seratus persen maksud al-Qur’an.  Sebab, semua bahasa yang digunakan dalam terjemahan al-Qur’an tidak efektif dan efisien.
     Terjemahan al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz.  Hingga, terjemahan al-Qur’an tidak hidup, tidak punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.  Terjemahan al-Qur’an selalu kaku dan membingungkan.  Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar “pengantar” untuk membaca al-Qur’an.  Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.
     Istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata “nahnu” (Kami).  “Kami” adalah sebutan Allah untuk diri-Nya.  Dalam bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas.  Jamak kuantitas menunjukkan jumlah banyak.  Sementara jamak kualitas menerangkan bentuk tunggal dengan banyak predikat.
     Allah menegaskan diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak.  Zat Esa itu tertoreh sebagai pencipta, pengatur, pemelihara, pengasih, penyayang sekaligus Raja Diraja alam semesta.  Allah tidak tidur!  Ia selalu sibuk mencipta seraya mendengar doa insan beriman.
     “Semua makhluk di langit dan bumi selalu memohon kepada-Nya.  Tiap waktu Ia sibuk (mencipta dan memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).
     Ketika membaca al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam kitab suci.  Harap dimaklumi bahwa nama asli penguasa langit dan bumi ialah Allah.  “Aku ini Allah.  Tidak ada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha: 14).
     Allah sendiri menandaskan kalau nama-Nya tiada lain Allah.  Terkutuklah sekelompok agen Thagut (sesembahan nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada tuhan selain Tuhan”.

Abdul Haris Booegies

Selasa, 12 Juli 2011

Terjemahan Surah al-Balad versi Abdul Haris Booegies

(Bahasa pada terjemahan ini belum diedit secara utuh.  Naskah ini tidak bertujuan komersial)

90.  Surah al-Balad
(Metropolitan Mekah)

1.    Aku bersumpah demi kota (Mekah) ini.
2.    Kamu (hai Muhammad) tinggal di kota ini (selalu diteror).
3.    (Aku bersumpah) demi manusia yang melahirkan dan yang dilahirkan.
4.    Kami menciptakan manusia selalu menghadapi keadaan susah-payah (jasmani dan rohani).
5.    Pantaskah manusia yang begitu kondisinya (mau dikelabui oleh kekuasaan dunia)?  Ia mengira tiada yang berkuasa atas dirinya.
6.    Manusia (yang bermegah-ria dengan kekayaannya tidak layak) berseru: “Saya telah menghabiskan banyak harta (demi kebaikan sosial)”.
7.    Apakah ia mengira bahwa tak ada yang melihatnya (seraya mengetahui niatnya menghamburkan kekayaan).
8.    (Manusia yang terperdaya harta) telah Kami berikan dua mata (untuk melihat kekuasaan dan kekayaan Kami).
9.    Kami beri lidah dan sepasang bibir (untuk memudahkan kegiatannya).
10.  Kami tunjukkan kepadanya dua jalan (kebaikan dan kejahatan)
11.  Manusia tidak menempuh jalan terjal.  Jalan yang tinggi derajatnya di sisi Allah.
12.  Tahukah kamu jalan yang tinggi kadarnya di sisi Allah?
13.  (Kepada manusia yang mampu ialah) memerdekakan hamba dari perbudakan.
14.  Memberi makan pada hari kelaparan.
15.  Kepada anak yatim dan kerabat.
16.  Kepada orang miskin yang terlunta-lunta.
17.  Selain (tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan) itu, ia tidak termasuk pula insan beriman.  Tidak saling berpesan supaya sabar seraya berkasih sayang.
18.  (Insan beriman yang mengerjakan perbuatan yang tinggi derajatnya di sisi Allah) Mereka adalah golongan kanan.
19.  Sementara yang ingkar terhadap ayat-ayat Kami.  Mereka termasuk golongan kiri.
20.  Mereka berada dalam Neraka yang tertutup rapat (agar apinya terasa kuat).

Derajat Terjemahan
     Terjemahan al-Qur’an bukan al-Qur’an sesungguhnya.  Bukan al-Qur’an sejati yang diwahyukan kepada Maha Rasul Muhammad.  Al-Qur’an selalu berbahasa Arab.  Tidak dinamakan al-Qur’an kalau firman-firman Allah itu disadur ke bahasa Bugis atau Perancis.  Soalnya, terjemahan mustahil menampung seratus persen maksud al-Qur’an.  Sebab, semua bahasa yang digunakan dalam terjemahan al-Qur’an tidak efektif dan efisien.
     Terjemahan al-Qur’an hanya deretan kata manusia, bukan untaian Kalam Ilahi dari Lauhul Mahfuz.  Hingga, terjemahan al-Qur’an tidak hidup, tidak punya sukma yang bisa menggelorakan spirit.  Terjemahan al-Qur’an selalu kaku dan membingungkan.  Dengan demikian, posisi terjemahan sekedar “pengantar” untuk membaca al-Qur’an.  Bukan “kunci” buat memahami al-Qur’an.
     Istilah paling membingungkan dalam al-Qur’an yakni kata“nahnu” (Kami).  “Kami” adalah sebutan Allah untuk diri-Nya.  Dalam bahasa Arab, ada jamak kuantitas dan jamak kualitas.  Jamak kuantitas menunjukkan jumlah banyak.  Sementara jamak kualitas menerangkan bentuk tunggal dengan banyak predikat.
     Allah menegaskan diri dengan “Kami” berkat predikat di sisi-Nya berjumlah banyak.  Zat Esa itu tertoreh sebagai pencipta, pengatur, pemelihara, pengasih, penyayang sekaligus Raja Diraja alam semesta.  Allah tidak tidur!  Ia selalu sibuk mencipta seraya mendengar doa insan beriman.
     “Semua makhluk di langit dan bumi selalu memohon kepada-Nya.  Tiap waktu Ia sibuk (mencipta dan memelihara makhluk-makhluk-Nya)” (ar-Rahman: 29).
     Ketika membaca al-Qur’an, maka, bertabur kata Allah dalam kitab suci.  Harap dimaklumi bahwa nama asli penguasa langit dan bumi ialah Allah.  “Aku ini Allah.  Tidak ada Tuhan kecuali Aku!” (Thaha:14).
     Allah sendiri menandaskan kalau nama-Nya tiada lain Allah.  Terkutuklah sekelompok agen Thagut (sesembahan nista) berlabel Islam progresif berasas liberal yang berceloteh: “Tiada tuhan selain Tuhan”.

Abdul Haris Booegies

Spiritual Posmodernisme

Spiritual Postmodernisme
Oleh Abdul Haris Booegies
     Mencari merupakan kegelisahan manusia selama nyawa masih terpatri dalam jasmani.  Pencarian manusia senantiasa berputar dalam empat masalah yakni; materi, seks, budaya serta Tuhan.
     Empat persoalan itu sering membuat manusia kehilangan pikiran dan nurani. Tanpa sadar, mereka kadang-kadang menginjak-injak hukum, menindas kedamaian maupun menciptakan berhala kemaksiatan.  Hingga, harmoni puja-puji bagi The Creator of All Things (Sang Pencipta Segala Hal) atau kasih sayang kepada sesama makhluk acap pudar oleh nafsu jahanam terkutuk demi pemuasan gejolak kegelisahan.
     New-Modernism, Pasca-modernitas atau Postmodernisme (sebuah penggambaran suatu situasi maupun kondisi yang telah lewat) yang biasa disingkat menjadi Posmo, termasuk sebuah kegelisahan manusia yang sekarang membius dunia intelektual Indonesia.  Eksistensi Posmo yang anti teori serta anti metodologi, dilukiskan bakal membangun konstruksi budaya pemikiran yang sakti, dahsyat sembari mempesona.
     Posmo sebagai trend baru yang makin cerewet berkat kegenitan jaring kapitalisme serta sesaknya pasar dunia, berakar dari pasca strukturalisme.  Sebagai aliran pemikiran, Posmo merupakan respons atas kegagalan manusia menciptakan peradaban yang lebih baik.  Protagonis Posmo melihat bahwa modernisme dalam perjalanannya tak kuasa menunjang era industrialisasi yang menggerayangi kehidupan.  Padahal, modernitas dianggap punya kekuatan berupa idea of progress yang bisa merumuskan puncak keunggulan sains dan teknologi.
     Kritik para penikmat Posmo terhadap modernisme sebagai gerakan filsafat serta ideologi ialah adanya penekanan pada rasionalitas individu.  Kemudian hadirnya karakter filsafat positivisme dalam mendefinisikan realitas dunia, turut pula memeriahkan aksi protes peminat Posmo terhadap modernitas.  Akibatnya, modernisme yang merupakan proses transformasi di segala aspek kehidupan, akhirnya terseok-seok lantaran Posmo terlalu menderu-deru dalam menguak dimensi-dimensi negatifnya.  Apalagi, Posmo secara radikal menjungkirbalikkan ragam jenis teori kritik.     
     Dalam menapak jejak sejarah, modernitas bersama liberalisme, humanisme dan marxisme punya sistem pemikiran yang mirip yakni; sentralisme, totalitarian serta kesatuan.  Sebagai proyek Barat, modernisme merupakan produk paradigma rasionalitas yang bersumber dari zaman Renaisance (abad ke-14 sampai ke-17) yang dibangun atas sendi antroposentrik dan era Pencerahan (nach Aufklarung), yang bersemboyan Sapere Aude (dare to know) pada abad ke-17.  Proyek tersebut merupakan landasan untuk melepaskan diri dari keterbelakangan. Pada kadar lain, modernitas yang memegang tampuk kekuasaan budaya pemikiran, tidak sanggup memicu kesejahteraan umat manusia. Sebagaimana terlihat, kehidupan ternyata tidak terbebas dari belenggu ketimpangan.  Peradaban modern yang kini sudah berselimut alam ultra modern, masih tetap menyimpan akar kejahatan (roots of evil) yang mengerikan.
     Selama ini, konsep modern serta pra modern selalu mengacu pada kesatuan.  Lalu manusia juga dipandang sebagai subyek yang bebas sekaligus memiliki otonomi untuk menentukan diri sendiri. Sedangkan perangkat analisis dan pengetahuan manusia yang ilham awalnya dari prinsip Cartesian, mulai disorot tajam.  Cartesian sebagai sebuah istilah, merupakan penghormalan kepada Rene Descartes (Renatus Cartesius).  Bapak Filsafat Barat itu, dalam tapak historis termaktub pula sebagai seorang tokoh peletak dasar konsep modernisme.
     Epistimologi rasionalisme Cartesian adalah pemujaan terhadap subyek “aku” (I am the thinking thing) yang menyuburkan gejala rasa percaya diri Cartesian menjelaskan bahwa masyarakat bergerak secara homogen, mekanistik, deterministik serta linear.  Anatomi tersebut identik dengan keteraturan berikut kedisiplinan.  Pandangan yang merupakan warisan Descartes itu, sudah tertanam mantap dalam kebudayaan Barat.
     Pada intinya, modernitas dipahami sebagai suatu tendensi yang merasionalkan semua aspek kehidupan.  Hal tersebut lantaran pilar utama pemikiran modern bertumpu pada kekuatan rasionalitas (power of rasionality).  Di samping menekankan rasionalitas, modernisme pun menghalalkan sekularisme, materialisme dan industrialisme.  Sebab, segala variasi yang terjadi dalam kehidupan manusia diukur dengan perspektif rasionalistik teknik.  Alhasil, Jacques Ellul, kritikus kebudayaan Barat asal Prancis yang punya animo pada homo faber (manusia dalam dimensi teknik), menamakannya The Technological Society (masyarakat teknologi).
     Kriteria-kriteria secara rasio yang sistematik itu, lantas menghasilkan perubahan yang mengagumkan.  Apalagi, pusat perhatian modernitas ialah “di sini dan sekarang” (hie et none) yang memungkinkan terjadinya penemuan maupun inovasi di bidang sains serta teknologi. Langkah budaya yang maju pesat tersebut, kemudian membuat rasio didaulat bisa memberikan manusia pengetahuan yang pasti mengenai kehidupan.  Karena gesitnya perubahan itu diyakini tidak lepas dari prinsip modern berupa teknologi canggih, inovasi fungsi maupun program akurat yang pada akhirnya melibas virus keterbelakangan.
     Superioritas rasio sebagai basis sistem berpikir Cartesian, lalu ditentang oleh Michel Foucault. Tokoh strukturalisme tersebut memperlihatkan bahwa saat ini masyarakat terus menekankan wujud spesial personal dan nilai-nilai subyek.  Individu itu muncul bukan sebagai subyek bebas tanpa beban, namun, sebuah permainan rekayasa jaring-jaring kekuasaan.
     Posmo merupakan aksi pemberontakan terhadap modernisme global.  Posmo membuncah sesudah gebyar pertempuran dalam Perang Dunia II yang menandai hadirnya masyarakat pasca industry.  Posmo yang begitu membius memiliki prinsip dasar berupa penolakan terhadap kepastian sebuah teori.  Posmo mendengungkan bahwa yang pasti hanya ketidakpastian. Posmo menggemakan pula kalau keberadaannya merupakan alternatif pasti.
     Dewasa ini, Posmo yang duduk di atas singgasana kekuasaan budaya pemikiran dengan tegas menuding modernitas gagal dalam pentas sejarah umat manusia.  Elemen tersebut akhirnya menjadikan Posmo sebagai antitesis.  Sebab posisinya merupakan reaksi atas modernisme. Gugatan ekstrem alias reaksi radikal terhadap modernitas, bersumbu dari rusaknya budaya modern.  Padahal, modernisme dipromosikan oleh Auguste Comte bersama Herbert Spencer akan sanggup membentangkan kesejahteraan, kehangatan, rasa aman serta nyaman bagi tiap individu di planet ini.
     Di atas pijakan Posmo, Foucault lantas melihat jika alam dan manusia adalah organisme yang terus berproses.  Sedangkan rasio dianggapnya terkurung oleh keterbatasan dalam menyelesaikan keruwetan masalah.  Di sisi lain, rasio tidak sanggup menyerap sebuah persoalan secara total optimal.

Mitos Sistem
     Posmo berasal dari gerakan seni serta filsafat. Gejala Posmo mulai muncul pada 1960-an.  Istilah yang terasa seru, menggelegar dan segar itu sangat populer di New York setelah deretan artis, penulis serta kritikus memakainya.  Para seniman dan intelektual yang terhipnotis oleh mantra-mantra Posmo tersebut antara lain Robert Rauschenberg, Susan Sontag, Ihab H Hassan, Leslie Fielder, John Cage, Donald Barthelme serta William S Burroughs.
     Sebelumnya, keberadaan Posmo mulai terasa pada filsafat Friedrich Nietzsche.  Bahkan, pada 1870, pelukis John Watkins Chapman sudah menghembuskan ungkapan Posmo untuk menunjuk aliran avant-garde.
     Pada 1934, Frederico de Onis menggunakan istilah Posmo sebagai reaksi terhadap modernisme.  Fokus yang dibidik Onis yaitu untuk memperkenalkan secuil periode di bidang sastra, terutama sajak Spanyol dan Amerika Latin.  Sedangkan Arnold Toynbee dalam kitab A Study of History yang diterbitkan pada 1947, juga sudah menyebut Posmo.  Ia malahan berspekulasi bila Posmo sudah ada sejak 1875.  Rudolf Pannwitz pada 1947, memakai pula ungkapan Posmo dalam buku Die Krisis der Europaischen Kultur.
     Sosok yang dihormati sebagai kaum Postmodernis ialah Jean Francois Lyotard (pemikir kontemporer Prancis), Michel Foucault (filsuf pascastrukturalis), Jacques Derrida (filosof sayap kiri di Perancis sekaligus paus poststrukturalis), Jean Baudrillard (pemikir pasca-Althusserian), Richard Rorty (pendekar neo-pragmatisme Amerika), Frederic Jameson, Herbert Marcuse, Thomas Kuhn serta Gianni (Gianteresio) Vattimo.    
     Dalam literatur filsafat, istilah Posmo diformulasikan pertama kali oleh Lyotard.  Pada 1977, is menulis La Condition Postmoderne: Rapport sur le Savoir (The Post-Modern Condition: A Report on Knowledge).  Kitab yang meneropong adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat industri maju lantaran pengaruh teknologi mutakhir itu, ditulis untuk Dewan Universitas Quebec, Kanada.  Buku karya Lyotard tersebut, juga menjadi pijakan disahkannya konsep filosofi dan teoritis atas Posmo.
     Konsep orientasi Lyotard yang meletakkan dasar-dasar filosofi bagi Posmo dalam kitab itu, mengacu pada pluralitas serta heterogenitas. Arkian, jangkauan yang diraih Posmo terasa lugas. Soalnya, tidak lagi yakin oleh kesatuan, melainkan bentuknya berubah menjadi multivarian sebagai jawaban atas belenggu mitos sistem totaliter. Posmo yang berciri polisentrisme menekankan
berbagai aspek pemikiran.  Sebagai misal multivocality, pluralisme, fragmentaris, heterogenitas, indeterminasi, skeptisisme, ambiguitas, kontemporer, refleksivitas, partisipasi, proses, kontradiksi, inkosistensi, paradoks, ambivalensi, dilematik, relativisme yang tegar, eklektisisme (gabungan nilai-nilai yang baik dan benar) atau ketidakpastian suatu karya sintesis dari aneka pergolakan pemikiran.
     Sebagai fenomena diskursus filosofis serta kultural, Posmo beranggapan bahwa tidak ada satu pun hal yang universal, yang ada cuma nilai-nilai lokal yang majemuk.  Posmo pun tidak mengakui eksistensi di balik materi, yang tersembul hadir hanya presentasi.
     Wawasan Posmo juga menilik kalau kehidupan manusia pada dasarnya berpusat pada pergulatan dengan representasi terhadap realita.  Dengan demikian, Posmo yang memandang kebenaran sebagai periode dari metodologi tertentu yang bersifat plural, pada intinya didasari sifat dekonstruksi (membongkar). Hatta, Posmo sebagai respons terhadap modernisme dianggap jeli serta tanggap untuk memacu pergulatan pemikiran maupun memicu kesejahteraan umat manusia.  Apalagi, Posmo adalah gerakan intelektual (intellectual movement). Hal tersebut dipertegas oleh Brenda K. Marshall, penulis buku Teaching the Postmodern: Fiction and Theory, yang menuturkan bahwa Posmo merupakan gerakan (movement) dan bukan aliran (ism).
     Posmo yang anti pengetahuan rasional seraya menolak aspek defenitif, kemudian menjadi “barang iseng yang sedap digombali”.  Daya tarik eksotiknya bagi kalangan intelektual sangat menggoyang hasrat.  Apalagi, paradigma baru yang tak punya kesatuan itu sangat lantang menggugat segala macam kemapanan.  Posmo juga mengundang selera kaum intelektual karena eksistensinya yang memandang peristiwa-peristiwa secara terpisah sekaligus tidak saling berkait.  Masing-masing memiliki kekhasan yang unik, serba relatif serta sukar untuk diprediksi.
     Posmo yang cenderung memandang realitas sebagai kemajemukan, akhirnya menjadi simbol pemberontakan terhadap kecenderungan-kecenderungan modernitas pada pelbagai taraf. Kehadirannya pun diidentikkan dengan ambruknya budaya modern yang dibangun di atas tiga unsur modernisme, yakni; pikiran, teknologi dan antroposentrisme.  Hingga, Posmo yang merupakan bagian inheren dari modernitas, dianggap penentang egalitarisme sekaligus wadah untuk meringkus segala wujud tirani.

Primadona Intelektual
     Posmo yang membongkar rasionalitas, obyektivitas serta kebenaran, dipilah menjadi dua bagian oleh Pauline Marie Rosenau. Penulis kitab Post-Modernism and the Social Science tersebut, membaginya menjadi Posmo Skeptis dan Posmo Afirmatif.   Posmo Skeptis diyakini terbawa oleh gelombang pemikiran nihilisme.  Sebab, aliran Posmo Skeptis menunjukkan hadirnya kontradiksi dalam teori apa saja. Sementara Posmo Afirmatif dianggap berpandangan atomistis lantaran mengukur teori kecil dalam rincian mikro yang cakupannya terbatas.  Walhasil, memunculkan wajah teori yang jarang masuk hitungan.
     Diskursus Posmo yang multikompleks, akhirnya diperkirakan bakal melahirkan totalitas sosial baru setelah tewasnya rezim modernisme.  Apalagi, konsep pengertian Posmo sangat berguna untuk menjelaskan gejala di bidang seni, sastra, teater, film, fotografi, musik, arsitektur, filsafat, fisika, antropologi, politik, sejarah, sosiologi, ekonomi atau agama.
     Sebagai tata pembaharuan, Posmo tidak mengakui universalisme.  Perspektif dalam filsafat yang menggugat kemapanan itu, justru menentang sistematisasi serta narasi besar (grand narrative) semacam Rasionalisme, Liberalisme, Humanisme, Kapitalisme, Sosialisme, dialektika roh milik George Wilhelm Friedrich Hegel, revolusi proletar dari empu komunis Karl Marx maupun filsafat pencerahan (Enlightenment).     
     Posmo yang membangun pluralisme-fundamental sambil menolak sistematisasi epistenologi tradisional, juga sarat dengan pencampur-adukan identitas, ketidakteraturan sistem dan orientasi yang tak seragam.
     Sebagai sebuah gerakan kultural, maka, pada hakikatnya Posmo adalah penggembira dalam kosmos kegelisahan manusia.  Kehadiran Posmo cuma untuk memekarkan sifat “mencari” manusia. Pasalnya, di zaman pra modern serta era modern, manusia tidak kuasa menolak munculnya pertentangan-pertentangan dalam konstruksi kehidupan.  Pergolakan pemikiran tersebut ibarat sophia perennis (kebijaksanaan abadi) selama spekulasi akal pikiran masih berfungsi.
     Adanya perselisihan paham dalam bangunan peradaban, lalu menjadikan Posmo sebagai wadah pemikiran yang cocok untuk sebuah zaman yang mendurhakai modernisme.  Kehadirannya direstui lantaran adanya pembenaran berupa pembenturan rupa-rupa budaya pemikiran yang saling berhimpit.   
     Posmo akhirnya dibaiat sebagai sebuah dinamika pemikiran yang membawa angin segar nan semerbak.  Kelak, pada titik tertentu, Posmo pun akan bermetamorfosis menjadi Neo-Postmodernitas.  Ihwal itu terjadi akibat tersemburnya ketidakmampuan Posmo dalam melindungi kesejahteraan kehidupan dari keterkutukan-keterkutukan yang merongrong fitrah (the center) manusia.
     Barisan intelektual yang pro-Posmo bakal dilapis secara ketat oleh mazhab yang kontra Posmo.  Sebab, dunia ultra modern sudah jenuh berposmoria dalam pesta hura-hura spektrum pemikiran.  Wawasan akan beralih ke wacana yang lebih cerdas, canggih serta manusiawi.  Arkian, Neo-Posmo bakal pula menjadi primadona kaum intelektual di masa depan untuk kemudian dibantai lagi oleh isme yang lebih spektakuler.
     Pada dasarnya, Posmo yang memicu pergolakan perspektif pemikiran tersebut timbul untuk menghangatkan nafsu “mencari” manusia dalam menopang peradaban.  Maklum, esensi hakiki Posmo sebagai konsep maupun gerakan kultural, sosiologis, filosofis atau intelektual adalah pencarian sistem kehidupan yang lebih mutakhir.
     Tanpa adanya mode Posmo sebagai agenda wacana (discourse) filsafat maupun demam terhadap isme-isme dalam pemikiran, berarti manusia mundur dari saripati keberadaannya sebagai “makhluk pencari”.  Hatta, substansi Posmo yang kini menjadi pandangan baru serta dialektika pencerahan, pada intinya sekadar memuaskan naluri “mencari” manusia. Sebab, manusia adalah hamba yang hidup untuk menemukan materi (halal), seks (suci), budaya (agung) dan Tuhan (Allah).

(PANJI MASYARAKAT NO, 790, TAHUN XXXV, 20-29 ZULQAIDAH 1414 H, 1-10 MEI 1994)

Amazing People