Sabtu, 02 Juli 2011

Sastra Seks Hm...Sedap


Sastra Seks, Hm…Sedap


Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks
Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks   Sastra Seks


Sastra seks adalah selingkuh sastra dengan seks.  Sastra seks disusupi frasa vulgar.  Sastra seks ibarat untaian aksara berlendir.  Sastra seks identik pustaka porno.  Sastra seks diminati pembaca.
Oleh Abdul Haris Booegies
      Pada tahun 80-an, novel Nick Carter sangat populer di kalangan remaja. Tidak terhitung berapa jumlah judul serial Nick Carter.Hikayat novel tersebut tak jauh berbeda dengan petualangan James Bond karya Ian Fleming. Ada ketegangan sekaligus saling tindih-menindih antara dua insan berbeda jenis kelamin.
     Selain Nick Carter, ada pula stensilan Yolanda yang beredar tanpa sampul. Kisahnya seputar penyatuan dua raga dalam satu kenikmatan. Bacaan itu hadir dengan bahasa mentah yang menelanjangi perkelaminan dua anak manusia.
     Begitu banyaknya pembaca Yolanda, sampai stensilan tersebut lusuh, kusam, kabur serta bau. Sebab, fungsinya bukan sekedar pelepas penat, tetapi, sarana masturbasi. Bahkan, menggiring pembacanya untuk menggagahi semua wanita molek dalam khayal nakal.
     Kini, zaman telah berubah. Teks seks dalam sastra sulit dihindari. Para pengarang banyak menyusupkan frasa hubungan intim secara vulgar dalam karya mereka. Komunitas itu sanggup merealisasikan narasi fiksi seks berkat visi, diskursus, ideologi, representasi dan deteksi total. Penikmat sastra pun teramat antusias serta responsif menyambut karya-karya yang dipoles kemesuman.
     Saat ini, sastra seks secara perlahan memberi warna dan karakteristik dalam kesusastraan Indonesia. Anatomi sastra lendir tersebut punya huruf per huruf yang menggembalakan imajinasi ke wilayah erotis. Lembaran-lembaran seks menjadi sesuatu yang inheren dalam keseharian.
     Sastra seks membawa pikiran bertamasya ke taman yang sarat kebugilan. Seks sebagai koloni paling privat sudah menjadi diskursus erotisme yang ramai bergemuruh dibincangkan. Batang tubuh prosa porno menciptakan objek-objek yang penuh simbol petualangan di tengah wacana kapitalisme mutakhir.
     Dalam novel Saman, umpamanya, penggambaran labia mayora(faraj) adalah kelaziman. Bukan lagi kezaliman. Eksplorasi teks seks memunculkan pula novel dengan judul Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto.
     Sebuah harian nasional, juga tak risih bercerita tentang micropenis(alat vital pria ukuran cacing). Pembahasan mengenai micropenis berkait dengan cara memperbesar zakar agar kokoh berdiri kala menumbuk secara bertalu-talu labia minora (bibir kecil yang terletak di bawah pusar perempuan). Apalagi, banyak lelaki mengidamkan memiliki perkakas super gede alias cockzilla (kelamin ukuran Godzilla). Laki-laki yang punya cockzilla, jelas cuma pakai sarung saban hari gara-gara “burung jagonya” menjulur memanjang sampai ke lantai!

Farji yang Bocor
     Di Indonesia, sastra berbau seks dipicu secara berani oleh Ayu Utami lewat Saman. Novel porno akhirnya menjadi tanda jika musim birahi dalam sastra Indonesia telah tiba. Ayu Utami kemudian diikuti Clara Ng, Djenar Mahesa Ayu, Nova Riyanti, Herlinatiens serta Dinar Rahayu.
     Kelompok betina penabuh genderang sastra cabul laksana mengantar pandangan kalau seks tidak lagi bermukim di atas kasur yang diceceri lendir dua insan. Seksualitas dalam masyarakat seolah bukan lagi sosok bermasalah. Soalnya, seks bisa bebas merdeka menerobos ke ruang publik yang selama ini menabukannya. Pemaparannya bukan sekedar lewat kitab ilmiah, namun, sudah merasuk ke buku fiksi yang enteng diraih segala usia.
     Sastra bertema seks merupakan suatu eksperimen yang berbeda dengan prosaisme keseharian. Wujudnya bergelora mengeksplorasi diri mencari simpati atau menebar fantasi.
     Dengan keangkuhan visualisasi, para sastrawati tidak risih menyulam paragraf demi paragraf. Mereka meracik derita kaumnya yang dirobek vaginanya oleh kebuasan pria. Pengarang wanita itu fasih mendongeng perihal bocornya faraj akibat belaian nafsu lelaki.
Sastra seks adalah ramuan antara pemberontakan perempuan terhadap maskulinitas dengan jagat ketelanjangan yang fantastis. Sinergi tersebut melahirkan magis yang mengguncang. Sastrawan menyambut wacana kebugilan itu dengan penuh antusias.
     Penikmat sastra meleleh air liurnya ketika membaca teks cabul tersebut. Masyarakat mencibirnya sebagai novel berselera rendah yang nista. Agamawan berkhotbah bila sastra seks merupakan percikan api neraka yang mempertebal hitamnya dosa besar.
     Sastra seks ibarat pelacur. Sebab, kehadirannya dinilai salah dalam pandangan umum. Siapa saja yang mengunjungi dan menyentuhnya guna memperoleh kepuasan seksual serta kenikmatan membaca, dianggap golongan sesat yang hina.
     Kaum Adam memiliki first lady yang mengatur rumah tangga, tetapi, masih jajan dengan wanita tuna susila. Rak buku dijejali bacaan berbobot yang menenteramkan rohani, namun, masih lapar dan liar menggerayangi pustaka-pustaka porno. Akibatnya, sastra seks selalu menangguk cemoohan serta sinisme. Karena, dinilai fenomena subversi moral.
     Dalam perspektif masyarakat non-jahiliah, perempuan nakal binti bianal atau pramunikmat bersama sastra seks adalah sosok haram. Biarpun dibenci setengah mati, tetapi, keduanya merupakan tambang emas seluas samudera. Uang mengalir dari kedua lingkup itu lantaran memiliki pangsa pasar yang menggiurkan. Apalagi, seks telah menjadi bagian dari revolusi kapitalis. Alhasil, banyak yang menangguk keuntungan secara finansial atas kehadiran wanita gatal dan sastra seks.

Serangan Moralitas
     Unsur seks dalam sastra terkadang tidak lepas sebagai bumbu penyedap supaya laris manis. Film-film kacangan produksi Hollywood, juga selalu diperkaya dengan adegan jorok. Aspek tersebut dilakukan agar film itu laku di negara-negara dunia ketiga yang terbelakang. Film yang tergolong bermutu, malahan disisipi pula adegan seronok serta tak senonoh.
     Dalam film Swordfish, contohnya, dipertontonkan Halle Berry duduk hanya memakai cawat tanpa kutang. Hingga, buah dadanya yang kempot dan reyot terlihat. Sedangkan di film Killing Me Softly,adegan ranjang antara Heather Graham dengan Joseph Fiennes, sungguh mendebarkan.
     Formula seks mesti diakui sangat ampuh mendongkrak kepopuleran. Apalagi, mampu mendatangkan aliran laba yang tidak sedikit. Sementara sastra berfungsi sebagai tanggapan evaluatif terhadap kehidupan. Teks birahi bergemuruh sebagai konsekuensi dari minat pembaca yang meledak-ledak. Sastra bak cermin yang memantulkan perilaku kehidupan sehari-hari. Alhasil, deskripsi wilayah selangkangan yang merangsang selalu ramai dilirik.
     Sastra sebagai entitas yang terpinggirkan, kelu, beku serta sunyi di tengah kepanikan global yang dilanda aneka bencana, sontak bertenaga oleh seks. Sastra yang sering dicap sebagai hiburan eksklusif, tiba-tiba berdiri di jalur oposisi. Kehadiran sastra seks bagai simbol reaksi dari kehidupan.
     Seks dalam kesusastraan merupakan serangan terhadap kehidupan dan moralitas. Sebab, mengeksploitasi kata per kata perihal penyatuan dua jiwa yang tengah dirasuk lezatnya persetubuhan. Hingga, wujudnya mengacaukan puritanisme atas nama kebebasan berekspresi.
     Kembara sastra seks tak bakal berakhir. Maklum, para pengarangnya berdalih jika hamparan kalimatnya punya format estetika. Mereka berkoar-koar bahwa novelnya bukan berisi kecabulan. Sebab, perkara yang ditulisnya bernilai seni tinggi oleh basis analisis intelektual yang jitu. Alhasil, gambaran-gambaran fisikal yang realis teramat mempesona dicerna. Di samping itu, kumpulan aksaranya bukan catatan notulen, laporan pertanggungjawaban panitia atau nota resmi administratif.
     Pada akhirnya, lembar porno tak akan jeda melintasi zaman. Karena, perkara seksualitas merupakan konstruksi lazim. Hingga, wacana bugil bakal terus membahana. Apalagi, jejaknya sudah lama bergemuruh. Gejala tersebut dapat dilacak pula pijakannya secara biblikal. Misalnya: “Mereka bersundal di Mesir, mereka bersundal pada masa mudanya; di sana susunya dijamah-jamah serta dada keperawanannya dipegang-pegang” (Yehezkiel 23:3).
     Ayat itu lantas menambahkan: “Ia berahi kepada kawan-             kawannya bersundal, yang auratnya mirip aurat keledai dan              zakarnya seperti zakar kuda” (Yehezkiel 23:20).                                

(Pedoman Rakyat, Ahad, 12 Februari 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People