Kamis, 02 Juni 2011

Tribun Timur di Dekade Digital


Tribun Timur di Dekade Digital
(5th Anniversary Tribun Timur 9 Februari 2009)

Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Media

     Tanpa terasa, Tribun Timur telah berusia lima tahun. Kendati waktu begitu cepat berputar, tetapi, kenangan yang ditorehkan harian ini sangat panjang.
     Warta demi warta tiada putus menyapa pembaca saban hari. Apalagi, Tribun Timur selama ini menebar superior service (layanan prima) berupa harga, distribusi dan lay-out gemerlap.
     Citra Tribun Timur seolah mampu berdialog dengan pembaca. Hingga, menyentuh secara emosional. Sebab, awak Tribun Timur sanggup mendedah informasi secara optimal.
     Jargon yang digembar-gemborkan berupa “spirit baru Makassar” atau “selalu yang pertama”, mampu dipenuhi Tribun Timur. Karena, performance serta benefit yang disodorkan serasi dengan voice of the customer. Alhasil, menimbulkan magma kepuasan.
     Komposisi yang diterapkan Tribun Timur menjadikannya sebagai entitas yang tidak gagap dalam berkompetisi di era globalisasi. Elemen itu terkait dengan formulasi yang diusung lewat Jurnalisme Inovatif. Doktrin tersebut dicangkokkan oleh Kompas-Gramedia pada semua koran lokalnya.
     Di Hari Pers Nasional 9 Februari 2009 ini, menyemburat sikap pesimistis menatap posisi surat kabar. Selentingan berhembus mengenai nasib media konvensional. Masih adakah media cetak di tahun 2015?
     Teknologi tak bisa ditampik. Eksistensi teknologi senantiasa mencecerkan surprise rasio teknologi. Hatta, kehadirannya selalu memudahkan pergerakan di sekitar manusia. Internet, umpamanya, kini menjadi puncak pencapaian dalam industri komputer. Internet merupakan primadona sejak personal computer IBM diluncurkan pada 1981.
     Dewasa ini, banyak korporasi raksasa memanfaatkan internet. Prioritas utama mereka ialah mengeksploitasi internet buat mendukung kinerja organisasi. Selain internet, ponsel pun mengalami perkembangan pesat.
     Sekarang, handphone bukan sekedar piranti komunikasi, namun, sumber informasi. Pasalnya, ponsel membubuhkan sejumlah fungsi. Dengan handphone, orang leluasa mengakses internet. Di samping itu, momen-momen indah dapat diabadikan lewat ponsel.

Momentum Pemilu
     Handphone merupakan komponen yang terus mempengaruhi seluruh sendi kehidupan. Apalagi di masa ini, meruyak revolusi digital pada lanskap industri elektronik konsumen global. Dengan demikian, media apa saja akan berubah sesuai perkembangan sains dan teknologi, termasuk ponsel.
     Tribun Timur jelas tidak repot lagi melampirkan beritanya di handphone. Maklum, sudah dirintis sejak akhir Februari 2007. Saat itu, dengan mengaktifkan fitur general pocket radio service (GPRS) via ponsel atau personal digital assistant (PDA), maka, sejumlah kabar langsung terpampang di layar alat komunikasi.
     Kelemahan yang menghambat pergerakan informasi yakni Tribun Timur cuma bisa diakses lewat handphone atau PDA jenis tertentu. Ponsel harus memakai sistem operasi berbasis Symbian. Sementara PDA berbasis Windows Mobile.
     Kini, perkembangan teknologi informasi serta komunikasi terus membumbung. Arkian, gadget mutakhir meluber merayu hasrat. Eksodus pers ke handphone pun kian terarah tanpa aral. Fenomena tersebut seolah menegaskan bahwa makin sophisticated ponsel, berarti kian cepat riwayat koran tradisional masuk kubur. Apalagi, media cetak bukan pilihan di periode mendatang. Selain merepotkan, beritanya senantiasa pula ketinggalan dibandingkan internet.
     Di tahun ini, Tribun Timur ditantang untuk terus atraktif. Sebab, 2009 merupakan tarikh bersuhu panas lantaran terkait pemilihan umum. Kondisi politik membara di mana-mana. Gejala itu jelas menjadi peluang besar bagi Tribun Timur. Karena, pelaku politik dan rakyat bakal menajamkan telinga seraya memelototkan mata mencari informasi seputar hari-hari pemilu.
     “Pers bertugas menyadarkan masyarakat untuk memilih presiden yang tepat”, ungkap Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara. Ihwal tersebut disampaikan tatkala menerangkan perihal pelaksanaan Hari Pers Nasional pada 22 Januari 2009.
     Di Amerika Serikat, pers dianggap watchdog (anjing penjaga). Begitu muncul indikasi yang tak beres, mereka sontak menyalak. Selama pemilu, penduduk negeri ini pasti mengharap Tribun Timur berperan layaknya watchdog demi menegakkan Freedom for Press. Kalau ada kecurangan di partai politik mana pun, Tribun Timur mesti sigap membeberkannya.
     Mengungkap borok pasti sarat resiko. Walau demikian, tetap ada solusi yang diwasiatkan Katherine Meyer Graham. Bos The Washington Post itu menyarankan reporter yang meliput pejabat agar menerapkan pendekatan lepas (hands-off approach). Tidak terlalu dekat, juga jangan terlampau jauh.

Dekade Digital
     Surat kabar yang tak segera memanfaatkan internet sama saja cari mati. Selain itu, bagaimana mau hidup jika penghasilan iklan media cetak terus melorot.
     Korporasi raksasa atau perusahaan lain lebih afdal menjajakan dagangannya di internet yang menjangkau seantero buana. Elemen tersebut menandaskan bila internet merupakan perangkat penting produktivitas serta komunikasi.
     Kalau iklan yang menjadi darah segar media cetak terus menyusut, berarti koran bersangkutan menggali liang lahat untuk dirinya. Biarpun masih punya pembaca, tetapi, dinamikanya diyakini redup.
     Industri atau perusahaan yang melawan hegemoni internet pasti kalah. Pasalnya, di milenium ketiga abad ke-21 tarikh ke-9 bulan kedua ini, internet menjadi primadona jaringan komunikasi. Di sisi lain, penduduk dunia makin bergemuruh menuju ke dekade digital pada 2010-2020.
     Lay-out Tribun Timur diakui selaras dengan selera pasar. Walau memiliki perwajahan yang cemerlang, namun, surat kabar ini belum juga punya lembaran sastra. Inilah satu-satunya media lokal terkemuka yang tak memiliki rubrik sastra. Hm…selalu yang pertama.
     Hampir segenap koran besar menampilkan ruang sastra di hari Ahad. Sedangkan Tribun Timur masih ogah. Sastra memang kurang menghentak di suasana penuh gejolak ekonomi ini. Hingga, media lebih senang mengekspos tulisan bertema bisnis maupun marketing.
Yes, grup rock Inggris berdendang: “Without hope we cannot start the day”.
     Harapan tentu harus terus digaungkan supaya Tribun Timur memuat halaman sastra. Soalnya, media besar senantiasa punya respek terhadap sastra. Kehadiran lembaran seni, sastra, film dan musik, tentu menahbiskan surat kabar sebagai gudang pengetahuan yang ensiklopedis (mencakup banyak aspek keilmuan).
     Terbayang di pelupuk mata bagaimana Tribuniters (komunitas penikmat Tribun Timur) yang tengah antre atau menunggu sesuatu segera mengaktifkan ponselnya. Mereka lantas mengakses Tribun Timur yang melampirkan cerpen atau puisi. Dalam penantian, prosa ringan selalu menjadi pengusir kejenuhan.
     Waktu seolah tak pernah tersia-sia. Pasalnya, rangkaian berita yang hilir-mudik tanpa jeda senantiasa berada dalam genggaman. Walhasil, orang dapat mengolah informasi untuk dirinya guna masuk ke dekade digital.

(Tribun Timur, Rabu, 11 Februari 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People