Kamis, 02 Juni 2011

Sedetik Sesudah Langit Diciptakan

Sedetik Sesudah Langit Diciptakan

Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Agama

     Misteri seputar langit selalu menggairahkan ditelisik. Secuil informasi dari angkasa dianggap bisa mempengaruhi sejarah. Secarik dokumen dari langit dinilai mampu memberi sinar kejayaan di bumi sebagai risalah sophia perennis (falsafah keadilan). Sebongkah data dari alam tanpa batas tersebut, dipandang bakal bertahan nilai asasinya selama beberapa milenium.
     Kabar dari langit merupakan anugerah. Hingga, suatu negara atau bangsa dapat mengatasi problem yang merambat liar ke mana-mana. Indonesia, umpamanya, tak putus dirundung nestapa yang tiada berujung. Tsunami menerjang. Gunung berapi meletus. Korupsi membudaya di segala bidang. Tragedi kemanusiaan semacam polio, lumpuh layu, cikungunya, busung lapar serta flu burung (avian influenza) tipe H5N1, datang berjamaah tanpa diundang. Kebakaran dan illegal logging (penebangan liar) membuat Indonesia kehilangan hutan dua juta hektar setahun. Di negeri yang telah terkuras habis kekayaan sumber daya alam serta etikanya ini, air bersih tinggal 25 persen dari 5.860 sungai.
     Masalah makin memilukan oleh persoalan bahan bakar minyak (BBM). Kemudian pengangguran yang marak-merebak mencapai 11,6 juta orang. Ketertindasan kaum buruh, malahan nyaris tiap pekan menjadi berita. Lantas anak-anak jalanan yang hidup memprihatinkan. Selain itu, biaya industri pendidikan ikut naik. Lalu pencemaran lingkungan terjadi seperti Buyat. Kemudian kebakaran hutan yang mengakibatkan kesulitan di berbagai sektor seperti energi, pertanian, industri maupun lingkungan hidup. Deretan suasana muram dan getir tersebut, memaksa orang menatap ke cakrawala mencari secercah cahaya harapan.
     Angkasa luar yang kadar radiasinya tinggi, selalu identik dengan kemewahan serta kemegahan ornamen arsitektur. Alhasil, merangsang imajinasi komunitas saintis, seniman dengan kategori high flyers (manusia berbakat) dan kaum pencerita (storyteller).
     Pada 19 Mei 2005, warga dunia dibuai manja oleh kesaktian para Jedi dalam Star Wars: Revenge of the Sith. Di samping piawai mengayunkan lightsaber (pedang cahaya), juga budaya Kekaisaran Galaktika berbalut sensasi ekstrem.
     Dalam Star Wars, menghancurkan planet termasuk perkara sepele. Di dunia nyata, manusia baru bisa menembak komet di alam semesta yang isotropik serta homogen. Pada 4 Juli 2005, pesawat tanpa awak Deep Impact menabrakkan impactor seberat 370 kg ke inti komet 9P/Tempel 1 tepat pukul 2:07 Eastern Daylight Time. Hingga, laju kecepatan komet berbobot 380 ton itu, melambat 0,0001 milimeter per detik.

Berawal dari Air
     Sedetik sesudah langit diciptakan merupakan awal episode panjang. Sebelum waktu berdetak sebagai penanda dimensi tempat fenomena kausalitas terjadi, jagat hanya hamparan cairan. Di atas air yang lembut tersebut, Arasy (Tahta Suci Allah) mengapung. Di sana, Allah bersemayam. “Kala itu, singgasana-Nya berada di atas air” (Hud: 7).
     Penegasan al-Quran tersebut dibenarkan para ilmuwan lembaga penelitian dari laboratorium nasional Brookhaven, Long Island, New York.
     Pada 8 April 2005, mereka menjelaskan kalau awal jagat raya terdiri dari cairan. Isi semesta adalah quark yang menjadi bagian dari muatan atom proton dan neutron. Sedangkan gluon membawa energi ikatan sesama quark.
     Sekitar 13,7 miliar tahun yang silam, terjadi ledakan dahsyat. Dentuman yang dikenal Big Bang itu, memiliki temperatur dua triliun derajat Celcius atau 150 ribu kali panas dari inti matahari.
Teori Big Bang dikemukan oleh Georges Lemaitre pada 1927. Edwin Powell Hubble lantas merumuskan bila dulu semua galaksi menyatu di satu titik. Waktunya ialah t = D/V atau t = 1/H.
Empat belas detik setelah Big Bang, terbentuk hidrogen serta helium sebagai unsur pertama. Selang beberapa masa, maka, semesta terisi oleh inti-inti atom ringan yang terdiri atas proton dan neutron. Kemudian partikel cahaya alias radiasi (photon). Selain itu, berhambur pula elektron bebas.
     Big Bang diterangkan oleh al-Quran bahwa: “Dahulu, langit dan bumi itu merupakan materi yang berpadu-satu. Kemudian Kami pisahkan (menghancurkan struktur) keduanya. Dan Kami jadikan segala yang hidup dari air” (al-Anbiyaa’: 30).

Lahirnya Kehidupan
     Sedetik sesudah langit diciptakan, maka, meluncur sebuah serpihan menerjang alam. Bongkahan Big Bang tersebut yang pertama kali terlempar menjauh dari sumber materi yang menghambur berkeping-keping. Kecepatannya meninggalkan pusat ledakan sangat kencang. Serpihan dengan garis pusat sepanjang 12.756 kilometer itu, kelak dinamakan bumi.
     Rahgib al-Ashfihani menjelaskan jika istilah dunia dalam al-Quran punya tiga makna. Ahli bahasa firman Allah tersebut menerangkan dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfaz al-Quran, kalau dunia dapat diartikan awal (yang pertama), dekat maupun rendah.
     Setelah langit dirampungkan, maka, Arasy dipindahkan ke pucuk langit ketujuh. Di sana, Singgasana Mulia Allah dijunjung delapan malaikat yang berada di atas segenap dimensi fisik. Di sekelilingnya berderet para malaikat memuji kebesaran Allah.
     Hikmah penciptaan planet bumi ialah lahirnya kehidupan. Tuhan lantas memekarkan tumbuh-tumbuhan di dunia guna memproduksi oksigen yang mencapai 190 miliar ton per hari. Dan Big Bang yang terjadi tidak cuma memercikkan satu galaksi semacam Milky Way (Bima Sakti), yang berisi 400 miliar bintang serta 100 miliar planet. Big Bang justru melahirkan 300 miliar galaksi.
     Diameter Tata Surya, galaksi tempat bumi beredar, mencapai 100 ribu tahun cahaya. Satu detik cahaya sekitar 300 ribu kilometer. Satu tahun cahaya berarti 9.600 miliar kilometer. Penghitungan tersebut memetakan bila garis tengah Bima Sakti sekitar 950 ribu juta juta km (950 diikuti 15 nol di belakangnya).
     Di antara triliunan bintang serta miliaran planet, ternyata hanya bumi yang paling eksotik. Dan di antara begitu banyak benda langit, cuma bumi yang paling jorok oleh dosa yang berlimpah. Qabilisme (ikon kejahatan) terus memancar. Halal-haram sudah tak jelas. Sebab, sifat serakah manusia tak pernah redup.
     Rahgib al-Ashfihani menerjemahkan arti dunia sebagai rendah. Makna itu ditemukan jika sekarang banyak orang yang membiarkan setan bertingkah semaunya. Akibatnya, yang tersisa adalah kehidupan yang tergilas oleh mekanisme irasional yang ganjil. Moral manusia sudah teramat rendah. Tenggang rasa telah terkikis habis. Rasa empati terhadap penderita polio, busung lapar serta flu burung, tak lagi bersemayam dalam sanubari. Etika penduduk dunia lebih rendah dari binatang. Karena, manusia terkungkung dalam dimensi iblis. Apalagi, mereka pun menutup mata terhadap perilaku homoseks yang dikutuk Allah.
     Bumi yang diabadikan namanya sebanyak 101 dalam al-Quran, kian sesak oleh perilaku sungsang. Sogok-menyogok alias korupsi bertebaran seirama langkah kaki manusia. Bukan hanya pemegang kuasa dan industrialis-kapitalis yang disuap. Sebab, Tuhan pun disogok agar mau mengabulkan doa yang tengah dipanjatkan. Mereka rajin ke masjid ketika ditimpa kemalangan. Kala bencana sudah berlalu, mereka melupakan Allah. “Tuhan? Tahun? Hantu? Hutan? Siapa takut!” hujatnya bernada congkak.
     Kini, dunia dihuni insan-insan yang beratribut ambiguitas moral, paranoid akut, absurditas hidup, keangkuhan daya nalar sekaligus ogah menggubris imbauan di tengah fenomena sinis. Alhasil, dada mereka membara oleh kedengkian serta nafsu amarah. Hati warga planet bumi panas-perih bak percik api Big Bang. Begitulah rentetan peristiwa sedetik setelah langit diciptakan.

















































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People