Kamis, 02 Juni 2011

Nasyid di Tengah Amuk Kapitalisme

Oleh Abdul Haris Booegies

HIRUK-PIKUK AFI, Indonesian Idol serta Kontes Dangdut TPI (KDI), yang menjulang dengan rating tinggi, akan mendapat pesaing baru. Berbalut semangat menggebu, sejumlah tokoh bakal menggarap nasyid yang minim alat musik.
Nasyid akan menjadi alternatif baru di tengah hingar-bingar tayangan musik yang dianggap jauh dari nuansa Islami” (Tribun Timur, 20 Agustus 2004).
Nasyid tidak seglamour musik lain. Anatomi nasyid sangat sederhana. Alhasil, pergelaran nasyid dalam bentuk parade atau festival tidak gegap-gempita sebagai tontonan.
Sementara musik lain, khususnya rock, tampil lebih perkasa. Rock menggeliat subur setelah memberontak terhadap konvensi musik yang dipandang pakem.
Di era 70-an, muncul The Beatles, Led Zeppelin, Deep Purple dan Rolling Stones yang dibaptis penuh takzim dalam jejak historis.
Led Zeppelin malahan dibaiat sebagai arus besar di antara grup rock dunia. Ketukan John Bonham, menjadi patokan para penabuh beduk rock mutakhir. Sedangkan Stairway to Heaven menjadi lagu abadi yang berkibar sepanjang masa.
Sementara Deep Purple dihuni dewa gitar Richie Blackmore. Sejarah mencatat kalau Deep Purple adalah grup hard rock yang secara perlahan berkiblat ke heavy metal. Lagu Highway Star di album Machine Head membuktikan fenomena tersebut.
Selain seru dalam menampilkan atraksi panggung sekaligus gila menulis lirik lagu, juga rock terkesan demokratis dalam isu gender. Musik cadas sadar bila wanita bisa pula tampil mempesona. Hingga, terjadi emansipasi berupa kesetaraan dalam melantunkan rock ‘n roll. Tina Turner yang jalang atau Debbie Harry yang mesum, sebagai contoh.

Label Bid’ah

Dalam Islam tidak dikenal istilah musik. Sebab, musik dinilai sebagai sesuatu yang haram. Vonis itu menyeruak akibat musik identik dengan alat-alat semacam gendang, gitar maupun suling.
Nabi Muhammad bersabda: “Ada dua suara yang terlaknat di dunia dan akhirat. Bunyi suling kala memperoleh nikmat. Kemudian pekik histeris waktu ditimpa bencana”.
Hadis lain berbunyi bahwa: “Lonceng adalah suling-suling setan”. Abu Dawud meriwayatkan jika malaikat tidak sudi masuk ke rumah yang di dalamnya ada lonceng.
Nasib nasyid selamat dari label bid’ah selama mengusung nilai-nilai Islam. Nasyid dibolehkan asal disenandungkan oleh gadis-gadis kecil. Para penyanyi cilik tersebut hanya diberi kesempatn pada pesta perkawinan atau hari-hari besar Islam. Mereka melagukan nasyid dengan iringan duf (sejenis rebana).
Dari ruas-ruas zaman yang dilewati, nasyid terkadang dinamakan qasidah zuhdiah, qasidah sufiyah, ahzab aurad, tawasyih, taghbir serta samaa’.
Nasyid dianggap ideal kalau tidak mengandung ihwal tercela. Lantas maknanya cocok dengat syariat Islam. Di samping itu, penyampaiannya tidak menimbulkan syahwat.
Di gurun-gurun Arab, kelompok al-Armuk dipandang sebagai musisi nasyid tersohor. Di Malaysia menyembul nama Raihan yang tertoreh sebagai pelantun nomor wahid senandung Ilahi. Sedangkan di Indonesia yang sukses yakni Snada.

Nihil Agresivitas

Secara teori, nasyid punya peluang mencerap keberhasilan. Karena, jumlah umat Islam di Nusantara tergolong mayoritas. Gesekan negatif yang bakal menghalangi nasyid mendulang emas ialah kreativitas.
Di arus raya kapitalisme, semuanya dilihat dengan uang. TV yang menayangkan butuh iklan. Sementara pihak sponsor mengharap rating
Televisi memiliki fungsi besar dalam memasarkan produk apa saja, termasuk nasyid. Apalagi, TV mampu memberi makna baru. Kotak ajaib tersebut sanggup mengubah segalanya.
Bila animo masyarakat rendah, berarti nasyid akan cepat wassalam dari Negeri Nyiur Melambai ini. Alhasil, kreativitas menjadi password dalam memperkenalkan nasyid. Sebab, kreativitas menempati posisi puncak pada gemuruh persaingan global.
Dengan kreativitas yang tinggi, maka, gema nasyid bakal merasuk ke ruang-ruang pribadi. Musik bernuansa Islam itu akan menjalar dan merambat ke ranah publik. Hingga, pribadi yang mendengarnya bisa menata ulang formasi identitasnya.
Rock menjadi mesin fulus lantaran enteng dipasarkan. Musik keras tersebut tak punya tanggung jawab moral terhadap kehidupan. Makin brutal adegan panggungnya, maka, kian histeris para penggemarnya. Ritual menggorok kambing lalu menenggak darahnya, bukan hal tercela bagi gerombolan rocker.
Bahkan, Vance (20) bersama Belknap (18) mengakhiri hidupnya sesudah mendengar nyanyian Better by You, Better Than Me. Lagu yang dibawakan Judas Priest itu, dinilai mengajak bunuh diri. Syairnya melengking menyuruh do it (lakukan).
Sedangkan nasyid sangat terbatas ritme musiknya. Volume agresivitasnya nihil. Musik Islam tersebut cuma mengandalkan kekayaan khazanah moral demi membangkitkan kekuatan serta keindahan.
Kesederhanaan itulah yang memaksa nasyid wajib dihias kreativitas. Dengan struktur kreativitas, berarti nasyid memiliki tantangan guna mengejar kesetaraan hasil positif.
AFI, Indonesian Idol dan KDI dikemas meriah dengan dukungan beragam iklan. Apalagi, iklim global yang kompetitif gencar melanda gaya hidup modern. Alhasil, segenap konfigurasi berujung pada sikap kapitalis.
Kini, peruntungan nasyid dipertaruhkan. Dunia yang dihuni kapitalis menjadi kancah bagi nasyid dalam memberikan interpretasi terhadap gemerlap dunia hiburan. 













 































































 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People