Kamis, 02 Juni 2011

Melawan Rokok dengan Fatwa Haram

Melawan Rokok dengan Fatwa Haram
Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Sosial
     “Allah menghalalkan kepada mereka segala yang baik. Kemudian mengharamkan yang buruk” (al-A’raf: 157).
     Rokok tiba-tiba menjadi isu hangat. Sebab, Forum Ijtma MUI se-Indonesia III menohok rokok dengan fatwa haram di Padangpanjang, Sumatera Barat pada 24 Januari 2009. Pelarangan tersebut dikhususkan kepada anak-anak dan wanita hamil.
     Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai rokok tentu arif jika ditilik dari segi bisnis serta aspek kesehatan. Dalam perincian ekonomi, fatwa haram itu jelas mengganggu usaha petani tembakau, cengkeh dan industri rokok.
     Pemilik kebun tembakau serta cengkeh bakal megap-megap. Apalagi, terdapat 6,1 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari tembakau. Sementara pabrik yang merumahkan sebagian karyawannya akan melahirkan pengangguran baru. Arkian, mempengaruhi beban masyarakat yang hidupnya tergantung sebagai buruh di perusahaan rokok.
     Tidak dipungkiri bahwa industri rokok punya andil dalam struktur ekonomi nasional. Sumbangan mereka dalam bentuk cukai merupakan sumber pendapatan bagi pemerintah pusat dan daerah.
Dari alur kesehatan, rokok ibarat malaikat pencabut nyawa. Rokok bukan sebatas menyengsarakan orang laiknya pengangguran, tetapi, langsung menggiringnya ke liang lahat untuk dimakamkan.
     Dalam kalkulasi bisnis, fatwa haram MUI pasti merugikan secara finansial. Sedangkan dari sudut kesehatan, fatwa MUI tiada lain gairah hidup. Maklum, menjauhkan manusia dari rupa-rupa penyakit mengerikan. Hingga, “bikin hidup lebih hidup”.
     Selinting rokok diamini berbahaya nian gara-gara sebelum dibakar saja sudah mengandung 2500 komponen negatif. Setelah dibakar membengkak mencapai 4000. Sekitar 200 di antaranya direkomendasikan merusak kesehatan.  Rokok mengandung bahan kimia organik, mutagenik, imunosupresif serta penghambat pertumbuhan. Rokok malahan merusak pembuluh darah.
     Rokok bagi penikmatnya dinilai petualangan. Mereka mengoceh: “My life my adventure”. Dengan bangga juga dilontarkan tagline: “Lebih b’rasa. B’rasa lebih”. Pada intinya, mesti dicamkan pula bahwa: “Lebih berasap. Berasap lebih!” Karena, bahan pencemar udara yang disemburkan rokok lebih berbahaya ketimbang polusi mesin diesel!

Gaya Seksi
     “Jangan menjerumuskan diri ke dalam kerusakan lantaran perbuatan tanganmu sendiri” (al-Baqarah: 195).
     Rokok menjalar luas sebagai kebiasaan di akhir abad ke-19. Pada tahun 1920-an, wanita mulai unjuk gigi di depan publik dengan rokok di bibir. Fenomena tersebut menjadi bagian dari emansipasi. Perempuan tak sudi kalah heboh. Mereka mengusung persamaan hak dalam hal merokok.
     Pada 1930-an, wanita makin di atas angin. Di Amerika Serikat maupun Eropa, kegemaran merokok menjadi lambang kebebasan, emansipasi dan patriotisme. Mereka seolah sesumbar: “X-presikan aksimu”.
     Perempuan dengan rokok menggelantung di mulut menjadi mode saat bekerja di luar rumah. Kala itu, rokok belum menjadi momok mengerikan. Mereka belum tahu kalau wanita yang merokok lebih rentan disergap kanker paru-paru ketimbang lelaki perokok.
Di era tersebut, rokok laksana prestise. Laki-laki dengan rokok dipandang sebagai lambang kejantanan, kematangan serta popularitas. Pokoknya, “pria punya selera”. Sementara perempuan yang merokok menjadi ikon kecantikan, feminisme dan gaya hidup nan seksi.
     Tahun berganti diiringi zaman yang berubah. Rokok mendadak terbukti cuma sumber penyakit. Nikotin, contohnya, memiliki efek adiksi yang mirip heroin atau kokain. Hatta, pecandu repot melepaskan diri dari rokok. Pasalnya, nikotin mempengaruhi saraf sekaligus peredaran darah.
     Di Indonesia, remaja yang merokok terus meningkat secara signifikan. Pada 1970-1980, anak muda mengenal rokok di usia 15 tahun. Pada 1980-1990, mereka mulai merokok di umur 12 tahun. Pada 1990-2000, remaja sudah merokok di usia 10 tahun. Pada tarikh 2004, Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan angka 1,8 persen bocah umur empat sampai sembilan tahun adalah perokok.
     Pada 2006, survei Varenicline Asian Consumer Research mengidentifikasi bila jumlah lelaki Indonesia yang merokok mencapai 69 persen. Komunitas perokok berat aktif di Nusantara sekitar 141 juta jiwa atau 70 persen dari jumlah penduduk. 500 ribu di antaranya menderita aneka penyakit. Sedangkan 57 ribu terpaksa masuk kubur saban tahun.
     Tekad buat melepaskan diri dari rokok terasa sulit akibat kenikmatan yang disodorkan nikotin begitu membuai. Apalagi jika diisap di antara sahabat-sahabat. “Asyiknya rame-rame”. “Nggak ada loe. Nggak rame”.
     Kalau kebelet merokok, penduduk negeri ini tidak pilih tempat. Di mana saja oke. Bahkan, ruangan yang ada pengumuman “dilarang merokok” atau rambu “no smoking” tak digubrisnya. Ia dengan sikap tanpa dosa bertanya: “Boleh merokok di sini?”

Perampas Nyawa
     “Jangan membunuh dirimu sendiri! Sungguh, Allah sangat penyayang terhadap kamu” (an-Nisa: 29).
     Di AS, terdapat 45 juta perokok. Lima persen perokok mengidap kanker. Alhasil, tertoreh bila tiap tahun ada setengah juta perokok yang mati di wilayah Paman Sam. Rokok yang menguras kantong sekaligus merampas nyawa diakui sebagai perusak arteri raga. Rokok menggerogoti jantung, ginjal, otak, kesuburan serta seksualitas.
     Di Inggris, rokok menjadi pembunuh dengan tingkat lima kali lebih tinggi dibandingkan kematian kumulatif. Biarpun rokok identik dengan maut, namun, orang tak peduli. Padahal, rokok juga punya resiko berantai.
Beberapa pakar meneliti 2.200 wanita hamil yang tak merokok. Mereka menemukan bahwa perempuan berbadan dua yang menghirup asap rokok orangtuanya sewaktu kanak-kanak, memiliki resiko keguguran 80 persen.
     Dampak asap rokok di masa kecil wanita hamil, bisa menimbulkan resiko setelah dewasa. “Bukan basa-basi” bahwa kakek merokok, tetapi, cucu yang menanggung efek buruknya.
Pada 16 Agustus 2008, “Oprah Winfrey Show” yang disiarkan sebuah stasiun televisi swasta mengetengahkan bahaya rokok. Oprah ditemani Dr Mehmet Oz bersama Dr Daniel Seidman.
Dr Oz menguraikan bahwa rokok membawa 250 bakteri. 50 di antaranya menularkan penyakit kanker. “Masa hidup bakal berkurang 10 tahun jika merokok”, tegas Dr Oz.
     Iklan rokok berbunyi: “Perubahan itu perlu!” “Yesterday is gone. Start all over again today”. Kalau begitu, “buktikan merahmu”. Mau sehat atau sakit. Sebab, dari sisi kesehatan dan agama, rokok mustahil ditoleransi. “Haram!”, titah sekelompok ulama


(Tribun Timur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People