Kamis, 16 Juni 2011

Gerakan Anti-Piala Dunia di Tengah Pinjaman CGI

Gerakan Anti-Piala Dunia di Tengah Pinjaman CGI 

Oleh Abdul Haris Booegies
Peminat Masalah Ekonomi

     FIFA World Cup yang dipentaskan di Jerman sudah menapak separuh waktu.  Antusiasme penggila bola pun makin terkonsentrasi ke arah sang juara.  Alhasil, Piala Dunia 2006 diperkirakan dinikmati secara kumulatif oleh 32 miliar penonton.
     Laga-laga seru dan tegang terus berdentang.  Sihir si kulit bundar diwarnai pula lakon Togbui Assiogbo Gnagblondjro III.  Dukun kepala ritus voodoo dari Togo tersebut, sempat mencipratkan jampi-jampi bagi pemain Togo agar sukses.  Selain Togbui, juga Tzamarenda Naychapi menebar energi magis di 12 stadion tempat Welt Meister berlangsung.  Naychapi adalah cenayang dari suku Shuar, Ekuador.
     Dukun dalam sepak bola merupakan elemen lumrah.  Apalagi, sepak bola memang mewakili kehidupan manusia. 
     Di dunia ini, sepak bola menjadi olah raga paling populer.  Dari Sidrap sampai Sydney, dari Tator sampai Toronto, dari Bulukumba sampai Bologna, dari Sinjai sampai Sendai di Jepang, semua senang permainan bola sepak.
     Sepak bola yang menghibur mata serta hasrat, sekarang mulai mendapat rintangan.  Sebab, permainan itu ternyata mengandung aneka bakteri.  Kuman maut sepak bola mencakup banyak kategori.
     Di Arab Saudi, ada fatwa haram tentang sepak bola.  Fatwa tersebut merujuk pada hadis “man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum” (siapa yang menyerupai perilaku orang kafir, berarti ia bagian dari mereka).
     Di World Cup 1994, pendeta Belanda A. Kort menegaskan jika sepak bola adalah karya setan.  Celakanya, setengah insan global rela menyembah Koning Voetbal (Raja Setan).
     Pada 1990, pakar sosiologi Italia, Alessandro dal Lago menulis kitab Descrizione di Una Battaglia: I Rituali del Calcio.  Buku itu menyimpulkan kalau di Italia menonton bola laksana ritual ibadah.
     Sepak bola secara permanen mulai menggerogoti dimensi spiritual manusia.  League Premier (Inggris), Serie A (Italia), La Liga (Spanyol) atau Le Championet (Perancis) yang bergulir di akhir pekan, telah membuat orang malas ke tempat peribadatan.  Di sisi lain, Piala Dunia justru mengairi damba dahaga supaya mengagungkan sepak bola sebagai purgatorio (jalan penyucian).

Ratu Adil

     Di Indonesia, ajang turnamen sepak bola paling akbar sejagat tersebut, disambut meriah.  Koran-kotan ramai mewartakan seluruh aktivitas World Cup.  Bahkan, SCTV sebagai saluran resmi punya hak menyiarkan langsung seluruh pertandingan.  Sementara media elektronik lain sekedar meracik acara kuis demi kepuasan penonton.  Iklan “Germany 2006” yang berseliweran di televisi dengan bangga mencuarkan kalimat ekspresif: “Don’t dream it.  Live it!”
     Piala Dunia yang membius masyarakat seolah menafikan berita besar lain.  Karena, pada 14 Juni 2006, berlangsung pertemuan ke-15 Consultative Group on Indonesia (CGI) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta.
     CGI menawarkan pinjaman sekaligus hibah sebesar USD 5,4 miliar.  Perincian dana itu mencakup USD 3,9 miliar untuk diserap lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).  Sedangkan USD 1,5 miliar didonasikan langsung ke masyarakat.
     Utang merupakan bagian erat dari negeri ini.  Jerat utang akhirnya membuat Indonesia terkapar lunglai tanpa tenaga serta harapan.  Sebab, beban utang menguras sumber daya alam guna menyicil dana yang telah dipinjam.  Akibatnya, terhampar120 juta orang miskin di tengah utang yang berkisar USD 150 miliar.  Dari angka tersebut, tertera bila USD 121 miliar merupakan utang warisan era Soeharto.  Pinjaman fantastik itu menandaskan jika tiap kepala dari 210 juta penduduk Indonesia, sesungguhnya menanggung beban utang Rp 7,3 juta.
     Utang sebagai fenomena global, didasarkan pada kehendak negara kreditor.  Horor kemanusiaan tersebut, juga untuk merehabilitasi atau merekonstruksi pembangunan pasca-bencana alam.  Di samping itu, utang dilandaskan pula pada subsidi yang meningkat maupun momentum pasar.
     Pinjaman yang bertumpuk, jelas akan menjerumuskan ke dalam stagnasi aneka dimensi.  Argentina pernah bangkrut dengan total utang sekitar USD 140 miliar.  Negara asal tim Tango tersebut, kolaps lantaran ceroboh menggunakan dana pinjaman.
     Pengamat ekonomi dan politik Revrisond Baswir mengungkapkan kalau 70 persen utang dari luar negeri dipakai untuk membiayai penyelesaian konflik atau dikorup.  Pinjaman yang mayoritas dari IMF itu, ternyata tidak digunakan buat memulihkan perekonomian.  Apalagi, koruptor ikut mengerubungi dana-dana yang seyogyanya dikelola untuk kebaikan bersama.  Kwik Kian Gie menengarai bila korupsi di Indonesia mencapai Rp 444 triliun per tahun.
     Utang yang membelit republik ini, kian mengenaskan gara-gara sifat manusia Indonesia yang pemalas.  Masyarakat selalu bermimpi menanti Ratu Adil.  Mitos Ratu Adil akhirnya membutakan orang mengenai kerja keras.
      Tanpa Ratu Adil, kini China menjadi kutub baru ekonomi dunia yang fenomenal.  Karena, segenap komponen pembangunan difokuskan demi menggapai kesuksesan di bidang ekonomi.  Koruptor kakap di Tiongkok tidak dipenjarakan.  Virus ekonomi biaya tinggi yang menghambat pembangunan tersebut, justru dihukum mati agar tahu rasa!
     

Pasar Budak

     Selama World Cup, timbul kesan jika utang Indonesia yang menggunung seolah terlupakan.  Semua akibat aksi memukau para resi bola.  Piala Dunia membuat orang dilanda euforia selama 90 menit.  Padahal, sesudah pertandingan, pinjaman Indonesia tetap tak terkikis kendati secuil.  World Cup sekedar menghibur di atas tumpukan utang.
     Piala Dunia yang menggelontorkan histeria, pada hakikatnya mendorong orang ke zona rasa malas.  Hingga, saatnya World Cup dihapuskan di muka bumi.  Apalagi, bukan cuma Indonesia yang sengsara oleh Piala Dunia.  Modus operansi FIFA selama ini, telah pula membuat banyak pihak menanggung beban. 
     Presiden Libya Moammar Khaddafi menyatakan kalau FIFA ibarat pasar budak.  FIFA membeli pemain-pemain dari negara miskin, lantas menjualnya ke negara kaya.  Khaddafi juga menelisik bila FIFA justru meningkatkan tendensi ke arah ekstrem kanan serta rasisme mondial.
     Pada 28 Mei 2006, sekelompok wanita di Belanda mendeklarasikan kampanye anti-sepak bola.  Mereka menghendaki supaya World Cup ditiadakan.  Sebab, sepak bola memaksa aktivitas manusia berubah drastis. 
     Piala Dunia membuat kaum Adam terbelenggu kegilaan sekaligus kehilangan memoria passionis (ingatan penderitaan) perihal utang.  Alhasil, pekerjaan sehari-hari mereka pun terbengkalai.
     Sepak bola wajib dihentikan sekarang juga!  Taktik jitu dalam meniadakan permainan itu adalah menghapus World Cup.  Karena, sudah nyata di atas data akurat jika sepak bola sekedar hiburan yang membuat aktivitas tersendat.  Melenyapkan Piala Dunia merupakan solusi elegan.  Sebab, sepak bola hanya permainan yang menipu semangat juang kala menapak perkembangan zaman.
     Tanpa menghentikan World Cup, berarti manusia selalu berada di lingkup kemalasan.  Apalagi, di Indonesia pada 13 Maret 2006, masih ada utang lama senilai USD 14,4 miliar yang belum terserap.  Kini, kembali tangan dijulurkan seraya merengek minta utang baru sebesar USD 5,4 miliar di tengah cadangan devisa Bank Indonesia sebesar USD 44,17 miliar per akhir Mei 2006.
     Kalau Piala Dunia terus berlangsung, niscaya kerugian besar menanti lantaran terjadi spiritual vacuum (kehampaan jiwa).  Allah berfirman: “Biarlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main.  Hingga, mereka menemui hari yang dijanjikan kepadanya” (az-Zukhruf: 83).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amazing People